Dengan kata lain, si kaya semakin bersyukur dan si miskin diharapkan bersabar dan terus berusaha. Bukankah si kaya dan miskin diciptakan agar tetap saling dibutuhkan dan melengkapi?
Asal tahu saja, pernikahan si kaya-si miskin bisa baik-baik saja, apabila keduanya harus melepaskan ego pribadi masing-masing; mengalah istilahnya.Â
Dan sebaliknya, pikiran dan keinginan harus sejalan bersama dan menerimanya dengan rela. Bukankah itu lebih membahagiakan?
***
Sekali lagi, perkawinan kaya-miskin itu opsional, lho. Kalau memaksakan nikah beda status tapi tidak cinta dan tidak didukung juga, ya buat apa?
Jadi, menikahlah dengan pilihan hati yang berbudi baik dan saling mencintai, terlepas dari kesamaan ekonominya. Mudah-mudahan, bisa bahagia, kok. Soal rezeki? Tuhan akan mencukupinya selama mau berusaha dan berdoa.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H