Mohon tunggu...
Dhenys Fauzy
Dhenys Fauzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa program studi Hukum keluarga Islam

Jalani, hadapi, dan nikmati. Berproses lah semaksimal mungkin, dan jadikan dirimu sebagai acuan kegiatan mu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas UTS Hukum Perdata Islam Indonesia (Jadikan Hidupmu Lebih Berarti dengan Ilmu)

29 Maret 2023   22:47 Diperbarui: 4 Juni 2023   02:15 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan ini
biasanya dinamakan perkawinan akibat perzinaan.
Al-Quran dalam merespon permasalahan hamil diluar nikah, tidak
membeda-bedakan antara perzinaan, incest, atau prostitusi. Segala
persetubuhan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang
dilakukan diluar pernikahan adalah zina, al-Quran memandang perbuatan hamil diluar nikah sebagai perbuatan keji, hal ini ditegaskan dalam Q.S alIsra/17:3268
Terjemahnya:

"Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Pernikahan wanita hamil karena zina para ulama berbeda pendapat,
ada yang secara ketat tidak memperbolehkan, ada pula yang menekankan
pada penyelesaian masalah tanpa mengurangi kehati-hatian mereka. 

Sejalan
dengan sikap para ulama itu, ketentuan hukum Islam menjaga batas-batas
pergaulan masyarakat yang sopan dan memberikan ketenangan dan rasa
aman. 

Patuh terhadap ketentuan hukum Islam, akan menwujudkan
kemaslahatan dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan "kawin hamil"
disini adalah kawin dengan seorang wanita yang hamil di luar nikah, baik
dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki bukan
yang menghamilinya. Berikut perbedaan pendapat imam Mazhab terhadap
pernikahan wanita hamil karena zina;

a. Imam Abu Hanfi
Syariat Islam memberi sanksi yang tegas terhadap pelaku
zina, baik pria maupun wanita. Sanksi tersebut berlaku wajib dengan
hukuman Dera 100 kali, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
Q.S an-Nur/24:2
b. Imam Malik

Pandangan mazhab mliki tentang hukum perkawinan dengan
wanita hamil karena zina pada dasarnya membedakan antara perkawinan
wanita hamil karena zina dengan laki-laki yang menghamilinya dan perkawinan wanita hamil karena zina dengan laki-laki yang tidak
menghamilinya. Dalam kasus yang pertama, Mazhab Mlik
memperbolehkannya, hal ini berdasarkan pada QS an-Nur/24:3

c. Imam Syafi'i
Imam Syfii dan ulama-ulama Syfii berpendapat bahwa
menikahi wanita hamil di luar nikah akibat zina hukumnya tetap sah,
baik yang menikahi maupun bukan pria yang menghamilinya.81 Wanita
yang hamil diluar nikah akibat zina, maka tidak ada hukum kewajiban
iddah baginya, dan diperbolehkan untuk menikah dan juga menggaulinya.82 Menurut imam Syfii membolehkan pernikahan
wanita hamil yaitu dengan dalil sebagai berikut:

"Diperbolehkan berakad nikah dengan wanita pezina walaupun
wanita itu dalam keadaan hamil, bahwasanya tidak ada larangan
hanya karena kandungan ini"

d. Imam Hambali
Ulama mazhab hanbali berpendapat bahwa hukum pernikahan
wanita hamil karena zina adalah tidak sah atau tidak boleh dilakukan
ketika wanita dalam keadaan hamil. Hal ini berarti bahwa pernikahan
wanita hamil karena zina adalah tidak sah apabila pernikahan dilakukan
dengan laki laki yg bukan menghamilinya, kecuali setelah wanita
tersebut melahirkan dan bertaubat.

88 Jika yang akan menikahi wanita
tersebut adalah laki-laki yang menghamilinya, maka keduanya boleh
dinikahkan. Dengan syarat; keduanya telah bertaubat dengan taubat
nashuha.
2) pandangan KHI terkait Perkawinan wanita hamil diantaranya: Pasal 53 merupakan pasal yang didalamnya menjelaskan tentang
kebolehan wanita yang hamil sebelum kawin untuk melaksanakan
perkawinan. Selain mengenai kebolehan tersebut, dalam Pasal 53 KHI juga
terkandung ketentuan-ketentuan tentang prosedur perkawinan wanita hamil.

Lebih jelasnya dapat dilihat dalam Pasal 53 KHI berikut ini100:
a. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
b. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
c. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun