Delapan tahun aku tinggal di Bogor meninggalkan banyak jejak kehadiran Bapak di setiap sudut ruang, pohon jambu dan pohon mangga yang sudah berbuah menyisakan kenangan terindah. Buahnya yang telah kami nikmati dengan para tetangga. Bahkan, Bapak pun ternyata menanam juga pohon pisang di kebun kosong dekat masjid di sebelah rumahku. Semua yang Bapak tanam berbuah manis dengan kenangan yang teramat manis buatku.
Rumah kami akhirnya dikontrakan, dengan membuat perjanjian bahwa penghuni rumah akan merawat semua pohon-pohon yang Bapak tanam dan membagikannya pada tetangga jika berbuah. Aku pun beserta Mas Gani masih suka berkunjung guna memetik hasil tanam, jika sudah diberi kabar kalau pohon jambu, mangga atau pisang sedang berbuah lebat oleh penghuni kontrakan rumahku.
Empat tahun sudah Bapak pergi untuk selamanya karena takdir yang memanggilnya dengan cara melalui jatuh sakit, Beliau sempat di rawat inap dua Minggu di rumah sakit, akibat mengonsumsi makanan bersantan yang berlebihan dan ternyata saat itu, gula darah Bapak sedang tinggi. Hingga mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di kepala.
Kedatangan Bapak waktu itu saat menjemput Ibu dan membuatkan jemuran pakaian di rumahku menjadi kenangan terakhirku. Ternyata, Bapak pun sempat berswafoto dengan si Kembar, Dika dan Dion melalui ponsel Ibu. Semua terekam jelas di kepalaku. Bukti cinta dan sayangnya Bapak pada kami yang di tinggalkannya menjadikan kami tidak akan mampu melupakan segalanya sampai kapan pun.
"Bu, baiknya Ibu nggak usah lagi menjahit. Sudah waktunya Ibu bersantai. Biar Nisa sekarang yang jagain Ibu. Nisa, Mas Gani juga cucu-cucu Ibu akan tinggal di sini, di rumah tempatku dibesarkan dan kami akan selalu menemani Ibu."
"Iya, Nak. Ibu senang kalian ada di sini, berkumpul di rumah tua ini, walaupun kini, tanpa ada kehadiran Bapak lagi."
***End***