Dikarenakan ia merasa sudah muak dengan atasan di tempatnya bekerja. Maya pun mengajukan resign dan mencoba mencari lowongan pekerjaan baru. Dengan bantuan keponakannya, seorang milenial yang jago di bidang teknologi. Ia pun meminta bantuannya membuatkan resume yang menarik untuk proses pelamaran pekerjaan barunya.
Akhirnya Maya pun mendapatkan panggilan interview dari sebuah perusahaan kosmetik ternama di kota Manhattan. Ia sendiri merasa kaget dengan panggilan interview tersebut karena ternyata yang mengirimkan lamaran itu adalah keponakannya.
Hingga saat proses interview, Maya pun merasa kikuk dengan semua pertanyaan yang dilemparkan. Merasa latar belakang dan pengalamannya yang disebutkan tidak sesuai dengan faktanya. Ternyata sang keponakan-lah yang merombak habis isi resume tersebut.
Maya pun menanyakan posisi yang dilamarnya dan ia tertegun setelah mengetahui bahwa posisi manager marketing yang ternyata dilamar oleh keponakannya.
Dengan perasaan nervous ia mencoba menjawab setiap pertanyaan sesuai kemampuannya. Tetapi ada satu hal yang membuat CEO di perusahaan itu tertarik dengan sosok Maya.
Meski ia tidak memiliki degree atau latar belakang pendidikan yang tinggi, namun konsepnya didalam menjual barang dan etos kerjanya yang besar membuat ia akhirnya diterima bekerja sebagai Executive Consultant di perusahaan tersebut.
Setelah resmi bekerja Maya tidak serta-merta bahagia karena masih ada saja rekan kerja yang iri terhadapnya. Hingga pada satu kesempatan, Maya ditantang untuk membuat inovasi produk kosmetik yang alami dan natural tetapi menghasilkan laba yang tidak sedikit.
Dimana ia harus bekerja sama dengan tim farmasi untuk menciptakan produk kosmetik yang tidak biasa. Yang mana hasilnya akan dipublikasikan dan dipresentasikan dihadapan juri yang merupakan para petinggi dan pemegang saham di perusahaan tempatnya bekerja.
Pada akhirnya Maya pun berhasil menunjukkan bakat dan inovasinya di dunia bisnis. Jadi begitulah rangkuman kisah dari sosok Maya pada film Second Act.
Agar tidak menjadi spoiler alert saya tidak akan menceritakan kisah lengkapnya disini. Dengan begitu Kompasianer bisa langsung menyaksikan filmnya agar bisa mengambil pesan pentingnya sendiri. Dimana film tersebut juga sudah tersedia di Netflix.
Sebenarnya film ini termasuk tontonan lawas yang sejak dua tahun lalu sudah beredar. Tetapi saya baru terpikirkan untuk membuat ulasannya karena melihat fenomena yang ada.