Halo, ini post pertama saya yang berupa cerita fiksi dengan genre hurt. Selamat membaca :)
---
Aku sangat mencintainya. Seperti dia mencintaiku. Kami adalah pasangan abadi yang tak terpisahkan.
20 Mei 2012. Pagi terindah yang pernah kurasakan. Langit tercerah yang pernah kulihat. Aku melangkahkan kakiku keluar dari toko bunga yang tak kalah indah dengan indahnya pagi ini. Sebuket mawar merah sudah ada dalam genggamanku. Harum. Aku menciumnya lagi dan lagi, tak sabar ingin memberikan buket bunga ini kepada wanita yang paling kucintai di dunia ini―setelah wanita yang kupanggil Ibu tentunya.
Aku mengeluarkan sebuah kotak merah kecil dari saku jasku. Benda kecil bersinar terpampang ketika aku membuka kotak itu. Tersenyum, hanya itu respon yang bisa kuberikan ketika aku melihat namaku dan kekasihku terukir indah di sana. Aku benar-benar tak sabar untuk bertemu dengannya, dan melihat senyumnya.
Ketidaksabaran ini membuat gambaran wajahnya terus berkeliaran di kepalaku. Dia adalah seorang wanita berambut panjang dan keriting gantung dengan warna blonde yang kontras dengan rambut merahku. Kulitnya putih, sama denganku. Bola matanya yang seperti jade begitu mempesona bola mata onyx milikku. Wanita dengan sosok yang begitu sempurna di mataku.
Aku berjalan santai sambil menikmati indahnya matahari pagi. Sepanjang mata memandang, hanya bangunan tua yang terlihat di kanan kiri jalan ini. Warnanya yang pucat membawakan suasana yang klasik bagi kota ini. Anak-anak bermain riang di pinggir jalan, sementara orang tua saling bertukar cerita tentang kehidupannya―dan kehidupan orang lain. Benar-benar kota yang klasik.
Aku menatap arlojiku, pukul 8.43. Masih ada 17 menit sebelum acara pernikahanku dimulai, dan gedung putih tua dengan 12 lantai itu sudah menunggu sekitar 500 meter di depanku.
20 Mei 2012. Pagi terindah yang pernah kurasakan. Langit tercerah yang pernah kulihat. Sampai seorang wanita berambut cokelat menyentuh pundakku dengan bersemangat.
"Judas!" seru wanita yang datang dari masa lalu. "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu!"
"Ada apa, Anna?" tanyaku dengan wajah datar.