Jujur, sebenarnya saya enggan membahas hal-hal agamis. Tapi, melihat pengakuan putra bungsu Ahmad Dhani, Dul Jaelani, membuatku tergerak untuk (juga) memberikan kesaksianku.
Tepatnya, awal Febuari ini, Dul sempat menjadi atheis sampai peristiwa kecelakaan menimpanya pada tahun 2013. Setelah dilarikan ke rumah sakit, dia menyadari bahwa Tuhan itu benar-benar ada.
Yah, mungkin diriku juga sama. Sempat berpikir juga "apa saya nggak usah beragama saja ya?". Namun, membaca komentar dari situs tanya jawab, membuatku tidak nyaman dan memutuskan untuk tetap memeluk agama yang saya yakini. Diriku ingat Mama, dan kalau tidak seiman di hari akhir, pasti tak bisa berjumpa lagi. Sedih.
Bener sih, sakit banget kalau melihat atau hal-hal tentang atheis, sampai nyari datanya saja nggak berani. Mungkin, orang yang bertumbuh di atas ketidakpercayaan pada Tuhan jumlahnya terus bertambah tinggi, sayangnya tak terdeteksi karena sebagai negara Pancasila, penduduknya harus mencantumkan agamanya, 'kan?
Ah ya, diriku teringat, akan kesaksianku tentang pengalaman spiritual yang saya alami, yang pernah kutulis dua tahun lalu. Cuma, ya sebatas konsumsi pribadi, belum berani ditampilkan ke khalayak. Atau, kejadian itu juga dimuat di majalah lokal yang sebenarnya sudah lamaaa sekali.
Hmmm, apa ini sudah saatnya untuk kubagikan, ya?
***
Seharusnya hidupku sudah berhenti total di dunia sejak remaja (dengan kata lain, nama Nahariyha Dewiwiddie nggak mungkin ada di Kompasiana, 'kan?). Tapi nyatanya, Tuhan masih memberiku hidup dan kesempatan untuk terus menulis, sampai sekarang.
Ternyata, ada satu rahasia yang membuat Tuhan menyelamatkanku waktu itu, yang harusnya ditabrak kendaraan yang memungkinkan ragaku hancur seketika. Keajaiban untuk berbagi, atau dalam keyakinanku disebut infaq dan sedekah.
Ceritanya begini, waktu pulang sekolah, saya mampir di sebuah toko,lalu pulangnya, saya menyisihkan uang jajanku untuk dimasukkan ke kotak amal. Saat hendak melangkahkan kaki untuk menyebrang, tiba-tiba ada "kekuatan tak terlihat" yang menarikku ke belakang, karena mobil box yang melesat dengan kencangnya, yah seperti roket gitu.
Aneh bin ajaib, bukan? Bohong kalau diriku hanya ngarang!
Waktu saya merenungkannya, diriku bersyukur, bahwa Tuhan itu baik sekali, dan merasakan kuasa-Nya yang tak bisa dikendalikan oleh siapa pun juga.
Mengingat peristiwa tersebut, rasanya saya pengen nangis. Lebay? Ya nggak lah!
Mungkin di hidup kalian, juga merasakan hal yang sama. Merasa tak berdaya dan ketakutan menghadapi gempa bumi di tempat kalian berada, atau kedatangan air bah yang tak disangka-sangka (semoga tidak terjadi lagi, aamiin!)
Lalu,setelah kejadian tersebut, tersadarlah bahwa manusia memang lemah. Melawan gempa saja tidak mampu. Ini membuktikan, bahwa memang ada kekuatan adikuasa yang melebihi diri mereka sendiri, ya tentu saja mencerminkan bahwa Tuhan itu ada!
Lewat kejadian ini, ada yang langsung diwafatkan saat itu juga, ada yang dikehendaki untuk selamat. Istilahnya, hidup kedua. Hmmm, malah jadi ingat tayangan yang disiarkan salah satu teve swasta hampir sepuluh tahun lalu!
Mereka itulah yang selamat dari bencana, bahkan sampai harus bertahan hidup di atas air yang berpegangan kayu, dan di bawah reruntuhan sampai berjam-jam lamanya.
Ya, itulah mukjizat. Apa yang dikehendaki-Nya untuk hidup, ya tetaplah hidup!
Oh ya, ada lagi. Kalau nggak salah, diriku pernah mendengar kisah ilmuwan yang membuat telur tiruan. Waktu menetaskannya saja, beliau nggak bisa. Yah, wajar saja sih, dia 'kan bukan "Pencipta yang asli!"
Diriku pun berpikir sama: Menciptakan pohon mangga depan rumah saja tidak bisa, apalagi membuat pohon-pohon yang ada di seluruh dunia?
Lalu, gak mungkin 'kan bisa menggeser matahari yang ditutupi oleh bulan saat gerhana?
Beribadah dan Beragamalah, Cara Dirimu Membalas Kebaikan-Nya
Setelah diriku merenungkan kejadian itu, saya pun berpikir, ingin sekali membalas kebaikan yang diberikan Tuhan kepadaku. Dan, saya pun akhirnya tahu caranya bagaimana; beribadahlah yang baik dan beragama yang benar!
Kalian pun juga sama 'kan? Lebih baik kalau kalian kembali beragama, apalagi setelah mengalami kejadian yang dipenuhi mukjizat yang luar biasa. Karena hidup ini disuguhi pemberian Tuhan yang tak terhingga; bisa makan enak tiga kali sehari, punya fisik yang tak ada kurangnya, dan diberi helaan napas lewat udara segar secara gratis!
Itu semua bisa dibalas dengan menyembah-Nya secara sungguh-sungguh, sesuai dengan keyakinan yang kalian pegang erat-erat.
Nah, alangkah lebih baiknya kalau kita mengenal Tuhan yang diyakini beserta sifat-sifat yang mencerminkan kebesaran-Nya, ya biar terasa nyambung saat beribadah, bukan?
Terutama, saat kita berdoa, kita meyakini dalam hati, bahwa hanya Dia yang sanggup mengubah nasib atau memberikan sesuatu, karena sifat-Nya yang Maha Kuasa, dengan harapan, permintaan kalian dikabulkan-Nya.
Namun, bukan berarti ajaran agama diabaikan, ya. Selami dan terapkan dalam hidup kalian. Ajaran agama itu, bukan berisi hal yang manis-manis, lho. Yang pahit juga ada, misalnya berbuat jujur. Apalagi di zaman ketika hoaks atau kabar bohong semakin menggunung. Atau, korupsi yang membuat kalian mengiris hati.
Dan, intinya ajaran agama itu memberi pesan kedamaian dan kebaikan, melalui berbuat baik kepada sesama dan makhluk Tuhan lainnya termasuk lingkungan. Tuhan saja begitu baik, masa' kita nggak meladani-Nya juga?
Belum lagi ada kabar baik bila kalian beragama dan mengajukan pinta pada-Nya. Dalam buku The Introvert Advantage---merujuk dari buku The Biology of Success, Dr Bob Arnot, dalam penelitiannya terhadap 300 jurnal ilmiah, Institut Penelitian Kesehatan Nasional AS, menyatakan 75% kegiatan beragama dan berdoa, berdampak positif bagi kesehatan.
Hmmm, ditambah lagi dengan riset dan penelitian tentang berdoa yang datang kemudian dan menguatkan apa yang diteliti pada masa silam, yang bisa dinikmati penduduk masa kini. Kalian bisa googling juga, kok.
Nah, daripada terombang-ambing pada keraguan dan ketidakpercayaan pada-Nya, Â yuk kembali pada keyakinan dan religiusitas seperti yang dilakukan nenek moyang kita!
Ya, semua ini demi mengingat diri sendiri juga, karena saya belum sebaik orang lain yang lebih religius. Tapi, harus berusaha menggapainya, agar hidup makin bermakna!
Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H