Di pertapaan Wukir Retawu Bagawan Abiyasa kedatangan Raden Permadi yang diikuti oleh empat Punakawan. "Baginda Kakek, bagaimana nasibnya Kakak Bungkus, sudah beberapa tahun  tidak ada perubahan yang membaik, hal itulah Kakek, yang menjadikan sedihnya Baginda Ibu Kunti..."
Sudah pasti Sang Guru yang berbudi luhur tentunya sudah mengetahui apa yang sedang terjadi. "Cucuku Nak, Permadi, Â ketahuilah bahwasannya kakakmu baru saja menjalani hukumannya, sebentar lagi kakakmu Si Bungkus akan menjadi satriya utama, dan akan mendapatkan apa yang disebut wahyu jati ..."
Adanya si Bungkus menjadikan gemparnya kahyangan. Bumi berguncang keras seperti terbelah, samudra surut.Â
Di Suralaya, Batara Guru memanggil Gajah Sena, putra Sang Batara yang berwujud gajah, yang ditugaskan untuk memecah si bungkus sehingga menjadi manusia sejati.Â
Batara Guru juga mengirimkan  Dewi Umayi untuk melatih ilmu bab  kebajikan kepada Si Bungkus.Â
Setelah selesai dalam memberi ilmu kepada Si Bungkus, Dewi Umayi memberikan busana berupa celana bang bintulu merah hitam kuning putih, pupuk, sumping, gelang, porong, dan kuku Pancanaka.Â
Kemudian , Gajahsena membuka bungkus. Pecahnya Bungkus menjadikan keduanya bertemu, terkejut dan jadilah perang. Dihempaskannya sang Gajahsena. Â Lenyaplah raga sang gajah. Arwah dan kekuatannya masuk ke dalam tubuh si bungkus.Â
Datanglah Batara Narada. Si Bungkus bertanya kepada Sang Kabayandewa. "Heemmm, aku ini siapa?"Â
"Perkencong, perkencong waru doyong, Nak, kamu itu sebenarnya putra nomor dua ratu di Amarta Prabu Pandudewanata. Kamu lahir berwujud bungkus, dan kehendak dewa kamu harus menjadi satriya utama ..., dan kamu saya kasih nama Bratasena ya Nak ..."
Datangnya Ratu dari Tasikmadu yang meminta senjata pertolongan kepada Bratasena untuk memusnahkan raja raksasa yaitu Kala Dahana, Patih Kala Bantala, Kala Maruta, dan Kala Ranu.Â
Para raksasa musnah. Empat kekuatan dari raksasa tadi menyatu kepada Raden Bratasena, yaitu kekuatan api, tanah, angin, dan air.Â