Di dunia maya, ada sekelompok orang yang begitu getolnya menyebarkan berita negatif; yang tentunya mengelabui manusia untuk menikmati karya-karyanya. Akan tetapi, Â di balik itu, tentu ada sensasi "neraka" yang bisa membuat hati pembacanya berpaling dan membenci konten tersebut, bahkan, bisa-bisa, mereka akan jera untuk mengunjunginya lagi.
Di tengah-tengah situasi tersebut, muncullah sekelompok lainnya yang berani melawan konten-konten negatif, dengan membuat karya-karya positif dan mencerahkan. Mereka, dengan kesadaran akal budinya---yang diterangi cahaya inspirasi, mereka tak gentar untuk mengajak pembacanya, lewat rangkaian kata-katanya, supaya mereka tidak terjerumus dalam kejahilan (baca: kebodohan) pemikiran dan perbuatan.
Lalu, apa pendapat dan pandangan psikologis tentang hal ini? *ehem*
Ya! Ilustrasi di atas tentu sering dijumpai jika kalian berselancar, menyelami informasi sedalam-dalamnya pada jagat maya yang maha luas. Jika diperhatikan, tentu ada dua peranan psikologi beserta sifat-sifatnya, yang ikut memainkan fenomena ini; yaitu manipulasi dan (meng)inspirasi. Nah, apa sih perbedaannya?
Merujuk pada buku Life's Journey karya Pak Komar, dan dipadukan dengan pengamatan dan pengalaman saya di dunia maya dan kepenulisan, saya akan menjelaskannya dengan saksama. Yuk, kita simak!
Menulis yang Bisa Memanipulasi
Hmmm, kalau kita dipikir-pikir lagi, kehidupan kita di dunia sepertinya tidak lepas dari manipulasi. Kalau dalam KBBI, malah arti kata manipulasi ada tiga. Yang pertama, manipulasi diartikan sebagai mengerjakan sesuatu dengan tangan dan alat-alat mekanis, secara terampil.
Jika dikaitkan dengan dunia kognitif, tentu lain lagi. Perilaku kita tentunya tak lepas dari kata yang satu ini. Berpikir, salah satunya. Kalau dijelaskan dalam bentuk pengertiannya, tak lain dan tak bukan, pasti melibatkan manipulasi data dan fakta di dalam sistem saraf pusat kita, untuk menentukan sikap, dan keputusan perilaku, bukan?
Begitu pun dengan kecerdasan. Di dunia psikologi, tentu kita tak asing lagi dengan kecerdasan majemuk, salah satunya kecerdasan lingusitik. Ya, lagi-lagi manipulasi dilibatkan. Yaitu, ketika kita sedang menulis, sebenarnya kita sedang "mengutak-atik" dan "bermain-main" saat menyusun kata demi kata, menjadi sebuah paragraf yang tentu saja padu dan enak dibaca!
Nah, kemampuan berkomunikasi dengan rangkaian kata itulah yang seringkali dimanfaatkan oleh para copywriter. Berbekal kemampuan menyusun kata-kata yang menarik hati, masyarakat akan merasa terpengaruh, dan pada akhirnya tertarik untuk membeli barang yang sedang dipromosikan, bener 'kan?
Tapi, kalau kita melihat atau mendengar kata manipulasi, pasti akan berpikir "sesuatu yang negatif". Memang sih nggak semuanya, ada juga yang bersifat positif seperti yang saya jelaskan di atas. Tapi, pada kenyataannya, manipulasi seringkali mempengaruhi orang untuk berbuat negatif, yang tentunya justru merugikan pembaca maupun pemirsanya.
Bahkan, Wikipedia sudah memberikan penjelasan yang menguatkan hal-hal itu. Yakni, merekayasa dengan cara mengurangi, menambah, dan mengaburkan fakta-fakta dan kenyataan. Atau, secara kasarnya lagi---kembali ke KBBI arti nomor tiga---manipulasi diartikan sebagai  penggelapan, penyelewengan, atau bisa dimaksudkan sebagai kecurangan!
Terus, bagaimana pengertiannya secara psikologis?
Menurut Pak Komar, manipulasi adalah dorongan yang dipengaruhi dari luar dirinya, tanpa penanaman pemahaman dan kesadaran. Maksudnya begini, dia berbuat sesuatu dengan godaan dari luar secara tidak sadar atau tidak (mau) tahu. Seringkali, kegiatan manipulasi dilakukan untuk meraih kesuksesan, popularitas atau semacamnya, dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.
Contoh nyatanya, tentu saja adalah soal konten hoax yang bertebaran di mana-mana, dalam lingkup dunia maya. Para oknum penulis yang terpengaruh dengan godaan popularitas---ingin dikenang sebagai penulis terkenal---tentunya membuat konten dengan berbagai cara, misalnya copy-paste, plagiasi, dan lain-lain. Memang karena kelihaian mereka, judul artikel bisa dibuat lebih seksi, tapi isinya? Sungguh mengecewakan, tak ada yang selaras antara judul dan isi tulisannya!
Lalu, mengapa bisa konten-konten hoax bisa menipu pembacanya? Karena oknum pembuat konten memang tidak sadar, tidak paham akan akibat pengaruh tulisan---lebih-lebih di dunia maya, bagi pembaca. Karena ketidak (mau) tahuannya itulah, mereka berbuat semaunya. Mengemas sebuah konten dengan menulis informasi yang tidak benar dan tidak bertanggung jawab. Lalu diberi judul dengan kata-kata yang menarik perhatian penggunanya.
Memang memanipulasi bisa cepat berhasil meraih tujuannya, tapi apa yang terjadi? Jangka panjangnya, akan berbuah efek negatif bagi pelakunya sendiri. Terasa semu, tidak orisinal, mahal, dan kehidupan dijalani dengan dangkal. Dengan kata lain, dia tidak akan merasakan kepuasan yang lebih sejati, dan bagi pembacanya, bisa-bisa akan berbalik membenci konten dan tidak menaruh kepercayaan kepadanya!
Menulis yang Membuahkan Inspirasi
Kalau menulis bisa memanipulasi pembaca dengan lebih banyak pengaruh-pengaruh negatif, lain halnya dengan (meng)inspirasi. Sering, kalau kita jumpai tulisan-tulisan yang berseliweran di laman-laman internet, akan menemukan tulisan-tulisan yang menginspirasi pembacanya.
"Waah, setelah saya membaca kisah-kisah pernikahan pasangan emas, aku akan beri nilai: INSPIRATIF!"
"Artikel ini sangat mencerahkan. Menginspirasi. Semoga Indonesia bisa meniru apa yang dilakukan negara maju dalam mengelola sampah yang tak bisa terurai"
Nah, jika kita melihat karya tulis yang mengandung inspirasi, pasti akan terbayang, artikel-artikelnya bermuatan positif. Tapi, apa pengertian inspirasi hanya sebatas itu? Justru inspirasi mengandung pengertian yang lebih luas lagi!
Lalu, Pak Komar menjelaskan, inspirasi adalah sebuah dorongan dari dalam, setelah melalui perenungan dan pemahaman. Kalau di dunia tulis-menulis dan blogging, hal itu sering disamakan dengan ide atau gagasan, yang memacunya untuk bisa berkarya, menghasilkan tulisan-tulisan yang siap dinikmati oleh pembacanya.
Oh ya, walaupun inspirasi pada awalnya dari luar---misalnya dari lingkungan sekitar, tapi tetap saja ada dimensi pencerahan dan daya dorong terhadap pemikiran, pertimbangan, Â dan kesadaran dari si pelakunya. Hal itulah yang memutuskan seseorang, akan melakukan hal itu atau tidak.
Namun, karena inspirasi pada umumnya---dan kebanyakan bersifat positif, makanya kita---para spesies yang berpikir waras, tentunya setelah mendapatkan inspirasi, diri kita akan menjawab: Ya! Sejak saat itulah, inspirasi yang awalnya berada dalam benak, dieksekusi dengan cara mewujudkannya dengan cara-cara tertentu, menjadi karya dan perbuatan yang baik, termasuk dalam bentuk tulisan di berbagai media.
Jadi, jangan heran ya, kalau tulisan yang inspiratif, berawal dari dorongan kesadaran yang mencerahkan, yang bernama inspirasi!
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H