Tiara hanya terdiam. Mulutnya tiba-tiba kaku, tubuh gemetaran. Ribuan bahkan jutaan kekhawatiran melayang-layang di atas kepala. Wajahnyapun terlihat pucat pasi sekarang.
Di dalam ruang kepala sekolah, sudah menunggu Marwah, Ray dan Pak Zainal.
"Silahkan duduk, Nak."
Tiara duduk di kursi yang sudah disediakan. wajahnya benar-benar tidak bisa menyembunyikan ketakutan.
"Begini, Nak. Bapak dengar dari Ray dan Marwah bahwa selama ini kamu sudah melanggar peraturan di sekolah ini. Bahkan boleh dibilang apa yang kamu lakukan telah mencoreng nama sekolah, Nak."
Tiara hanya menundukkan kepala.
"Apa benar selama ini kamu bekerja sebagai penjaja tubuh, Nak?"
Pertanyaan itu menyambar-nyambar hati dan pikiran Tiara. Di depan matanya sudah terbuka lebar pintu untuk mendepaknya dari sekolah.
"Iya benar, Pak. Dia ini pelacur! Benarkan Ray? Saya dan Ray menjadi saksinya, Pak." Marwah memberikan penjelasan dengan nada yang penuh dendam.
"Kenapa diam, Nak? Apa benar apa yang diakatakan dua temanmu ini?"
Tiara hanya mengangguk perlahan. Suasana hening seketika. Hanya gemuruh yang terdengar menggebu di dada Tiara. Detak jantungnya semakin kencang.