menjadi Ketua Gabungan Komando Pertahanan divisi - divisi V, VI, VI TRI Jawa Timur. Setelah Perjanjian Renville 17 Januari 1948 di Jawa Timur diadakan konsolidasi pasukan. Sungkono diturunkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel. la menghadap Panglima Besar Jenderal Sudirman, yang sama - sama berasal dari Kabupaten Purbalingga. Disarankan oleh Soedirman, untuk menerima dan tetap menunjukan ketaatan dan kepatriotannya. Tanggal 24 Desember 1949, a kembali ke Surabaya sebagai pemenang. Komandan
Divisi A Belanda Mayor Jenderal Baay secara resmi menyerahkan kota Surabaya kepada Panglima Divisi I Brawijaya Kolonel Sungkono. Menjelang pemulihan kedaulatan, mempelopori pembubaran Negara Jawa Timur dan Madura bentukan Belanda, untuk masuk ke Negara kesatuan RI. Tanggal 22 Pebruari 1950, Markas Divisi I dipindahkan dari Nganjuk ke Surabaya.
Tanggal 16 Juni 1950, Sungkono alih tugas ke Jakarta dan pangkatnya naik menjadi Brigadir Jenderal. Dalam tahun 1958 diangkat menjadi Inspektur Jenderal Pengawasan Umum Angkatan Darat. Pangkatnya naik lagi menjadi Mayor Jenderal. Jabatan terakhir sampai ia memasuki masa pensiun tahun 1968 adalah penasehat Menteri/Pangad.
Pada Jumat sore 9 November, di Jalan Pregolan No 4, Soengkono yang saat itu masih kolonel, dengan suara bulat dia terpilih sebagai Panglima Angkatan Pertahanan Surabaya. Kemudian menyatakan bersedia berjuang untuk Surabaya, meski seorang diri.
Pidatonya di hadapan ribuan arek Surabaya muda dan anak buahnya di Unit 66 menjadi sangat penting ketika Sungkono mengatakan
“Saudara-saudara, saya ingin mempertahankan Kota Surabaya… Surabaya tidak bisa kita lepaskan dari bahaya ini. Kalau saudara-saudara mau meninggalkan kota, saya juga tidak menahan; tapi saya akan mempertahankan kota sendiri…”
Dari semua pemaparan di atas dapat kita lihat betapa hebatanya perjuangan tokok Mayjen Sungkono.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H