Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Flow", Ketika Menulis Terasa Begitu Mengalir

25 Desember 2017   21:37 Diperbarui: 27 Desember 2017   09:50 2134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: CareerAddict

***

Lantas, apa yang terjadi, ketika seseorang---termasuk penulis mengalami flow?

Pertama-tama, agar bisa terlibat dalam aktivitas, seseorang harus tahu, tujuan yang jelas. Misalnya nih, menulis untuk berbagi, aktualisasi diri, dan sebagainya. Dan, seseorang hanya bisa larut dalam kegiatan, jika mendapat umpan balik seketika mengenai kinerjanya di setiap waktu.

Kemudian, konsentrasi bertambah, dan orang akan tenggelam dalam permainan atau interaksinya---ya termasuk dalam menyusun kata-kata. Pokoknya, pemisahan antara diri dan aktivitas menghilang, dan, sekali lagi, kita benar-benar menyatu dengan apa yang kita lakukan!

Lalu,yang penting, pada masa sekarang. Coba kalian ingat, ketika kalian asyik menulis, yang dipikirkan hanya kata-kata yang kalian susun bersamaan dengan materi yang kalian kuasai. Dengan kata lain, permasalahan dan kecemasan tidak akan "mendapat ruang" untuk berpikir, dan kita akan "terbawa" pada dunia yang berbeda.

Bahkan, gara-gara keasyikan menulis, kita jadi kehilangan ego, terlupa akan permasalahan, bahkan diri kita sendiri pun "tersingkirkan". Akibatnya, sebagai dari dampak flow, presepsi akan waktu pun berubah. Waktu akan terasa berlalu begitu cepat saat menulis, eh tahu-tahunya sudah menghabiskan waktu sekitar dua jam-an deh.

Oh ya, ada lagi. Saat mengalami flow, dalam kontrol pun kita rasanya tak jadi masalah. Malah justru itulah, kita-lah yang memegang kontrol dan mengendalikan pikiran dan tubuh sepenuhnya.

Dan, ini yang terakhir, tapi paling penting dan justru jadi persyaratannya. Keterampilan dan tantangan harus seimbang, alias sama-sama tinggi; sempurna sesuai tantangannya. Kalau salah satunya timpang, dampaknya bagaimana?

Begini. Jika tantangannya tinggi tapi keterampilan yang kita punya ternyata rendah, yang terjadi hanyalah kecemasan yang berujung kegagalan, bukan mengalir. Makanya, jangan heran kalau seseorang menuliskan hal-hal yang belum dikuasai benar, malah bakal berpikir keras untuk menuangkan hasil pemikirannya, bahkan isi tulisannya bisa jadi malah salah!

Begitu pula sebaliknya, kalau keterampilan yang kita punya lebih besar dibanding tantangannya, justru yang ditimbulkan malah kebosanan dalam bekerja, iyaa 'kan?

Nah, kalau begitu, apa yang harus kita lakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun