"Paling lo ngga diizinkan sama ....."
Begitulah terulang seribu tanya-tanya yang mengulang hari,tak mampu untuk merubah jangka dalam pijakan jarak,selalu tertolak dan mengalah.
 "Sekali-kali lo tuh harus keluar malam,lagian inikah bukan acara pesta .kita menghadiri acara amal, pasti lo diizinkan."
Aku meninggalkannya dengan wajah penuh tanya, hidup bagaikan di sangkar batu, terkungkung dalam empedu. Apa benar yang dikatakan si Gozi, baiknya aku keluar malam, pengen juga sekali-kali keluar malam, apalagi Abang Dika juga ada disana. Pokoknya malam ini aku harus keluar titik. Perlawanan bathinku berkecamuk diantara hambarnya asa. Senja menutupkan ribuan ceritanya dan kembali keperaduannya mengadukan kata menjadi bahasa dalam cerita dan malampun tiba. Bergetar hati ini untuk mElangkah antara iya dan tidak. Kabut malam yang buram, selalu menghantam aliran otakku untuk terus mencari dan mencari onak dan duri yang terselip di aliran darahku. Lelah sendiri dalam fikiran sendiri. Tok...tokk... pintuku diketuk.
 "Muzi...Muzi....," panggilan kakaku."
 "Iya kak!"  sambil membuka pintu.Â
"Kak Fathia sama Abang Aziz mau keundangan, pulangnya agak malam. Kamu dirumah ya sayang....!" Tuhkan Allah baik banget.
 "Kamu ngga kemana-mana kan Muzi ?"sela bang Aziz.
 "Ng...ngg...nggak bang.Baiklah kak,kakak sama abang hati-hati ya?"
Deru motor melaju dengan kerasnya, dan disitulah kuyakin bahwa aku akan pergi malam ini, menghadiri acara amal,,sebenarnya hanya ingin melihat Abang Dika aja. Dengan keraguan yang ada akhirnya kuberanikan juga untuk keluar, dengan jaket yang tebal, kerudung biru, baju biru dan rok biru juga serta sepatu karet. Kulayangkan hati ini menujunya. Abang Dika Aku datang.
****