Mohon tunggu...
Dhamar Fernanda
Dhamar Fernanda Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Mari kita berdiskusi tentang sejumlah isu Mahasiswa Semester Akhir

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden dalam Perspektif Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif

10 Februari 2019   16:50 Diperbarui: 10 Februari 2019   17:21 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2019 adalah tahun penuh dinamika politik, segala tindak tanduk elite politik banyak disorot oleh media massa. Yang sifatnya sensasi tapi minim substansi. Sebut saja lomba baca Alquran lah, pidato bahasa inggris, sontoloyo, tampang boyolali belakangan menghiasi headline media mainstream. 

Padahal saya sebagai penulis yang notabene masyarakat awam dan belum terjun ke dunia politik membutuhkan lebih dari sekedar sensasi seperti itu. Namun uniknya kebanyakan masyarakat dan juga media justru lebih menyukai sensasi yang ditunjukan oleh tim kampanye kedua paslon. 

Entah kenapa ada rentang waktu kosong 5 bulan dari Agustus 2018 hingga Januari 2019 yang tidak dipakai oleh kedua paslon dan tim untuk menggagas permainan menjadi lebih substantif ketimbang asyik dengan sensasi yang dilakukan dan parahnya itu pasti disorot  media mainstream. 

Padahal masyarakat butuh tau siapa sebetulnya sosok kedua pasangan calon ini, bagaimana isi jalan pikirannya, bagaimana visi dan misi nya dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan yang kadung terlalu banyak di negeri ini. 

Kesimpulannya adalah kita belum tau secara telanjang siapa mereka sebenarnya. jangan lupa proses Pemilu 2019 ini menghabiskan anggaran yang tidak sedikit, hampir mencapai Rp24,9 Triliun. 

Tentu uang sebesar ini akan terlihat mubazir apabila rakyat tidak diberikan kesempatan untuk 'menelanjangi isi opikiran kedua paslon. Dan uang ini terlalu mahal apabila hanya  sensasi yang rakyat terima. 

Okelah, mari kita kembali ke topik. Anggap saja yang barusan adalah curhatan atas kegundahan hati melihat akrobat-akrobat politik yang mencedarai kecerdasan bangsa. hehehehe

Indonesia mengenal sistem Trias Politica dalam bentuk pemerintahannya. Presiden selaku pimpinan negara mewakili lembaga eksekutif. Kekuatan presiden ini sangatlah besar. 

Di eksekutif, Presiden beserta kabinet mengelola APBN senilai hampir Rp 2.500 Trilliun. Dengan segala kebijakannya, presiden bebas mengatur uang ini untuk dibelanjakan demi kepentingan rakyat banyak. 

Presiden juga mampu mereshuffle struktur dari kabinetnya jika dirasa ada yang kurang sreg dengan programnya dalam menjalankan kekuasaan. Itu adalah sebagian kecil power yang dimiliki presiden dalam eksekutif. Bagaimana dengan legislatif? ya memang presiden bukan berada di lembaga legislatif selaku perancang undang-undang.

Namun, Presiden memilik hak istimewa di mana Presiden mampu membuat undang-undang hanya dalam semalam! biasa disebut PERPPU (peraturan pemerintah penganti undang-undang), presiden hanya tinggal memanggil mensekneg selaku sekretaris negara untuk membuat undang-undang yang dirasa perlu meskipun itu di tengah malam sekalipun. Dan esok harinya terbit menjadi PERPPU. dan itu sudah menjadi undang -undang meskipun beberapa waktu kemudian harus dengan persetujuan DPR selaku legislatif. 

Namun, untuk menggoalkan PERPPU tidaklah sulit, karena banyak sekali saat ini anggota DPR yang satu suara dengan pemerintah. Padahal esensi dari DPR adalah mengawasi dan kritis terhadap jalannya pemerintahan. 

Perppu juga bisa dibilang langkah politik paling mujarab yang bisa dilakukan oleh presiden untuk menghadang musuh politiknya selain tentu dengan dalih untuk menenangkan negara dari situasi yang tidak kondusif.

Tidak hanya di Eksekutif dan Legislatif, kekuasaan presiden di lembaga Yudikatif masih sangat kuat. Presiden sebagai simbol negara wajib memastikan bahwa penegakan hukum di indonesia berjalan dengan baik, yang tidak boleh itu  intervensi keputusan hukum, yang salah jadi benar dan sebaliknya. 

Tidak cukup sampai situ, Presiden juga punya hak istimewa dimana Presiden mampu memberikan Grasi atau Amnesti kepada para terpidana kriminal berat. Grasi ini semacam pengampunan yang diberikan presiden dan dilindungi undang-undang. 

Jadi presiden mampu mengampuni terdakwa selama dia berkehendak. Bayangkan betapa besarnya power yang dimiliki seorang presiden yang dilindungi oleh konstitusi. 

Oleh karena itu seorang presiden harus mempunyai jalan pikiran yang sama besarnya dengan power yang diberikan. Jika Presiden itu tidak mampu mempunyai jalan pikiran, habislah negara kita ditekan sana sini sehingga kebijakan-kebijakan presiden malah justru tidak berpihak kepada rakyat.

Kesimpulannya adalah, kita sebagai warga negara yang baik tidaklah boleh golput. karena kontestasi politik 5 tahunan ini akan berpengaruh kepada jalannnya negara 5 tahun kedepan. Bijaklah dalam memilih dan pahami jalan pikiran mereka. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun