Pecinta Keheningan
Malam semakin larut. Saat arloji menunjukkan pergantian hari, saya melirik ke kemah belakang. Nyala lampu kepala masih terang benderang menerangi jemari meraka yang sedang melihat dan memutar-mutar temuan. Setiap temuan haru didokumentasikan, dicatat, dan segera dipilah-pilah.
Larut malam, mereka bekerja dalam keheningan (dok.pri).
Tidak mudah mengidentifikasi setiap temuan. Bayangkan, sepotong tulang yang orang awam tidak paham itu tulang apa. Mereka bisa menebak ini tulang hewan ini dan tulang bagian ini berikut nama ilmiahnya. Gila, saya rasa mereka ini luar biasa. Baru tulang, sedangkan batuan beraneka macam mereka juga bisa mengidentifikasi, berikut juga batu tersebut sudah berubah komposisinya.
Satu lagi yang membuat saya tak habis pikir. Sebilah batu, bisa menceritakan batu ini dibuat untuk apa, ditemukan dimana, bagaimana membuatnya. Contoh saja, serpihan obsidian. batu ini dipakai sebagai pisau yang sangat-sangat tajam pada masa lalu.
Bahkan, konon ada yang mengatakan, serpih obsidian lebih tajam dari pisau bedah untuk operasi. Gila, saya kembali berguman. Dengan sebilah batu, para penggali tulang bisa bercerita sampai pagi.
3 minggu dengan para penggali tulang. (dok.pri)
3 minggu saya menahan diri agar tidak keluar dari barisan penggali tulang. Saya banyak belajar dari meraka arti kesabaran demi menguak masa lalu. Saya diajarkan berimajinasi liar dengan melihat setiap temuan. Saya belajar bagaimana mencari jawaban masa lalu, lewat repihan-repihan kotak hitam yang ditinggalkan nenek moyang. Mereka bisa bercerita banyak, saya hanya berkisah tentang mereka.
Lihat Humaniora Selengkapnya