Berawal dari rasa cinta yang menggebu pada sosok laki-laki berpostur tubuh tinggi dengan kulit kecoklatan. Perempuan mana pun akan terpesona olehnya, keramah-tamahan yang dia punya juga perhatiannya padaku terasa begitu tulus, dan mampu membuat diriku jatuh pada pelukannya.
Dito Kasyavani orang pertama yang mengenalkan aku pada cinta. Saksi bisu-nya ada pada seragam putih abu-abu kala itu. Dia adalah seniorku di kelas Dua belas, sedangkan aku masih duduk di kelas sepuluh.
Bruukk!
"Duh, maaf ya, aku nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa?" Dito menabrakku di lorong kelas.
"Ah, iya nggak apa-apa, Kak. Maaf juga, aku yang terburu-buru," jawabku sambil membawa tumpukan lembar kerja siswa dari ruang guru.
Aku sudah kenal dia sejak pertama kali menginjakkan kaki di SMU Satya Kencana ini karena aku pernah di ospek olehnya. Anak jurusan IPA yang kata orang-orang menjadi idola para cewek-cewek, baik itu senior maupun junior. Keramahan juga senyum manisnya seolah-olah menjadi senjata ampuh dari seorang Dito.
"Kamu Sarah ya? aku Dito, sekali lagi maaf, ya?" tanyanya seraya mengulurkan tangan mengajakku berkenalan.
Hatiku berbunga karena Dito mengetahui namaku. Hanya anggukan kepala saja yang kuberikan padanya.
"Maaf kak, aku buru-buru." Aku pergi meninggalkan Dito yang sekilas masih bergeming di tempatnya.
Semenjak peristiwa itu, setiap jam istirahat, Dito sering menghampiriku, dia begitu cuek pada sekitar yang selalu memperhatikan gerak-geriknya saat di kantin, terutama anak perempuan seolah-olah begitu cemburu padaku.
Walaupun tidak setiap hari, Dito tak segan untuk mengajakku pulang bersama dengan berboncengan mengendarai sepeda motor.