Mohon tunggu...
Dewi Suryati
Dewi Suryati Mohon Tunggu... lainnya -

Bersamamu kulukiskan cinta, ku taburkan rasa dalm Kalam-KalamNya hingga ke syurga.\r\n(Announcer @t PRO1RRI sINTanG)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

2 x 45 (Rangkaian Cerpen Jelang OPQ)

17 September 2016   14:47 Diperbarui: 17 September 2016   14:57 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2 x 45

(RANGKAIAN CERPEN JELANG OPQ)

Oleh : lieztya09

Lari...Lari..Lari..

Kejar...Kejar...Kejar...

***** 

Hari Senin....

Hari Senin, hari yang penuh perjuangan. Setelah libur sekolah hari Minggu, hari ini masuk sekolah lagi. Berangkatnya pun harus lebih pagi, karena ada upacara bendera. Tetapi hari Senin hari yang menyenangkan juga, karena ada mata pelajaran paling menyenangkan yaitu olahraga. Olahraga favoritku adalah sepak bola. Kenapa suka sepak bola?karena bola itu bundar, bisa menggelinding kemanapun tetapi bisa dikendalikan pemainnya.hehehehe... Olahraga apapun yang penting suka akan menjadikan tubuh kita sehat.

Kak Hafsah juga suka olahraga, favoritnya lari dan senam. Meskipun kami mempunyai olahraga favorit yang berbeda, namun kami tetap saling mendukung. Kak Hafsah beberapa kali menonton pertandingan sepak bola timku. Aku dan kak Hafsah pernah mengikuti lomba lari jarak jauh (maraton) lhohh..kak Hafsah juara 3 lari maraton 3 km, sedangkan aku juara 1 lari marathon 5 km.

“Aviv bangun, sudah jam setengah 6. Katanya upacara, nanti telat loh?” kak Hafsah mengagetkanku.

“Iya kakak, sebentar. Sebentar ini masih ngantuk lhohh?”rasanya masih malas bangun tidur.

“Ayooo... bangun, mau dihukum kalau telat sekolah kah?”kak Hafsah mengagetkanku lagi.

Aku bangun, berjalan perlahan menuju kamar mandi. Segera mandi, segera siap-siap berangkat ke sekolah.

Kak Hafsah memang cerewet dan bawel. Tetapi aku tahu kak Hafsah sangat sayang kepadaku. Kak Hafsah kuliah jurusan Manajemen.

“Hafsah, Aviv..., ayo sarapan. Ada tempe goreng kesukaan kalian.”

Ibu sudah menyiapkan sarapan. Ibuku setiap hari selalu menyiapkan sarapan untuk kami. Masih teringat saat aku kecil berlarian ketika disuapi ibuku.

“Satu piring buat berdua ya kak, nasinya yang agak banyak.”sebenarnya malas mengambil piring.

“Emmm..., adikku yang pemalas. Ini sudah Kakak siapkan piring dan sendoknya.”kak Hafsah terlihat agak cemberut.

“Kenapa sih kalian tidak bisa akur, setiap hari ada saja pertengkaran. Pagi-pagi jadi berisik seperti di pasar.”Ibu datang melihat kami yang bertengkar dipagi hari.

“Kami tidak bertengkar ibu, hanya sedikit ramai di pagi hari. He..., he..., he...” kutersenyum pada ibu.

Setiap hari memang kami sarapan pagi sepiring berdua..., he..., he..., he...

Ibu sering mengatakan, “Sarapan pagi itu penting karena dapat meningkatkan konsentrasi otak.” Benar apa yang dikatakan ibu, terutama bagi pelajar seperti aku. Dengan sarapan tentunya akan lebih fokus dalam menerima pelajaran.

Alhamdulillah sarapan selesai. Ayo kak berangkat!”semangat hari Senin.

“Ibu..bapak. Aviv dan kak Hafsah berangkat dahulu. Assalamu’alaikum.”kami cium tangan bapak dan ibu.

“Hati-hati diperjalanan.”Bapak dan Ibu tersenyum melihat kami.

*****

Hari ini aku berangkat sekolah dijemput temanku Ridwan. Karena di sore hari aku dan teman-teman sekolah ada pertandingan futsal melawan SMA lain.

Tepat pukul 06.45 WIB aku sudah sampai di sekolah. Langsung siap-siap ke lapangan, siap-siap upacara bendera. Aku dan Ridwan kebetulan satu kelas, kami kelas X-IPA 1. Kepala sekolah, semua guru, dan semua siswa mengikuti upacara. Setelah upacara selesai, siswa masuk kelas masing-masing mengikuti mata pelajaran.

“Ayo ganti baju olahraga. Kita bagi tim sepak bolanya.”Ridwan mengajakku ganti baju olahraga.

“Kapan-kapan kita mengadakan pertandingan sepak bola dengan kelas lain mungkin lebih seru. Nanti kita diskusikan dengan teman-teman.”aku mengusulkan pertandingan antar kelas.

Kelas X-IPA hari ini jam pertama adalah mata pelajaran olahraga. Pak Arif guru olahraga kami, beberapa materi disampaikan. Kemudian kami yang laki-laki sepak bola, yang perempuan voli. Lapangan sepak bola dipenuhi rumput, bermain sepak bola dengan kondisi lapangan penuh rumput lebih enak tanpa sepatu. Aku dan teman-teman sepakat bermain sepak bola tanpa sepatu.

“Kita bagi tim ya, ada yang jadi wasitnya. Berikutnya gantian. Anggap saja hari ini sebagai latihan, sebelum pertandingan sepak bola melawan kelas lain.”Akbar ketua kelas membagi tim.

“Oke siap. Kita harus berlatih sebelum pertandingan melawan kelas lain. Semangat kawan!”aku menyemangati kawan-kawanku.

“Semangattt..., ayo siap berlatih. Yeayyy..., Yeayy...!!!” tim sepak bola kelas X-IPA 1 teriak semangat.

Tim sudah terbagi, kami siap bermain 2 x 45 menit. Lari... !!! . !!! lari... !!! .!!! kejar..!!! kejar...!!! bolanya...!!! dan gooooo...l. Ya ketika gol itu membuat kami lebih semangat. Waktu rasanya bergerak cepat seperti ikut berlarian dan mengejar bola.

“Pritttt....istirahat, 45 menit pertama sudah selesai.”peluit wasit menandakan babak pertama selesai.

Kedudukan sementara 1-0, timku unggul. Istirahat babak pertama sekitar 10 menit.

Peluit kedua bunyi, pertanda babak kedua dimulai. 

“Viv, ayo dikejar bolanya. Lari..lari...”Ridwan berteriak.

Aku berlarian mengejar si bundar...lari dan terus lari...dan ahhhhhhh aku terjatuh berlumuran darah. Teman-temanku berlarian ke arahku. Melihat kondisiku. Pecahan kaca menancap di kakiku. Sakit rasanya tak tertahankan, apalagi melihat darah yang terus mengucur. Pak Arif perlahan mencabut kaca di kakiku. Aku dipapah teman-temanku ke ruang UKS.

“Ini sepertinya harus dibawa ke rumah sakit, biar dijahit. Kalau di UKS perlengkapannya tidak ada. Bapak antar ke rumah sakit ya?”pak Arif menawarkan diri mengantarkanku ke rumah sakit terdekat.

“Tetapi pak, pasti sembuh ini lukanya.”aku takut kalau kerumah sakit.

Segera kami menuju rumah sakit. Selain pak Arif, aku ditemani Ridwan dan Akbar diruang UGD. Sakit rasanya dengan kondisi kaki masih berdarah.

“Pak Arif, boleh saya meminjam HPnya. Saya ingin menghubungi kak Hafsah.”aku menelepon kak Hafsah memberitahu kondisiku .

 “Di rumah sakit?kenapa?kecelakaan?ini kan masih jam sekolah?”kak Hafsah terdengar panik.

“Aku tidak bisa menjelaskan kak. Kak Hafsah kutunggu ya.”telpon kututup.

Lima belas menit kemudian kak Hafsah datang, panik mengahampiriku di UGD. Ternyata pecahan kaca itu melukai kaki ku dalamnya sampai 7 cm. Luka yang dalam, kakak perawat menjahit lukaku. Aku berteriak kesakitan. Kak Hafsah berusaha menenangkanku, meskipun dia terlihat panik. Dokter menyarankanku kontrol seminggu kemudian dan sementara berhenti dari aktivitas sepak bola.

Berhenti dari sepak bola, aduuuuh sedihnya. Tetapi keadaan kakiku memang belum memungkinkan. Sekitar tiga bulan aku berhenti dari sepak bola, rasanya kangen ingin mengejar bola lagi. Apalagi ada beberapa turnamen yang aku lewatkan, teman-temanku berpartisipasi tanpa aku.

*****

Tiga bulan tanpa si bundar....

Setelah tiga bulan berhenti, aku menerima tawaran teman-teman futsal untuk melatih otot kakiku. Dengan futsal setidaknya aku bisa  mengobati rasa kangenku di sepak bola. Meskipun lapangannya tidak seluas sepak bola.

“Mau kemana sih De, kakak tanya nih? baru sembuh juga sepak bola lagi.”kak Hafsah menanyakanku lagi.

“Sebentar kak, sudah lama nih tidak bermain sepak bola. Kakiku rasanya kaku semua. Sebentar saja kok.”mencoba ijin ke kak Hafsah.

“Baiklah, yang penting dijaga tuh kaki. Jangan sampai kena pecahan kaca.”kak Hafsah mengingatkanku.

Teman-teman sudah menjemputku. Semua pamit ke kak Hafsah. Teman-temanku juga mengenal kak Hafsah, memang kak Hafsah orangnya supel mudah bergaul dengan siapa saja termasuk dengan teman-temanku.

“Kami berangkat dahulu kak?Assalamu’alaikum.”aku dan teman-temanku pamit berangkat ke lapangan futsal.

“Hati-hati ya semua.”kak Hafsah melambaikan tangan.

*****

Cidera saat bermain sepak bola sering aku alami. Memang yang paling parah tiga bulan yang lalu sampai masuk UGD rumah sakit dan dijahit. Satu bulan setelah bermain sepak bola kembali, aku ada pertandingan antar desa dan cidera lagi. Kali ini lututku terkena tendang lawan main. Bukan main sakitnya sampai tidak berjalan, teman-temanku menghampiri dan mengantarkanku pulang. Lagi-lagi aku membuat panik bapak, ibu, dan kak Hafsah.

“Sesungguhnya aku tidak ingin seperti ini kak?”aku menunjukkan luka di lututku.

Cidera kali ini, bapak memanggilkan pak Kardi ahli pijat urat. Pak Kardi mengurut kakiku, aku berteriak sakit rasanya. Pak Kardi menyarankan 6 bulan aku berhenti dari aktivitas sepak bola.

“Apa...!!!!!, 6 bulan pak berhenti dari sepak bola?”Sedih rasanya.

“Sudah berhenti main sepak bola. Cidera terus seperti ini. Bapak tidak mengijinkan lagi sepak bola. Titik.” bapak marah dan melarangku bermain sepak bola lagi.

“Bapak, 6 bulan lagi ada turnamen. Aku harus ikut sudah didaftarkan, 6 bulan lagi kan sudah sembuh.” meminta ijin ayah,

Bapak pergi berlalu meninggalkanku. Memang sih aku yang salah yang kurang hati-hati. Bukan karena permainan sepak bola bukan karena 2 x 45 menit.

“Sudah..istirahat dahulu. Pulihkan dahulu kakinya. Kalau ada turnamen kita diskusikan lagi, yang penting sembuh dahulu.”Ibu menenangkanku.

“Cidera..cidera lagi. Sudah stop 2 X 45, masih banyak olahraga lain. Masih banyak jalan meraih prestasi.”kak Hafsah mendukung keputusan bapak.

Aku sedih kehilangan sepak bola lagi, kehilangan kebersamaan dengan teman-temanku. Sesuai saran pak Kardi aku sementara berhenti dari sepak bola. Hari-hariku diisi dengan belajar dan belajar tanpa kegiatan sepak bola.

*****

Enam bulan tanpa si bundar lagi...

Sudah dua bulan ini aku istirahat dari sepak bola. Lamanya enam bulan itu ya? Sore ini teman-temanku yang pulang dari sepak bola menghampiriku di rumah.

“Hai Viv,  bagaimana kabarnya, bagaimana kakinya?” tanya Akbar.

“Alhamdulillah sudah mulai membaik, tetapi belum bisa bermain sepak bola. 6 bulan rasanya lama sekali, ini sudah 2 bulan aku istirahat dari sepak bola.”sedih rasanya.

“Bagaimana turnamen kita nanti?kalau tidak ada kamu, kurang seru kurang semangatnya.”Ridwan terlihat sedih.

“Hai...kalian sore-sore sudah berkumpul disini. Mau ngajak Aviv bermain sepak bola ya?tidak boleh, Aviv masih istirahat masih pulihkan kakinya.”Kak Hafsah membawa teh dan pisang goreng untuk teman-temanku.

“Kak Hafsah nih, kami mau melihat kondisi Aviv. Silaturahim kak?”Ridwan tersenyum.

“Kalau sudah pulih, Aviv pasti boleh ikut turnamen kok.”kak Hafsah mendukung aku ikut turnamen.

“Wahhh beneran kak, kenapa kakak tidak memberi tahu aku. Aku kan lebih semangat memulihkan cideraku.”kabar mengejutkan.

“Yeayyy...Yeayyyy kita lengkap tim sepak bolanya.” teman-teman bersorak gembira.

“Turnamen sepak bola kan masih lama. Kenapa kalian tidak mencoba mengikuti lomba lain?kalian bisa berprestasi di bidang yang lain tidak hanya sepak bola.”kak Hafsah menawari perlombaan.

“Lomba apa kak?ada turnamen sepak bola kah?pasti kami akan berusaha ikut kak?”tanya Akbar.

“Ikut lomba di OPQ (Olimpiade Pecinta Qur’an).”kak Hafsah mulai menjelaskan lomba di OPQ.

“OPQ?apa itu kak?”tanya Ramdan.

“OPQ adalah kegiatan akbar yang akan diselenggarakan oleh komunitas One Day One Juz. OPQ ini merupakan salah satu ikhtiar untuk mewujudkan mimpi dari komunitas ODOJ yaitu memudahkan masyarakat yang terbiasa berinteraksi dengan Al-Qur'an. Ayo dimakan dahulu pisang gorengnya.hehehe...”kak Hafsah tersenyum melihat kami yang terdiam mendengarkannya.

Kak Hafsah memang sudah bergabung ODOJ sekitar dua tahun, beberapa kali dia mengajakku tetapi aku belum bersedia bergabung. Meskipun aku belum bergabung, kak Hafsah selalu menyemangatiku untuk tilawah.

“Sudah tilawah kah hari ini?, bacalah minimal 1 ayat. ” kak Hafsah selalu mengingatkanku.

Membiasakan diri tilawah sehari 1 juz, 1 juz itu kalau dibaca sekitar 1 jam. Jika sepak bola pertandingannya selama 90 menit (2 x 45 menit), tilawah juga bisa lhohh. Pernah aku mencobanya dan aku bisa.

“Perlombaan di OPQ apa kak?” tanya Ridwan.

“Beberapa cabang lomba di OPQ, antara lain nih ya ada Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ),  Musabaqah Hifdzil Quran (MHQ) dan ada Tafsir Quran (TQ). Semoga semua bisa berpartisipasi. Semangat!!!” Kak Hafsah menyemangati kami ikut berpartisipasi lomba di OPQ.

“Wahhh banyak ya perlombaannya. Ayo kita berpartisipasi. Tim sepak bola mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Apalagi kalau juara, orang tua kita pasti bangga.”Akbar semangat ingin mengikuti perlombaan MTQ.

“Benar juga saran kak Hafsah. Kita sudah banyak ikut turnamen sepak bola, mengapa kita ikut menyukseskan acara OPQ dengan mengikuti perlombaannya.”Ramdan senang dengan saran kak Hafsah.

 “Ayo teman semangat tilawah. Semangat sukseskan OPQ.”semangati teman-temanku.

“Semangat olah raga.. semangat sepak bola Semangat..semangat tilawah.” Akbar dengan semangatnya.

Mendengar ucapan Akbar, ruangan tamu ini langsung ramai dengan suara semangat teman-teman.

Sore ini penuh canda tawa diruang tamu, yang ditemani pisang goreng dan teh yang disuguhkan kak Hafsah. Kakiku yang sakit setidaknya berkurang sedikit sakitnya, melihat kak Hafsah dan teman-temanku tertawa bersama. Karena 2 x45 aku mengenal kebersamaan dengan tim, mengenal baik teman-temanku. Menyesal kah?tidak ada yang perlu disesali. Jatuh dan cidera karena sepak bola adalah hal yang biasa. Semangat..semangat dan terus semangat. Sepak bola sudah menjadi bagian hidupku.

Aku akan terus lari..lari..kejar..kejar bola. Llari..lari..kejar..kejar cita-cita dan impianku sampai gol!^-^

Man Jadda Wa Jada “Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil.”

THE END

By:

--lieztya09—

Editor : @dewiSuryati1

13 Dzulhijjah 1437 H

#semangat tilawah

#sukseskan OPQ

#thanks to: narasumber dan pembaca

#photo by: google.com

#goresan pena ini kupersembahkan untuk :

-              adikku tercinta M. Aviv “semangat belajar dan raih cita-citanya”

-              ODOJERS dimanapun berada “semangat tilawah”

whatsapp-image-2016-09-17-at-14-17-39-57dcf4ea62afbd9d45b36992.jpeg
whatsapp-image-2016-09-17-at-14-17-39-57dcf4ea62afbd9d45b36992.jpeg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun