Mohon tunggu...
Dhea Reyssent
Dhea Reyssent Mohon Tunggu... -

Biographical info is disable.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahanku

12 Juli 2015   20:33 Diperbarui: 12 Juli 2015   20:33 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sampai 5 menit, aku sampai di tempat tujuan. Aku turun dari taksi setelah membayar sang supir. Merapikan jasku, aku melangkah dengan pasti memasuki gedung apartment di hadapanku itu.

Ya, apartment. Gedung putih tua dengan 12 lantai, tempat pernikahanku akan berlangsung, adalah sebuah apartment. Sebuah apartment berukuran 4x6. Kecil? Ya. Lalu dimana para tamu undangan akan duduk? Tidak ada. Hanya ada kami berdua dalam prosesi pernikahan ini. Tidak ada tamu undangan sama sekali. Bukannya aku tidak mengundang siapapun, tapi bisa dibilang kalau kami 'kawin lari'.

Undangan sudah disebar sejak 2 minggu yang lalu. Semuanya sudah kusiapkan dengan rapi, dari gedung, undangan, gaun, sampai pembawa acara. Hanya saja, semua pihak keluarga membatalkan begitu saja rencana pernikahan kami karena suatu kondisi, tepat tiga hari yang lalu.

Dengan tegas aku tidak menyetujuinya.

Bisa dikatakan Anna memiliki pengaruh dalam hal pembatalan pernikahanku ini.

Aku kabur dengan calon istriku ke luar kota dengan membawa uang tabungan hasil kerjaku selama 4 tahun terakhir. Kemudian aku menyewa apartment mungil ini dengan rencana menikah dan hidup bahagia selama-lamanya.

Sekarang aku sudah tidak peduli lagi, apakah keluarga kami akan datang atau tidak. Itu sudah tidak penting lagi sekarang. Aku tidak bisa menuruti orang tuaku dengan membatalkan rencana yang sudah kubuat dari jauh-jauh hari. Komitmen dan janjiku untuk menikahinya di hari jadi kami yang ke 7 juga tak bisa kupatahkan begitu saja.

Tidak semudah itu…

Senyumnya adalah bahagiaku. Dan bahagianya adalah tanggung jawabku. Air matanya adalah dukaku. Dan dukanya adalah kegagalanku. Dan aku tidak boleh gagal.

Aku berjalan menuju lift. Sepi. Tidak ada siapa-siapa di dalam lift. Detak jantungku bertambah cepat dua kali lipat. Darah di dalam tubuhku berdesir kencang, membuat pipiku yang pucat memerah. Lantai 7, kamar nomor 703. Akhirnya aku sampai di depan kamarku. Membuka pintunya, aku melihat ke sekeliling. Ruangan ini masih tampak rapi, sama seperti sebelum aku meninggalkannya. Tanpa membuka sepatu pantofel putihku, aku melangkahkan kakiku ke dalam ruangan itu.

Aroma jasmine begitu pekat dalam apartment ini. Mungkin parfum yang digunakan oleh kekasihku itu. Cat putih yang melekat di dinding membuat ruangan ini terasa terang. Ruangan ini masih kosong, hanya ada cermin yang menggantung di dinding sebelah kiri, dan sebuah televisi di sisi seberangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun