Tidak salah mengapa banyak yang bermimpi bekerja di tambang, bagaimana pun caranya. Sebuah masa pasti akan berakhir, manakala tambang bisa di ukur dengan satuan waktu yakni tahun. Suatu saat tambang juga tutup, begitu juga karyawan akan kembali kerumah masing-masing. Mungkin karyawan ini sudah mempersiapkan segala sesuatunya jika suatu saat nanti tambang tutup. Ada yang mendirikan rumah produksi, membangung kost-kost-an, beternak burung, membuat rumah makan dan masih banyak lagi tabungan menjelang mereka pensiun atau dirumahkan.
[caption id="attachment_400888" align="alignnone" width="640" caption="Sesaat usai bercengkrama dengan anak-anak SMK 1 Maluk yang berada di lingkar tambang (dok.pri)."]
Pertanyaan selanjutnya bagaimana mereka yang selama ini masih merajut mimpi untuk bekerja di tambang. Apakah jika rajutan itu hampir menjadi sebuah kain utuh dan saat itu pula tambang tutup, alangkah sia-sianya penantian itu. Kata Singgih teman saya "ada negara dalam negara" manakala pendudukny ingin menjadi abdi negara di dalam sebuah negara. Inilah fakta betapa impian bekerja di tambang yang begitu menjajikan kehidupan menjadi pilihan utama.
Pak Burhan, sebagai salah satu staff PT.NNT bercerita kepada saya, bahwa memang demikian faktanya orang-orang di sini. Lewat salah satu program CSR-nya, perusahaan memberikan beasiswa penuh dari sekolah dasar, menengah, atas hingga perguruan tinggi berbagai tingkatan. Syaratnya hanya sederhana "jika lulus nanti, jangan kerja ditambang, kerjalah di daerahmu dan bangunlah". Terkesan sedikit kejam karena menutup gerbang mimpi mereka, namun itu adalah salah satu cara memindahkan asa mereka jika suatu saat tambang ini harus ditutup. Saat tambang sudah selesai, sudah ada tersedia lahan-lahan mimpi yang siap ditambang, salah satunya lewat pengembangan sumber daya manusia. "Jadi guru atau di Newmont" kembali saya bertanya "mau jadi guru di sekolahnya Newmont" jawabnya, masuk akal.