Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Para Penggali Tulang

9 Januari 2019   16:43 Diperbarui: 9 Januari 2019   17:42 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Larut malam, mereka bekerja dalam keheningan (dok.pri).

Pecinta Keheningan
Malam semakin larut. Saat arloji menunjukkan pergantian hari, saya melirik ke kemah belakang. Nyala lampu kepala masih terang benderang menerangi jemari meraka yang sedang melihat dan memutar-mutar temuan. Setiap temuan haru didokumentasikan, dicatat, dan segera dipilah-pilah.

Larut malam, mereka bekerja dalam keheningan (dok.pri).
Larut malam, mereka bekerja dalam keheningan (dok.pri).
Tidak mudah mengidentifikasi setiap temuan. Bayangkan, sepotong tulang yang orang awam tidak paham itu tulang apa. Mereka bisa menebak ini tulang hewan ini dan tulang bagian ini berikut nama ilmiahnya. Gila, saya rasa mereka ini luar biasa. Baru tulang, sedangkan batuan beraneka macam mereka juga bisa mengidentifikasi, berikut juga batu tersebut sudah berubah komposisinya.

Satu lagi yang membuat saya tak habis pikir. Sebilah batu, bisa menceritakan batu ini dibuat untuk apa, ditemukan dimana, bagaimana membuatnya. Contoh saja, serpihan obsidian. batu ini dipakai sebagai pisau yang sangat-sangat tajam pada masa lalu.

Bahkan, konon ada yang mengatakan, serpih obsidian lebih tajam dari pisau bedah untuk operasi. Gila, saya kembali berguman. Dengan sebilah batu, para penggali tulang bisa bercerita sampai pagi.

3 minggu dengan para penggali tulang. (dok.pri)
3 minggu dengan para penggali tulang. (dok.pri)
3 minggu saya menahan diri agar tidak keluar dari barisan penggali tulang. Saya banyak belajar dari meraka arti kesabaran demi menguak masa lalu. Saya diajarkan berimajinasi liar dengan melihat setiap temuan. Saya belajar bagaimana mencari jawaban masa lalu, lewat repihan-repihan kotak hitam yang ditinggalkan nenek moyang. Mereka bisa bercerita banyak, saya hanya berkisah tentang mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun