Mohon tunggu...
Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Saya hanya seorang penulis yang tidak terkenal.

Saya hanya pembaca yang baik dan penulis yang kurang baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelacur Gratisan

20 Maret 2016   21:49 Diperbarui: 20 Maret 2016   22:02 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak tidak menyangka ternyata benar kamu menjual diri, Nak. Bapak benar-benar kecewa. Kamu ini anak yang pandai, kenapa kamu bisa menggadaikan masa depanmu dengan cara seperti ini, Nak? Kamu tahu, peraturan di sekolah ini dengan jelas akan mengelurakan siswanya yang terjerat kasus pornografi dan narkoba, kan? Besuk kamu suruh orang tuamu datang ke sini, dengan berat hati Bapak harus memberi tahu mereka tentang semua ini."

"Tidak perlu repot-repot, Pak. Orang tua saya sudah tahu apa pekerjaan saya selama ini. Jadi percuma juga Bapak memberi tahu mereka. Lagipula, dengan uang hasil melacurkan diri inilah biaya sekolah bisa saya bayar."

Pak Zainal hanya terdiam, dia menghela napas panjang-panjang.

"Boleh saya bertanya, Pak?" Suara Tiara memecah keheningan. Kata-katanya yang terdengar tegas benar-benar telah mengusir jauh wajah berbalut ketakutan. Kali ini wajahnya penuh dengan ketenangan,

"Apakah melacurkan diri karena terdesak kemiskinan untuk membiayai sekolah demi mencapai cita-cita itu sesuatu yang teramat buruk? Saya pun tak ingin bekerja seperti ini, tapi keadaanlah yang memaksa."

"Tidak baik menyalahkan takdir, Nak. Bagaimanapun juga, Tuhan sudah melarang perzinaan. Bukankah melacurkan diri termasuk dalam zina? Masih banyak pekerjaan halal lainnya yang bisa kamu kerjakan, jadi jangan pernah kamu mengambing hitamkan kemiskinan keluargamu itu."

"Lalu bagaimana dengan mereka yang dengan sukarela menyerahkan keperawanan kepada pacarnya, Pak? Mereka yang dengan dalih suka sama suka, cinta sama cinta dan diberi sedikit bumbu-bumbu janji tak pasti dengan rela melepas kesucian, bahkan setelahnya berlanjut ke perzinaan yang berulang. Apakah mereka lebih baik dari saya?"

Ray dan Marwah terlihat kaget dengan apa yang disampaikan Tiara. Mereka berdua mulai salah tingkah. Pak Zainal tak kalah bingung dengan pertanyaan yang disampaikan Tiara.

"Kenapa Bapak diam? Demi Allah saya mendengar dengan telinga saya sendiri percakapan Marwah dan Ray. Bahwa keduanya juga sering melakukan zina. Apakah mereka tak lebih hina dari saya, Pak? Saya menjual diri dengan imbalan uang, dimana uang itu untuk biaya sekolah. Tapi mereka? Mereka beruntung terlahir dari keluarga yang kaya, tak perlu memikirkan biaya sekolah. Bukankah apa yang dilakukan Marwah juga tak jauh beda dengan pelacur? Pelacur gratisan tepatnya. Menyerahkan tubuh untuk orang yang dicintainya tanpa imbalan apapun! "

Pak Zainal masih saja diam. Apa yang dikatakan Tiara benar-benar membuat Beliau menjadi ciut nyalinya.

"Kenapa masih diam, Pak? Saya yakin banyak dari siswa di sini yang melakuan hal yang sama seperti apa yang dilakuakn Ray dan Marwah. Banyak pelacur gratisan di sini! Bapak punya anak perempuan, bukan? Semoga anan Bapak tidak menjadi pelacur gratisan seperti mereka."

Tanpa permisi Tiara keluar dari ruang kepala sekolah. Sejak saat itu pula dia resmi dikeluarkan.

Yogya, 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun