Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... Penulis - seorang manusia

menjaga ingatan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merayakan Kantil

5 September 2019   16:02 Diperbarui: 5 September 2019   16:13 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para petuah adat memimpin upacara. Sirih telah dihidangkan. Doa telah dipanjatkan. Hingga Parwati, lurah yang juga sebagai kepala desa memberikan sambutannya.

"Patutnyalah kita bersyukur saudara-saudara. Sebentar lagi kelapa-kelapa kita sudah siap petik. Padi dan palawija sudah tiba masa tuainya. Kita akan panen raya (warga riuh bertepuk tangan). Kedatangan si Gadis emas pemilik mata binar, Kantil, akan menjadi berkah dan semangat bagi semua warga desa. Tidak ada lagi yang boleh malas karena sumber semangat itu kini sudah ada di antara kita. Baiklah. Kita panggil anak kita, Kantiiiil..."

"Kanntiiiil..." Parwati mengulangi berkali-kali. Tapi yang dipanggil-panggil tidak juga menghampiri. Sampai akhirnya teriakan yang begitu panik terdengar keras di ujung kerumunan pesta. "Kantil diculik! Kantil diculik," teriak seseorang berulang-ulang.

Pesta dihentikan. Semua orang histeris. Bertanya-tanya. Bingung bercampur sedih. Seluruh perangkat desa langsung mencari. Berpencar.  

"Lima bayangan hitam besar membawanya ke dalam hutan," kata saksi mata yang terakhir kali melihat penculiknya.

Ratusan telik sandi dikirim. Puluhan pendekar dikumpulkan dan disebar. Para petuah melakukan mujahadah. Dukun-dukun berkomunikasi dengan khodamnya. Tapi semua upaya itu tidak membuahkan hasil. Waktu semakin terbuang. Para penculik semakin jauh ke dalam hutan.

"Pasti mereka belum jauh. Kejar!" Parwati memberikan instruksi.

Ratusan orang mengejar ke dalam hutan danfaka, hutan lembah yang konon sangat angker. Semua orang, bahkan ibu-ibu yang tengah menyusui anaknya juga turut mencari. Hutan danfaka bergema. Suara teriakan warga saling mengisi. Sahut menyahut itu tidak terputus sepanjang malam.

Warga terus membelah hutan. Tidak ada yang berniat pulang. Semua jalan coba ditempuh. Baik jalan yang kasat mata maupun yang ghaib. Parwati, yang bisa melihat alam batin dan mempunyai kemampuan menembus dimensi lain tidak juga bisa melacaknya. Tidak ada bekas jejak secuilpun yang bisa dijadikan petunjuk. Tapi di alam tak kasat mata, Parwati mampu mengendus harum tubuh Kantil yang tercium sangat jelas olehnya.

Memang dari kecil Kantil sudah memiliki wangi khas yang tak dimiliki bocah lain, bahkan perawan lain yang usianya jauh melampauinya. Keharuman yang dimiliki Kantil tidak hanya disukai manusia, tapi juga makhluk-makhluk lain di pelampauan.

 "Habis kita Bu! Huft..Huu..Hu... Kakiku sudah tidak bisa digerakan," seorang warga berkata dengan tersengal ngos-ngosan terlihat lelah sekali. "Desa kita tidak bisa menjaganya. Dari kecil gadis pemilik mata binar itu terlalu banyak yang memburu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun