"Diam! Aku nggak akan pernah putusin kamu, Lyn! Ingat itu, baik-baik!"
"Hei, Bang lepasin! Kelakuan macam itu nggak pantas disebut laki-laki!" Arlan dan temannya menarik paksa tubuh Lexi agar menjauh dariku.
"Dasar perempuan nggak tahu terima kasih!" Lexi  mengumpat.
Arlan langsung menjadi tamengku sambil berkata, "Jauh-jauh Lo dari Arlyna!" hardik Arlan. Lexi masih bergeming sambil menatap tajam ke arahku.
"Pergi sana Bang! Apa Gua harus teriak dulu, biar lo dikeroyok warga, nih?" tanya temannya Arlan serupa ancaman pada Lexi.
Lexi pun pergi meninggalkan kami bertiga, tubuhku masih bergetar hebat hingga melorot ke bawah. Aku berjongkok dengan air mata terus saja keluar. Arlan mencoba menenangkan dan temannya pergi meninggalkan kami untuk membeli air minum.
Ternyata, Arlan dan temannya melihatku sejak dari tempat makan. Katanya, Arlan sudah memanggil-manggil namaku, tetapi tidak terdengar. Hingga akhirnya mereka mengikuti, walau pada awalnya tidak ada maksud untuk membuntutiku. Akan tetapi, setelah di pertigaan jalan menuju jalan kecil, mereka tidak sengaja melihat laki-laki mengekoriku dari belakang dengan gelagat mencurigakan.
***vvv***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H