Mohon tunggu...
Dhenny
Dhenny Mohon Tunggu... Lainnya - Seminaris tahun keempat Medan Utama

ig : fxdhenny

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memanusiakan Manusia sebagai Tujuan dari Pendidikan Karakter

24 Februari 2023   09:30 Diperbarui: 24 Februari 2023   09:31 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dewasa ini globalisasi menuntun umat manusia menuju dunia yang semakin modern, dunia yang penuh dengan berbagai macam tawaran yang sifatnya memanjakan manusia. kemudahan layaknya sebuah pisau bermata dua. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memudahkan segala kebutuhan umat manusia. Mulai dari kebutuhan fundamental manusia yaitu sandang, pangan, dan papan semua bisa didapatkan hanya dengan menekan tombol hingga kebutuhan tersier yang sifatnya rekreatif seperti membeli buku, jam tangan, juga perabot rumah tangga.

Tetapi perlu pula disadari bahwa segala kemudahan yang ditawarkan di dunia modern ini bila tidak disikapi dengan baik akan menimbulkan dampak yang tak kalah bahayanya. Dalam bukunya Aku Klik Maka Aku Ada Budi Hardiman menuliskan bahwa di dalam ruang digital tidak ada urutan zaman, status sosial, dan hierarki nilai. 

Dan hal inilah yang menimbulkan kerancuan etika kehidupan pada zaman sekarang ini. Gaya hidup bebas atau konsumerisme, meningkatnya tren pergaulan bebas atau free sex, korupsi, dan tawuran antar penduduk pelajar adalah beberapa contoh nyata akan kurangnya pendidikan terutama di tengah anak muda.

Contoh konkret yang telah di atas pertama-tama disebabkan karena kurangya pendidikan karakter dalam bersosialisasi dan bermasyarakat di antara kaum muda. Kemerosotan moral inilah yang menghantarkan umat manusia terutama kaum generasi muda menuju kepada kehancuran moral. Oleh karena itu penting bagi homo sapiens memaknai arti yang sebenarnya dari pendidikan, tidak semata-mata sebatas pendidikan formal yang ditempuh selama 12 tahun dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, tetapi juga arti pendidikan secara luas.

Hominisasi dan Humanisasi

Manusia sebagai pelaku pendidikan sudah selayaknya menempatkan dirinya sebagai subjek sekaligus objek dari pendidikan itu sendiri. 

Dengan menempatkan diri sebagai subjek sekaligus objek dari pendidikan diharapkan manusia kelak dapat mencapai pendidikan di mana seorang manusia dapat memanusiakan manusia. Hal ini selaras dengan pendapat dari Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara, SJ yang di mana beliau menyatakan sudah selayaknya manusia mampu mengubah dan mengonstruksi perbuatan manusia, karena sebenarnya mendidik itu memanusiakan manusia, karena mendidik itu perbuatan hominisasi dan humanisasi.[1] Bagi Driyarkara tujuan dari pendidikan yang sebenarnya adalah homo homini socius bukan homo homini lupus. Dengan begitu berarti bahwa diharapkan melalui pendidikan manusia dapat menjadi kawan bagi sesamanya manusia bukan menjadi serigala bagi yang lain.

Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara, SJ

Driyarkara lahir di lereng Pegunungan Menoreh, di desa Kedunggubah, Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 1913. Driyarkara lahir di keluarga Adisendjaja sebagai anak bungsu dari empat orang bersaudara.[2] Driyarkara menanggapi Panggilan sucinya dengan masuk Novisiat Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah pada tahun 1935 dan memulai hidup baru bersama komunitas Serikat Yesus. Di sini pulalah nantinya Prof. Driyarkara menyelesaikan peziarahan hidupnya pada tanggal 11 Februari 1967 pada umur 53 tahun.

Menurut Driyarkara manusia sudah selayaknya menjadi homo homini socius atau menjadi teman bagi sesamanya bukan sebagai serigala atau "benalu" bagi sesama manusia (homo homini lupus). Pola pikir yang seperti ini dibangun oleh Driyarkara dengan tujuan untuk mengkritik, mengoreksi, dan memperbaiki sosialitas preman; sosialitas yang saling mengerkah, memangsa, dan saling membenci dalam homo homini lupus.[3]

Pendidikan Karakter Menurut Driyarkara

Bagi Driyarkara pendidikan tercermin dalam diri insani anak didik. Segala tahap pertumbuhan dan perkembangan akal dan budi anak didik itulah yang menjadi hasil dari pendidikan. 

Anak didik dilihat dalam perjalanan ke kemanusiaannya. Dalam menjelaskan pandangannya terkait pendidikan, Driyarkara mengajak untuk mengontemplasikan seorang anak yang berumur 4 tahun. Anak tersebut belum bisa menempatkan dirinya (empan papan) dalam realitas dunia manusia. Anak tersebut baru memasuki dunia baru ini, dan itulah yang seharusnya dilihat oleh pendidik. 

Sudah seharusnya pendidik melihat anak tersebut sesuai perkembangannya dalam usaha bertindak sesuai dengan kemanusiaannya, tetapi belum sampai. Sudah seharusnya pendidik memiliki pandangan manusia seperti yang seharusnya.[4]

Analogi di atas konkret menurut kebudayaan yang ada di masing-masing daerah. Maka dimungkinkan watak atau kepribadian seorang anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang anak itu didik. 

Di sinilah tugas dari para pendidik yaitu untuk melihat, memantau, dan mengarahkan anak didiknya sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat di mana ia berada dalam rangka mencapai kodrat sejati si anak itu. 

Tolak ukur pendidikan berhasil adalah pada tahap anak itu dapat memanusiakan manusia, melihat realitas objektif seturut rasa perasaan kemanusian yang senyatanya.

Pendapat Prof. Driyarkara ini selaras dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara yang mana Ki Hadjar Dewantara menempatkan pendidikan pertama yaitu di lingkungan keluarga.

Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara

Bagi Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah sebagai tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, artinya pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[5] Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara berpendapat tentang tripusat pendidikan yang mengkategorikan pendidikan menurut tiga tempat fundamental terbentuknya karakter sang anak.

Pertama pendidikan ada dan berawal di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga sebagai pusat pendidikan utama dan pertama yang didapatkan sang anak mempunyai peran besar dalam menentukan karakter sang anak itu sendiri. Kedua adalah pendidikan di lingkungan perguruan. 

Lingkungan perguruan yang dimaksud adalah lingkungan sekolah (sekolah formal) yang mana pendidikan pada lingkup ini berperan dalam perkembangan kognitif peserta didik. Terakhir pendidikan didapatkan di lingkungan masyarakat, di mana seorang manusia sudah mampu beraktivitas dan mengaktualisasi dirinya dalam rangka mengembangkan potensi diri dan berinteraksi dengan sesama manusia.

Pada akhirnya tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk mengalahkan kecenderungan diri yang kurang berguna dan bersifat mengekang. Dengan kemerdekaan batin yang telah manusia miliki dan dengan upaya manusia untuk mengasahnya yaitu dengan pendidikan diharapkan manusia mencapai perannya sebagai homo homini socius. 

Maka dari itu diperlukan kesadaran, perjuangan, juga kemerdekaan dalam segala aspek manusia sehingga apa yang telah diajarkan kepada anak didik mendapatkan tempat terluhurnya dalam akal-budi manusia. Kesadaran tumbuh bukan karena ketakutan, melainkan karena kesadaran manusia yang dengannya manusia dapat berdiskresi dan bertindak dengan lepas bebas merdeka.

[1] Agam Ibnu Asa, Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara Dan Driyarkara, Jurnal Pendidikan Karakter Vol. 10 No. 2, 2019, hal. 248.

[2] Amar Rahman, Konsep Dimensi Manusia Perspektif Murtadha Muthahhari dan Nicolaus Driyarkara, 2022, hal. 28.

[3] https://www.driyarkara.ac.id/id/home/tentangkami, diakses pada Kamis, 24 Februari 2023 pukul 07.40 WIB.

[4] Agam Ibnu Asa, Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara Dan Driyarkara, Jurnal Pendidikan Karakter Vol. 10 No. 2, 2019, hal. 252.

[5] Sania Amaliyah, Konsep Pendidikan Keluarga Menurut Ki Hadjar Dewantara, Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 5 No. 1, 2021, hal 1766-1770.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun