Setelah membereskan segala urusan resign di pabrik, aku langsung mengurus berkas untuk melanjutkan kuliah.
Di bulan ke enam aku kuliah masih saja diganggu oleh telepon dan pesan singkat dari Lexi, bahkan ketika aku sedang di angkutan umum, ketika Lexi menelepon dia menuduhku selingkuh karena bisingnya suara sekitar.
"Halo, Arlyna kamu di mana? Aku lagi di Bandung, nih." Lexi meneleponku.
"Kamu, di Bandung? A-aku di kampus." Aku kaget dibuatnya.
Ketika aku sedang bersama teman-teman melewati halaman parkir kampus, Lexi langsung menarik tanganku. Cardigan hijau yang aku kenakan di bagian lengannya sampai menjulur menutupi punggung tangan.
"Aduh Lex... sakit tau! Apa-apaan, sih, kamu?" Aku dibuatnya malu.
"Ngapain kamu dekat-dekat cowok lain? Siapa dia?" Lexi masih memegang erat membuat pergelangan tanganku makin sakit.
"Lexi lepasin nggak? Norak, kamu!" Aku semakin mengerang kesakitan.
"Bang, dia cewek kesakitan, tuh. Lepasin!" Arlan membelaku sambil sedikit mendorong tubuh Lexi.
Tidak lama kemudian, Lexi mengendurkan cekalannya lalu pergi dengan mengacungkan jari telunjuk padaku karena situasinya sudah ramai dengan teman-teman Arlan dan juga satpam yang menengahi.
"Kamu nggak apa-apa? Siapa dia, Lyn?" Arlan menunjuk tangan yang sedari tadi kupegang.