Kliwon yang sebenarnya sudah mulai malas dengan calon pelanggan itu, tiba-tiba sumringah dan kembali bersemangat menjawab pertanyaan calon pelanggan yang di taksir berusia lima puluhan tahun itu. Suara kliwon kembali memenuhi ruangan, mengisi laci-laci dan cerobong dilangit-langit kantor yang berwarna merah keemas-emasan. Bahkan ia berdiri dengan gagah, gestur tubuhnya meliuk-liuk, intonasi suaranya masih berwibawa tapi lebih kecang dari semula. Bukan tanpa sebab kliwon melakukan itu. Beberapa detik kemudian tampaklah hidung kepala grup marketing yang meninjau. Kepala grup marketing tersenyum terkagum-kagum melihat kliwon. Dua jempolnya pun diacungkan berkali-kali.
Kepala grup terus berjalan menuju ruang meeting yang sudah disesaki anak buahnya. Dilantai beralas karpet merah yang sangat empuk polos tanpa corak dan setitik kotoran pun, alas sepatu kelapa grup mengesek tak bersuara. Lurus berjalan seperti angin. Setibanya di pintu ruangan, kepala grup mengentikan langkahnya.
"selamat pagi pak kepala grup." Sapa serentak anak buahnya.
Tanpa menjawab salam. Tanpa basa basi. Kepala grup marketing mengarahkan telunjuknya kearah meja kliwon yang sedang asik dengan teleponnya. Kepala grup mulai bersuara.
"yu oang semua, coba lihat dan perhatikan kliwon. Semua unit rumah kita pasti terjual habis, asal yu...yu oang semua bisa meyakinkan pembeli." Kepala grup memberikan arahan pada seluruh anak buahnya yang segera diikuti anggukkan kepala serentak "iyaaa paaak."
"ngak susah kan jualan?" entengnya si bos kelas teri itu melanjutkan kata-kata.
Tapi tak ada yang menjawabnya. Semua hanya menunduk, dan menunduk. Semua anak buahnya itu menunduk cukup lama. Tak ada yang berani mengangkat kepala, meski kepala mereka itu punya mereka sendiri.
Kepala grup mulai mengambil spidol hitam dan melangkah menuju papan tulis. Goretan tinta dan celotehan seirama terus menguntai keluar dari mulut si kepala grup tersebut. Dari kata-kata yang rasional sampai yang paling tidak irasional. Kepala grup juga berbagi pengalaman tipu muslihat.
Papan tulis tersebut sudah penuh dengan coretan tintanya, hampir tak muat lagi rupanya, bahkan beberapa sudutnya sudah tak bisa lagi di baca akibat saling bertumpuknya aneka coretan tangannya. Tak ada tanggap atau tanya jawab di sana. Semua hanya diam mendengar dan mencatat titah demi titah si kepala grup.
"apa semua mengerti...?" si kepala grup mengakhiri celotehannya dengan kalimat tanya.
Seisi ruangan tersebut tak menjawab. Hening untuk beberapa saat.