Mohon tunggu...
Dina Febiyanti
Dina Febiyanti Mohon Tunggu... Konsultan - Antropolog - penulis

coffee, susu, indomie, memasak, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Roman

Merdeka Untukmu Biru Laut Wibisana: Pada Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori

17 Agustus 2024   18:00 Diperbarui: 27 November 2024   10:55 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut biru, saat ini tanah air mu  sudah mengenal teknologi yang canggih dan mutakhir, tokoh yang kau agung kan pak Pramoedya Ananta Toer, kini sudah banyak dikenal oleh masyarakat sipil lewat karya  bumi manusia,  yang sudah dikemas begitu magis  lewat karya visual. Laut biru engkau kini menjadi salah satu tokoh yang tak kasat mata yang aku  kagumi dalam perjuangan pergerakan Indonesia . Melalui engkau lah, aku dan mungkin para pembaca novel Laut bercerita lainnya merasakan perih dan beratnya perjuangan mu. Mengenyam pendidikan tidak hanya membentuk dan menempah kita sebagai seorang pribadi yang berilmu pengetahuan, namun menjadikan pribadi yang memiliki sikap dan jiwa nasionalisme, baik itu dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.

Laut biru, saat ini negri kita sudah banyak mengalami revolusi dari waktu ke waktu, hak untuk menyampaikan pendapat sudah begitu bebas saat ini, HAM juga begitu gencar sudah di suarakan, andaikan engkau masih berada di zaman digital ini, niscaya engkau berhak menuntut hak asasi manusia mu atas penyiksaan yang begitu keji dilakukan oleh tentara-tentara itu. Walaupun keadilan dan perjuangan kemerdekaan sudah sampai pada hari ini, namun masih banyak persoalan di negri ini. Rakyat masih  belum merasakan kemerdekaan yang mutlak. Entah itu mereka masyarakat adat yang sampai hari ini masih memperjuangkan hak atas tanah dan tempat tinggal mereka, orang hutan yang tempat tinggalnya dirampas oleh pejabat-pejabat negri ini, yang konon katanya mereka membabat hutan lahan  tempat tinggal mereka hanya untuk keperluan sepihak . Iming- iming membawa impact  untuk membangun taraf perekonomian Negara yang makmur.  Nyata nya tujuan itu tetap menjadikan mereka yang tinggal di wilayah tersebut masih miskin, sumber daya alam yang kaya tersebut di rampas sepihak.

Laut Biru, andaikan engkau hadir disini mungkin aku akan turut ikut dengan mu melakukan pergerakan tanam jagung bagi para petani dan rakyat sipil yang tanahnya di rampas, di rebut tanpa mendapat keadilan. Laut biru, Negri kita sudah merdeka namun aku masih merasakan kegelapan dimana –mana .

Ada banyak pertanyaan yang sering terlintas di dalam pikiran ku, apa sebenarnya yang terjadi pada tahun 1965 dan pasca orde baru ? aku masih ingat betul bagaimana buku dan dan sejarah mencatat bahwa pada masa peralihan presiden soeharto, ada banyak aktivis yang hilang entah kemana hutan rimbanya.  Dan sampai hari ini belum menemukan titik terangnya dimana, masih gelap gulita tanpa ada titik terang. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana gelapnya jalan yang kalian lalui mas laut dan kawan-kawan. Aku pernah berpikir sebenarnya siapa musuh terbesar para pemimpin dan penguasa yang diktator, otoriter, dan represif itu ? apakah musuh meraka adalah sipemilik lahan, apakah orang- orang yang sudah mengenyam pendidikan hingga ke negri Belanda, ataukah para keturunan raja berdarah biru ningrat itu ?

Laut, saat ini hanya ada aku dan pemikiran ku sendiri yang dapat mejawab akan gelapnya hal itu. Aku  bukan takut pada gelap, karena sejatinya gelap adalah bagian dari kehidupan kita sehari- hari. Musuh para diktator itu adalah otak, akal, dan pemikiran manusia. Manusia yang merdeka ! Ya itulah musuh mereka.  Aku ingat bagaimana sejarah menulis peristiwa pak pram di asingkan di Pulau  Buru, di dalam penjara yang begitu gelap, namun tidak dengan akal pemikirannya. Di dalam jeruji besi itu pemikirannya tetap hidup dan terang benderang hingga melahirkan karya “bumi manusia”, begitu pula dengan Soekarno yang melahirkan karya ”Indonesia menggugat”  ketika ia sedang berada di dalam jeruji besi. Bukan kekuasaan, harta, dan tahta yang mereka takuti namun akal dan pemikiran. Maka cara satu-satunya melenyapkan orang seperti mereka adalah dengan pemikiran yang kritis, dengan begitu  mereka dapat lenyap dari bumi ibu pertiwi ini. Begitu jugalah dengan engkau Laut biru dan kawan kawan mu yang lenyap entah dimana keberadaanya. Kalian hebat, kalian terus melakukan perlawanan untuk tidak di tindas dan di jajah, walau kalah di medan tempur. 

Mas laut, aku ingin mengucapkan banyak terimakasih atas segala perjuangan dan sikap nasionalisme mu yang berapi-api, menyadarkan ku tentang orang-orang disekeliling ku yang sebenarnya  masih banyak terjajah dan  jauh dari kata merdeka, dan naasnya mereka masih tertindas. Perempuan-perempuan yang masih terjebak di dalam  budaya patriarki yang menyebabkan mereka harus menjadi budak para lelaki bajingan, buruh-buruh yang diberi upah tidak setimpal, dan masyarakat adat suku pedalaman yang lahannya di gusur paksa. Laut aku tau perjuangan mu mungkin tidak setara dengan ku, engkau begitu banyak melewati penyiksaan yang keji, andai kau tau bahwa kau telah berhasil mengobati yang tidak seimbang di dunia ini.

Laut yang kini hidup di dalam perut laut,di hari yang merdeka ini, tetap lah hidup bersama laut yang biru, tetap lah merdeka, aku menulis seonggok tulisan ini dengan perasaan penuh harap, penuh penyangkalan, dan penuh mimpi kosong seraya melantunkan lagu Lost stars dari Adam Lavine.

Searching for meaning

But are we all lost stars

Trying  to light up the dark ?

Who are we ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun