Mohon tunggu...
J Wicaksono
J Wicaksono Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi Kesehatan ingin belajar menulis

Saya suka menulis dan membaca berbagai artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Komparatif Kekuatan Pertahanan Matra Laut dalam Menghadapi Ancaman Kedaulatan di Sekitar Laut Natuna Utara

31 Mei 2024   19:12 Diperbarui: 31 Mei 2024   19:46 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Olahan dari Global Fire Power (2024)

Meski demikian ketiga kapal (KRI Bontang -- 907, Kapal Survei Tiongkok dan Unsur CCG Tiongkok) tidak saling bersinggungan secara fisik hingga akhirnya pada bulan November 2021 kedua kapal milik pemerintah Tiongkok menjauhi ZEEI.

            Meski demikian pada beberapa kesempatan, kapal-kapal negara Tiongkok kerap bersinggungan dengan unsur KRI milik TNI AL yang melakukan patroli di Laut Natuna Utara. 17 Juni 2016, KRI Imam Bonjol -- 383 dengan CCG 3303 dan CCG 3501;[9] 30 Desember 2019, KRI Tjiptadi - 381 dengan CCG 4301.[10] 14 September 2020, KRI Imam Bonjol -- 383 dengan CCG 5204.[11] Apa yang dilakukan Tiongkok, ternyata juga dilakukan kapal negara lain (atas Laut Natuna Utara). 

Vietnam salah satunya, 29 April 2019 KRI Tjiptadi-381 menemukan upaya patroli ke wilayah ZEEI oleh kapal negara Viernam.[12] Apa yang dilakukan negara-negara dimaksud merupakan bentuk upaya negatif terhadap kedaulatan negeri kita. Karenanya, selain diplomasi (dengan Vietnam misalnya untuk menetapkan batas wilayah di perairan) tentunya TNI AL selaku kekuatan pertahanan utama negara di laut harus memiliki cukup kekuatan menghadapinya. Situasi ini masih ditambah keberadaan pangkalan aju di LCS yang dibangun Tiongkok pada beberapa pulau.

            Tahun 2022, Indo-Pasific Defense Forum melaporkan, bahwa reklamasi yang dilakukan Tiongkok pada beberapa pulau di wilayah LCS yang masuk kedalam klaim sepihak mereka telah mencapai 1.294 hektare (13 km) meliputi sekurangnya 3 buah pulau, masing-masing Mischief Reef, Subi Reef, dan Fiery Cross. 

Pada ketiga pulau ini, Tiongkok membangun gudang, hanggar, pelabuhan laut, landasan pacu, dan berbagai faslitas pendukung lain termasuk radar dengan kekuatan pengawasan yang luas. Indo-Pasific Defense Forum melaporkan hal ini berdasarkan pernyataan Laksamana John Aquilino yang kala itu menjadi Komandan Komando Indo-Pasifik Amerika.[13] Pada ketiga pulau ini disinyalir ada pasukan Tiongkok dengan jumlah minimal 5.000 personel.

            Tiongkok bahkan membangun Kota Sansha, di Pulau Woody sebagai mahkas komando dengan kekuatan militer yang cukup banyak disana.[14] Bahkan dalam peta terbaru, mereka (Tiongkok memasukan kota ini ke dalam bagian Provinsi Hainan). Bagi penduduk asli yang mendiami berbagai kepulauan di LCS, Tiongkok juga menyelenggarakan berbagai program kemanusiaan, salah satunya denganmengirim secara berkala kapal rumah sakit untuk melakukan upaya pengobatan. 

Pertengahan Oktober 2022, kapal rumah sakit Youhao, mengunjungai sekurangnya 13 pulau untuk melakukan layanan medis bagi lebih dari 5.000 warga asli. Hal ini dilaporkan CGTN, cabang global jaringan televisi pemerintah CCTV.[15] Upaya strategis ini tentu membuat Tiongkok saat ini mendapat simpati penduduk asli yang mendiami berbagai pulau kecil di LCS, meski secara yuridiksi Tiongkok telah dinilai tidak memiliki dasar terhadap klaim yang mereka lakukan di LCS.

Pangkalan Tiongkok di Mischief Reef Sumber : Koran Sulindo (2018)
Pangkalan Tiongkok di Mischief Reef Sumber : Koran Sulindo (2018)

            Tentang pangkalan militer yang dibangun, merupakan sebuah pangkalan militer lengkap yang mampu disandari kapal-kapal besar hingga kapal induk Bahkan di Mischief reef Nampak beberapa bangunan mirip silo, tempat menyimpan rudal balistik yang biasanya berhulu ledak nuklir (gambar 2. lihat pojok kiri atas). Hal ini membuat Tiongkok memiliki kedudukan yang kuat dan siap melakukan proyeksi cepat di berbagai wilayah LCS  apabila mereka menemukan upaya penerobosan wilayah kedaulatan (versi mereka -- Tiongkok).

            Selain ancaman dari Tiongkok, secara garis besar ada beberapa negara yang melakukan klaim sepihak di LCS yang menyebabkan tumpang tindih kedaulatan disana. Negara-negara ini antara lain Tiongkok, Filipina, Malaysia serta Brunei Darussalam. Selain keempatnya, ada satu pihak lain yang melakukan klaim, yakni Taiwan. Namun sejauh ini pemerintah Indonesia belum mengakui keberadaan Taiwan sebagai sebuah negara.[16] 

Disamping keempat negara tadi, Filipina menjadi salah satu yang terdepan secara aktif memperjuangkan kedaulatan. Selain memenangkan sengketa atas Klaim Tiongkok di Pengadilan Arbitrase Internasional,[17] Filipina juga menggandeng Amerika Serikat (selanjutnya disebut Amerika saja) untuk turut menjaga stabilitas keamanan di wilayah perairan mereka. Tahun 2023 Filipina dan Amerika melakukan pembaruan kerjasama pertahanan yang ditingkatkan. Kerjasama ini dikenal dengan nama ECDA - Enhanced Defense Cooperation Agreement). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun