Mohon tunggu...
Dhe Wie S
Dhe Wie S Mohon Tunggu... Penulis - Kang Baca Tulis

personal simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Namaku Maryam

7 September 2023   21:50 Diperbarui: 7 September 2023   21:54 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nggak Mah, kakak malu," jawabku. Bukan karena aku nggak mau buat Mama sedih, tapi memang aku takut jika untuk pakai celana pendek atau rok pendek saat keluar rumah. 

Mama tak pernah memaksaku, tak pernah sama sekali! Justru Mama pernah memintaku untuk membuka kerudung di saat kami bepergian dan cuaca panas. Aku pun hanya bilang. "Iya Ma, sebentar aja aku buka, ya! Biar sedikit seger, tapi nanti aku pakai lagi." Ucapku pada Mama. 

"Kakak, Mama mau tanya dong, kenapa sih, kakak sekarang lebih nyaman dan suka pakai--pakaian panjang?" tanya Mama. 

"Mungkin ... sudah terbiasa! Jadi nyaman dengan sendiri nya." Jawabku.

Barangkali memang segala sesuatu yang baik butuh proses dan perjuangan. Aku yang kini sudah duduk dibangku sekolah dasar kelas satu telah terbiasa dengan segala apa yang aku kenakan dan Mama ajarkan. Komentar yang tak biasa pun sudah tidak asing lagi ditelingaku yang akhirnya aku akan anggap angin lalu.

Semua yang kulakukan memang bukan tanpa alasan, kenapa sekarang lebih suka berpakaian lebih tertutup dengan seusiaku saat ini. Karena aku pernah melihat langsung, bagaimana anak seusiaku, terlihat lucu saat mengenakan pakaian minim, tapi tak sedikit orang dewasa, terlebih laki-laki memandang sangat lekat. Bahkan beberapa kali melihat mereka yang sedang bermain ayunan, diperhatikan oleh laki-laki setengah baya yang tak jauh duduk di depannya terus saja melihat bagian bawah rok saat anak itu tengah berayun ke atas.

Anak-anak seusiaku yang berpakaian tanpa lengan saat di keramaian dengan mudahnya dipegang sana-sini oleh orang dewasa, membuatku merasa takut.

Aku pun pernah di dekati oleh teman paman, dia berusaha menghampiri dan mencubit gemas pipiku. Padahal usiaku waktu itu genap enam tahun. Di saat itu aku langsung berlari masuk ke dalam kamar dan menangis. 

Biar saja orang bicara dan menganggap aku anak kecil yang dewasa sebelum waktunya, hanya karena melihat pakaianku, dan melihat aku diam saja tidak banyak bicara ketika di keramaian, hanya kalau di tanya aku baru bersuara. Asalkan aku nyaman. 

"Nak, Mama hanya berpikir sederhana, jika Kakak sedari kecil dibiarkan dan dibiasakan sekedarnya bukankah sampai besar kelak Kakak akan semakin nyaman bersikap tidak santun dan berpenampilan kurang sopan, yang akhirnya tumbuh kembang Kakak pun ya ... sekedarnya saja. Dan Mama nggak mau itu terjadi, sama anak cantiknya, Mama!" tutur lembut Mama kala itu. 

Aku pun mengangguk dan memeluk Mama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun