Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Jiwa Pengembara" dalam Dunia Menulis

18 Mei 2016   10:11 Diperbarui: 18 Mei 2016   18:03 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengembara: Sumber gambar: youqueen.com

Carol S Pearson dalam bukunya The Hero Within menjabarkan 6 pola dasar (archetypes) dalam perilaku manusia, antara lain: Orphan (harfiah: yatim-piatu, istilah: selalu minta tolong), Wanderer (pengembara), Warrior (pejuang), Altruist (pemurah), Innocent (tak bersalah), dan Magician (penyulap). Ya, enam perilaku itulah yang secara alamiah muncul dan lekat dalam kehidupan sehari-hari.

Nah, kesemuanya itu telah dibahas secara mendalam oleh Pak Komaruddin Hidayat dalam buku Life’s Journey, menggambarkan pengertian masing-masing keenam pola dasar perilaku manusia, tak hanya teori, juga ditambahkan contoh kehidupan nyata yang telah terjadi di dunia ini.

Okelah, berdasarkan apa yang saya baca di buku tersebut, kali ini saya bahas archetype yang sangat lekat dalam kehidupan kita di dunia kepenulisan, baik penulis, jurnalis, dan lain sebagainya, yaitu wanderer atau pengembara.

Pengembara? Memangnya ada kaitannya dengan menulis?

Ya, tentu saja berkaitan. Tetapi, sebelum masuk ke intinya, saya menjelaskan dulu ya teori dasarnya. Siaaap?

Wanderer, Manusia Berjiwa Petualang

Kita semua, pada dasarnya terlahir sebagai wanderer. Artinya, secara naluri kita pasti ingin menjelajah, mengembara, berpetualang, bahkan suka keluyuran ke mana-mana.Ya, sejak masih kecil pun kita diberi rasa ingin tahu untuk mengenal sesuatu. Di lingkungan keluarga, kita sedari kecil ingin untuk mengenal benda-benda asing, bahkan jika menunjuk benda itu, pasti anak kecil akan bertanya, “Benda ini namanya apa?” Dan tak hanya itu, perlahan-lahan kita akan mengenal lingkungan luar, mengenal teman sepermainan, dan secara tidak sadar kita telah bermain bersama teman-temannya, ke mana pun mereka berada.

Ketika kita masih dalam usia anak-anak, ketika diajak jalan-jalan rasanya senaaaang banget ya! Apalagi yang berusia dewasa, pasti butuh refreshing, agar tidak menimbulkan kepenatan yang memicu stres. Tak heran pas weekend maupun hari libur panjang pasti agenda mereka adalah berlibur di berbagai tempat, terutama tempat wisata di dalam negeri. Kalau punya uang berlebih, bisa sampai ke luar negeri!

Bagi seorang penulis, jalan-jalan adalah hal yang pasti diperlukan untuk mencari ide kepenulisannya, terutama bagi seorang blogger traveler, blogger diaspora, penulis buku wisata untuk membagikan hasil perjalanannya lewat blog dan buku-buku tentang traveling, baik tempat-tempat wisata di Indonesia maupun di luar negeri. Dengan tulisan-tulisan tersebut, kita akan mengetahui tempat-tempat wisata yang terdapat di negeri Indonesia sendiri dan di negara lain. Dan bukan tidak mungkin, buku tersebut akan menjadi panduan saat menjelajahi tempat-tempat wisata di belahan dunia, nantinya.

Contoh lain yang paling lekat dalam kegiatan menulis yaitu jurnalis, baik jurnalis profesional maupun pewarta warga (citizen journalist). Pastinya, Karena sumber berita itu berada di luar, semestinya para jurnalis selalu terjun ke lapangan demi memburu informasi untuk dijadikan berita, baik di lingkungan sekitar, ke luar daerah, bahkan sampai meliput di luar negeri, yang hasilnya akan dituliskan dan dimuat di berbagai media (koran, situs berita online, dan blog). Jadinya, salah satu syarat jadi jurnalis yaitu suka traveling, pasti harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin meniti karier sebagai wartawan. Bisa dibayangkan ‘kan kalau calon jurnalis ternyata tidak suka berpetualang? Ya bisa merepotkan!

Dan, dengan kemajuan teknologi dan kemampuan nalar pada diri manusia yang begitu dahsyat, kita tidak repot-repot mencari dan mencatat informasi dengan peralatan yang sangat sederhana. Semuanya dimudahkan. Alat-alat transportasi darat, laut, dan udara diciptakan untuk memenuhi hasrat manusia sebagai wanderer. Terlebih lagi dengan komputer, kamera, dan berbagai peralatan lainnya, semuanya bisa mendukung kita yang suka menulis untuk berbagi hasil perjalanannya dengan sempurna. Bayangkan saja kalau nggak ada pesawat terbang dan mobil, waah bakalan repot jalan kaki untuk memburu berita, padahal namanya berita harus disajikan cepat dan aktual ‘kan yaa. Apalagi kalau kamera tidak dibuat. Bisa-bisa, menulis tentang traveling terasa hambar kalau tidak disertai foto.

Perjalanan Hidup dan Pengembaraan Intelektual

Bahkan, kita yang hidup di dunia ini sebenarnya adalah sebuah perjalanan yang tak habis-habisnya, sampai kita berhenti di titik kematian. Bahkan setiap detik hidup yang telah kita lalui telah membentuk sebuah cerita. Oleh karena itu, hendaknya hidup ini kita isi dengan melakukan hal-hal yang terbaik dan kegiatan yang bernilai positif. Jika kisah yang dilalui seseorang bernilai baik, maka sangat layak dijadikan ide untuk menulis.

Jika kita berkunjung ke toko buku, pasti kita menemukan buku-buku biografi. Tokoh-tokoh biografi yang ditulis biasanya dari pengusaha, presenter, motivator, bahkan pemimpin dunia pun juga ada. Walaupun ada biografi yang menulis tokoh kontroversial, pada umumnya isi biografi yang ditampilkan selalu bernilai positif dan menggerakkan orang lain untuk berbuat hal-hal yang sama. Misalnya saja tokoh yang gemar membaca, bisa menginspirasi pembacanya untuk selalu lebih banyak membaca. Perjalanan lika-liku hingga kesuksesan yang dialami si tokoh dalam biografinya memotivasi pembacanya untuk selalu berjuang dan tak akan menyerah dalam menghadapi kehidupan.

Salah satu perjalanan kita yang pasti dilalui semasa hidup adalah pengembaraan intelektual (intelectual journey). Bahkan, pemerintah sendiri telah mencanangkan wajib belajar 12 tahun. Karena itulah, sejak anak-anak kita disekolahkan dan diberi pendidikan yang layak. Belajar membaca, menulis, dan berhitung. Lama-kelamaan, dengan dorongan rasa ingin tahunya, kita tertarik untuk mempelajari hal-hal lainnya seperti fisika, biologi, geografi, bahasa, dan lain sebagainya. Dan selanjutnya, di bangku kuliah, kita akan memperdalam salah satu bidang, sesuai passion-nya masing-masing.

Nah, setelah melakukan pengembaraan intelektual berupa pendidikan dan sekolah, apa yang kita dapatkan? Ya, ilmu pengetahuan dan pengalaman! Tentu saja kedua hal tersebut dijadikan sumber ide untuk selalu menulis. Karena itulah, banyak tulisan-tulisan di berbagai media, terutama blog pribadi maupun blog sosial yang berdasarkan pengalaman pribadi di sekolah, ditambah ‘bumbu-bumbu’ opini. Apalagi di Kompasiana, banyak mahasiswa yang rela berbagi pengetahuan lewat artikel-artikel yang dituliskannya, sesuai bidang yang digeluti.

Oh ya, generasi-generasi zaman dahulu ada yang rela melakukan perjalanan demi bisa mendapatkan ilmu. Ambil contoh, banyak ulama muslim yang rela melakukan pengembaraan di berbagai negara, untuk bisa mendapatkan hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang kini kita bisa dinikmati di berbagai kitab, berkat jasa ulama yang selalu menulis hasil pengembaraannya. Ada lagi, saat Indonesia masih berupa sebuah kerajaan bernama Sriwijaya, banyak umat Buddha yang datang untuk belajar agama di kerajaan yang berpusat di Kota Palembang itu.

Dan sampai saat ini, banyak mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi di luar kota, luar provinsi, maupun di luar negeri, menuntut ilmu untuk kemajuan negaranya. Tentu saja, tidak terlepas dari intelectual journey yang melekat pada diri mereka. Bahkan, ada juga di antara mereka yang berbagi gagasan dan hasil pengalaman mereka lewat tulisan, ya itu suatu kegiatan yang lebih bagus. Mudah-mudahan, hobi menulis bisa ditularkan lewat karya-karya ilmiah mereka, agar Indonesia bisa menjadi negara yang maju. Semoga.

Pengembaraan Imajinasi, Inspirasi Menulis Karya Fiksi

Kita, sebagai manusia, pasti berimajinasi. Tentu saja untuk memenuhi kebutuhan naluri pengembara dalam diri kita. Lihat saja film-film kartun. Semuanya dibuat pasti berdasarkan imajinasi yang telah tergambar dalam otak manusia. Tidak hanya satu karakter, bahkan ribuan karakter kartun telah tersebar di belahan dunia. Sungguh, kekuatan imajinasi sangaat luar biasaaa!

Bagi yang hobi menulis fiksi, tentunya kebutuhan imajinasi merupakan hal-hal yang mutlak, karena bisa membayangkan jalan cerita yang akan dituliskannya. Meskipun demikian, tentu dibutuhkan sumber lain yang menginspirasi si penulis. Misalnya pengalaman hidup, bahkan penulis fiksi harus keluar rumah untuk mencari inspirasi di lingkungan sekitar. Habis inspirasi itu didapat? Ya biarkanlah imajinasi berjalan dalam benaknya, untuk menciptakan sebuah karya lewat rangkaian kata-kata, dibantu oleh tangan-tangan penulisnya. Jadilah buku-buku maupun tulisan fiksi!

Wanderer dalam Bersikap

Dalam psikologi perkembangan, wanderer diartikan seorang anak dan remaja yang senantiasa mencari jati diri dengan melakukan trial and error. Dan, sikap wanderer bisa juga dijelaskan seorang anak kecil yang terjatuh saat berjalan, kemudian bangkit lagi. Sikap anak kecil itulah yang patut diteladani oleh penulis pemula. Di mana taktala tulisan yang telah dikirim untuk diterbitkan di buku maupun koran, ternyata ditolak. Seharusnya ini jadi cerminan untuk selalu bangkit lagi untuk selalu menulis. Dan jangan menyerah! Jika kita terus menulis yang baik, niscaya ada jalan terbaik untuk memublikasikan tulisan. Dimuat di koran, diterbitkan di penerbit mayor, dan bisa jadi buku-buku hasil karyanya bisa masuk ke jajaran bestseller.

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun