[caption id="attachment_400884" align="alignnone" width="640" caption="Sebuah haul truk sedang diderek mobil kusus karena tidak bisa beroprasi. Bagaimana jika suatu saat truk-truk raksasa ini tidak beroprasi lagi..? (dok.pri)."][/caption]
Sang surya sepertinya belum sempurna menampakan dirinya, namun pagi ini geliat di barat Sumbawa sudah terasa. Hilir mudik kendaraan buat mengantarkan mereka yang hendak berangkat kerja, sekolah, dan berbelanja meramaikan pagi itu. Tiba-tiba, pak Budi yang mengemudikan kendaran berhenti mendadak, "kita beli serabi dulu buat teman-teman" katanya sembari mematikan mesin mobil. "Serabi..?" dalam benak saya bertanya-tanya sebab, makanan ini familiar di Jawa Tengah, mengapa sampai Sumbawa?.
Dengan sigap pak Haji, begiti dia dipanggil menuangkan adonan tepung beras dalam wajan. Tungku pemanas berbahan bakar arang terlihat membara, seperti semangat pak Haji yang melayani pembeli. "Pesan 10 porsi pak Haji" kata pak budi "maaf sudah habis, hanya tinggal 6 porsi saja" jawabnya. "Ya sudah bungkus 4 porsi, yang 2 porsi makan di sini" pesan pak Budi. Sesaat sembari dia sibuk menungkan adonan, membalik serabi dan sesekali mengipasi bara api, dia berkisah tentang pekerjaannya sebagai penjual serabi.
[caption id="attachment_400885" align="alignnone" width="640" caption="Pak Haji dengan sigap menuang adonan serabi dalam wajan pemanas.(dok.pri)."]
Pagi-pagi biasanya sudah habis, bahkan sebelum jam 8 saya sudah kembali ke rumah. 100 porsi bisa dijual setiap paginya, dan siangnya dia bisa bekerja yang lain. "Memang tidak banyak penghasilan dari berjualan serabi, namun saya memiliki banyak pelanggan dan yang pasti jualan saya selalu habis" kata pak Haji. Sesaat sebelum berpisah saya sempat menanyakan "tidak ingin kerja di tambang pak..?" dia sesaat tersenyum "lebih mudah kerja jadi pagawai dari pada ditambang mas..".
Saya tidak mengerti apa maksud lebih mudah jadi pegawai daripada kerja di tambang. Imaji saya menerawang ke atas sebuah perbukitan di utara Maluk, Sumbawa Barat. Di sanalah terletak salah satu tambang tembaga dan emas milik PT. NNT beroprasi dan menjadi mimpi para penduduk untuk mengabdi menjadi pekerjanya. Bak 2 sisi mata uang yang tak bisa saling dipisahkan.
[caption id="attachment_400886" align="alignnone" width="640" caption="Potret pendidikan di Sumbawa, salah satu sekolah di kecamatan Maluk (dok.pri)."]
Saya teringat akan sebuah sinema karya Alinea films yang berjudul Serdadu Kumbang. Film ini mengangkat kisah kehidupan masyarakat Sumbawa yang terbelit masalah kemiskinan, keterbelakangan dan pendidikan. Munculah sosok guru dengan beragam karakter yang berusaha untuk mengubah nasib pendidikan di sana. Cita-cita anak-anak di sini seperti biasanya ingin menjadi dokter, polisi, guru bahkan mereka menggantungkan cita-citanya di pohon tertinggi di bukit Mantar. Potret pendidikan anak-anak Sumbawa yang digambarkan dengan apik oleh Ali Sihasale dan Nia Zulkarnaen.
Film hanyalah penggambaran dari kisah yang kadang dipoles agar menghibur, tetapi apakah benar faktanya demikian. Kesempatan emas saya berkunjung di salah satu sekolahan di area lingkar tambang PT.NNT. Sederhana saja pertanyaan saya "kalian mau tidak kerja di NewMont", serentak mereka menjawab "mau". "kalian tidak mau kerja menjadi pegawai di sini, atau wiraswasta..?", kembali saya bertanya pada mereka "enakan ditambang mas" salah satu mereka menjawab. Kerja di tambang bisa sedikit saya simpulkan yakni sebagai prestis/gengsi dan kehidupan yang terjamin.
[caption id="attachment_400887" align="alignnone" width="640" caption="Kerja di tambang bagi mereka adalah prestis dan jaminan kehidupan dibanding pekerjaan yang lainnya (dok.pri)."]
Dari obrolan singkat saya dengan beberapa pegawai PT.NNT, memang benar kerja di tambang adalah sebuah impian dibanding jadi PNS atau wiraswasta. Dilihat tingkat kesejahteraan, ibarat bukit dan lembah jika membandingkan orang tambang dengan pagawai pada umumnya. Pengakuan dari seorang pegawai tambang "kita sudah dapat gaji pokok yang cukub besar, ditambah bonus, tunjangan kesehatan, tunjangan biaya anak sekolah, yang pasti kita fokus pada pekerjaan tidak usah mikir yang lain, sebab semuar perusahaan yang tanggung". Fakta yang menarik, ada pagawai tambang yang hanya lulusan SD, SMP kini sudah menjadi juragan bus dan truk berkat kerja kerasnya.Bagaiamana dengan mereka yang menjadi PNS atau pegawai honorer, sudah pasti bisa diterka apa dan berapa besar yang dibayarkan negara.
Tidak salah mengapa banyak yang bermimpi bekerja di tambang, bagaimana pun caranya. Sebuah masa pasti akan berakhir, manakala tambang bisa di ukur dengan satuan waktu yakni tahun. Suatu saat tambang juga tutup, begitu juga karyawan akan kembali kerumah masing-masing. Mungkin karyawan ini sudah mempersiapkan segala sesuatunya jika suatu saat nanti tambang tutup. Ada yang mendirikan rumah produksi, membangung kost-kost-an, beternak burung, membuat rumah makan dan masih banyak lagi tabungan menjelang mereka pensiun atau dirumahkan.
[caption id="attachment_400888" align="alignnone" width="640" caption="Sesaat usai bercengkrama dengan anak-anak SMK 1 Maluk yang berada di lingkar tambang (dok.pri)."]
Pertanyaan selanjutnya bagaimana mereka yang selama ini masih merajut mimpi untuk bekerja di tambang. Apakah jika rajutan itu hampir menjadi sebuah kain utuh dan saat itu pula tambang tutup, alangkah sia-sianya penantian itu. Kata Singgih teman saya "ada negara dalam negara" manakala pendudukny ingin menjadi abdi negara di dalam sebuah negara. Inilah fakta betapa impian bekerja di tambang yang begitu menjajikan kehidupan menjadi pilihan utama.
Pak Burhan, sebagai salah satu staff PT.NNT bercerita kepada saya, bahwa memang demikian faktanya orang-orang di sini. Lewat salah satu program CSR-nya, perusahaan memberikan beasiswa penuh dari sekolah dasar, menengah, atas hingga perguruan tinggi berbagai tingkatan. Syaratnya hanya sederhana "jika lulus nanti, jangan kerja ditambang, kerjalah di daerahmu dan bangunlah". Terkesan sedikit kejam karena menutup gerbang mimpi mereka, namun itu adalah salah satu cara memindahkan asa mereka jika suatu saat tambang ini harus ditutup. Saat tambang sudah selesai, sudah ada tersedia lahan-lahan mimpi yang siap ditambang, salah satunya lewat pengembangan sumber daya manusia. "Jadi guru atau di Newmont" kembali saya bertanya "mau jadi guru di sekolahnya Newmont" jawabnya, masuk akal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H