Mohon tunggu...
Dhenys Fauzy
Dhenys Fauzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa program studi Hukum keluarga Islam

Jalani, hadapi, dan nikmati. Berproses lah semaksimal mungkin, dan jadikan dirimu sebagai acuan kegiatan mu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas UTS Hukum Perdata Islam Indonesia (Jadikan Hidupmu Lebih Berarti dengan Ilmu)

29 Maret 2023   22:47 Diperbarui: 4 Juni 2023   02:15 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atas dasar pemikiran itu, umat Islam secara tegas menolak RUU Perkawinan (rumus- an pihak Departemen Kehakiman) yang diajukan oleh Presiden kepada DPR pada tanggal 31 Juli 1973, karena RUU tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan norma hukum agama (Islam). Baru setelah di- adakan perubahan berat terhadap RUU Perkawinan itu, atas usul sebagian anggota DPR dan anggota masyarakat (khususnya golongan Islam), sehingga RUU itu tidak lagi bertentangan dengan norma hukum agama (Islam), umat Islam menerimanya.

Aliran ketiga pada umumnya disuarakan oleh golongan nonIslam terutama umat Nasrani. Aliran ketiga ini didasarkan atas doktrin gereja yang menganut paham pemisahan antara urusan negara dengan urusan gereja. Urusan negara diatur oleh hukum negara dan urusan agama diatur oleh hukum gereja. Doktrin ini sama de ngan paham sekuler, dan karenanya tidak cocok untuk. diterapkan di negara yang berdasarkan Pancasila.
4) Perkawinan menurut hukum Islam, mengandung segi- segi muamalah atau hablun minannas (hubungan sosial) dan segi-segi ibadah atau hablun minallah (hubung an dengan Allah); 

atau dengan kata lain, perkawinan mengandung hubungan keperdataan dan hubungan ke imanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan me nurut paham hukum Barat (sekuler), perkawinan hanya dilihat dari segi-segi hubungan keperdataan semata, dengan pengertian hukum perkawinan sama sekali terpisah dari kerohanian atau unsur keagamaan. Dari ke-dua pengertian perkawinan yang bertolak belakang itu, pengertian perkawinan yang pertamalah yang memiliki kesamaan dengan pengertian perkawinan yang dimak sud dalam Pasal 1 UU No.1/1974 sebagai perwujudan kongkrit paham politik hukum Indonesia berdasarkan Pancasila dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, se bagai sila pertamanya.

5) Dalam hubungannya dengan hukum Islam, materi Un- dang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 sudah sejalan dengan prinsip-prinsip perkawinan menurut hukum Is lam. Karena itu, jika dilihat dari proses pembentukannya yang melibatkan juga para ahli (hukum) Islam atau para ulama disamping Pemerintah dan DPR sebagai lembaga resmi pembentuk Undang-undang, dapat disimpulkan bahwa Undang-undang Perkawinan tahun 1974 dapat dianggap sebagai produk pemikiran hukum Islam.

 Se- bagai produk pemikiran hukum Islam yang dikeluarkan oleh negara (Pemerintah), maka berdasarkan al-Qur'an surat an-Nisa ayat 59, Undang-undang Perkawinan itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat untuk di- taati oleh umat Islam warga negara Indonesia. Artinya kepatuhan umat Islam Indonesia terhadap Undang-u dang Perkawinan itu, dari segi agama, mempunyai nila yang sama dengan kepatuhan terhadap "hukum Allah", Tuhan Yang Maha Esa. 

Dan karena di dalam Undang-undang Perkawinan itu terdapat beberapa ketentuan yang tidak bersumber langsung pada hukum fikih (klasik) seperti misalnya keharusan pencatatan perkawinan. pembatasan usia kawin, serta pengawasan pengadilan terhadap perceraian dan poligami, tetapi tidak bertentangan dan bahkan sejalan dengan al-Qur'an dan Sunnah Rasul, ketentuan-ketentuan itu dianggap sebagai pembaharuan (hukum) fikih di Indonesia.

6) Dengan berlakunya Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, lembaga pencatatan perkawinan (pegawai catatan sipil) bukan lagi sebagai lembaga yang memi- liki kewenangan untuk mengesahkan suatu perkawinan sebagaimana yang dipahami oleh hukum BW dan Per- aturan Perkawinan Campuran (GRH) S. 1896 Mo. 158 misalnya, tetapi adalah lembaga yang bertugas dan berwenang hanya snencatat perkawinan yang telah meme- nuhi syarat sahnya berdasarkan hukum agamanya dan kepercayaannya itu.

7) Putusan Mahkamah Konstitusi telah menambah keten- tuan baru bahwa hubungan keperdataan anak di luar kawin yang semula hanya menunjuk kepada ibu yang melahirkan juga dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya.

Dan setelah saya membaca buku ini (Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia) saya alhamdulillah sebagai anak Hukum terkhususnya HUKUM KELUARGA ISLAM, saya menjadi faham lagi terkait sejara bagaimana Undang-undang perkawinan yang sekarang terbentuknya dari mana dan bagaimana prosesnya. 

Pesan saya kepada teman" Mahasiswa (marilah berproses bersama-sama dan menjadi mahasiswa yang kritis dan juga transformatif)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun