Mohon tunggu...
Dina Febiyanti
Dina Febiyanti Mohon Tunggu... Konsultan - Antropolog - penulis

coffee, susu, indomie, memasak, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Roman

Merdeka Untukmu Biru Laut Wibisana: Pada Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori

17 Agustus 2024   18:00 Diperbarui: 17 Agustus 2024   23:37 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut biru, saat ini negri kita sudah banyak mengalami revolusi dari waktu kewaktu, hak untuk menyampaikan pendapat sudah begitu bebas saat ini, HAM juga begitu getol sudah di suarakan, andaikan engkau masih berada di zaman digital ini, niscaya engkau berhak menuntut hak asasi manusia atas penyiksaan yang begitu keji dilakukan oleh tentara-tentara pada masa itu. Walaupun keadilan dan perjuangan kemerdekaan sudah sampai pada saat ini, namun masih ada banyak persoalan di negri ini yang dimana tidak semua rakyat merasakan kemerdekaan. Entah itu mereka masyarakat adat yang sampai hari ini masih memperjuangkan hak atas tanah dan tempat tinggal mereka, orang hutan yang tempat tinggalnya dirampas oleh pejabat-pejabat negri ini, yang konon katanya membabat lahan hutan tersebut bertujuan untuk melakukan pembangunan  Negara yang berdampak  memajukan perekonomian Negara. Nyata nya tujuan itu tetap menjadikan mereka yang tinggal di wilayah tersebut masih miskin, sumber daya alam yang kaya tersebut di rampas sepihak.

Biru Laut, andaikan engkau hadir disini mungkin aku akan turut ikut dengan mu melakukan pergerakan tanam jagung bagi para petani dan rakyat sipil yang tanahnya di rampas, di rebut tanpa mendapat keadilan. Laut biru, negri ku sudah merdeka namun aku masih merasa banyak kegelapan dimana –mana .

Setiap hari, ada banyak pertanyaan yang sering terlintas di dalam pikiran ku, apa sebenarnya yang terjadi pada tahun 1965 dan pasca orde baru ? aku masih ingat betul pada masa peralihan presiden soeharto, ada banyak aktivis yang hilang entah kemana hutan rimbanya, yang hingga hari ini belum menemukan titik terangnya dimana, masih gelap tanpa ada titik terang. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana gelapnya jalan yang kalian lalui mas laut dan kawan-kawan. Aku pernah berpikir sebenarnya siapa musuh terbesar para pemimpin dan penguasa yang diktator, otoriter, dan represif itu ? apakah musuh meraka adalah sipemilik lahan, apakah orang- orang yang sudah mengenyam pendidikan hingga ke negri Belanda, ataukah para raja berdarah biru ningrat itu ?

Laut, saat ini hanya aku dan pemikiran ku sendiri yang dapat mejawab akan gelap nya hal itu. Aku  bukan takut pada gelap, karena sejatinya gelap adalah bagian dari kehidupan kita sehari- hari. Musuh para diktator itu adalah otak, akal, dan pemikiran manusia, laut. Manusia yang merdeka ! Aku ingat bagaimana sejarah menulis peristiwa pak pram di asingkan di Pulau  Buru, di dalam penjara yang begitu gelap, namun tidak dengan akal pemikirannya. Di dalam jeruji besi itu pemikirannya tetap hidup dan terang benderang hingga melahirkan karya “bumi manusia”, begitu pula dengan Soekarno yang melahirkan karya ”Indonesia menggugat”  ketika ia sedang berada di dalam jeruji besi. Bukan kekuasaan, harta, dan tahta yang mereka takuti namun akal dan pemikiran. Maka cara satu-satunya melenyapkan orang yang kritis, merdeka pemikirannya, melawan  ketika di jajah dan di tindas adalah dengan membungkam dan melenyapkan mereka dari bumi ibu pertiwi ini. Begitu jugalah dengan engkau Laut biru dan kawan kawan mu yang lenyap entah dimana keberadaanya.

Mas laut, aku ingin mengucapkan banyak terimakasih atas segala perjuangan dan sikap nasionalisme mu yang berapi-api, menyadarkan ku tentang orang-orang disekeliling ku yang sebenarnya  masih banyak terjajah dan  jauh dari kata merdeka, dan mereka tertindas. Perempuan-perempuan yang masih terjebak di dalam  budaya patriarki yang menyebabkan mereka harus menjadi budak para lelaki bajingan, buruh-buruh yang diberi upah tidak setimpal, dan masyarakat adat suku pedalaman yang lahannya di gusur paksa. Laut aku tau perjuangan mu mungkin tidak setara dengan ku, engkau begitu banyak melewati penyiksaan yang keji, andai kau tau bahwa kau telah berhasil mengobati yang tidak seimbang di dunia ini.

Laut yang kini hidup di dalam perut laut,di hari yang merdeka ini, tetap lah hidup bersama laut yang biru, tetap lah merdeka, aku menulis seonggok tulisan ini dengan perasaan penuh harap, penuh penyangkalan, dan penuh mimpi kosong seraya melantunkan lagu Lost stars dari Adam Lavine.

Searching for meaning

But are we al lost stars

Trying  to light up the dark ?

Who are we ?

Just a speck of dust within the galaxy 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun