Ketika puasa, saya puasa sendirian. Meski kerap menemani berbuka puasa di luar, pacar saya tetap saja tidak puasa. Ketika sholat, pacar saya tidak pernah jadi imam saya. Ketika berhari raya, saya tidak bisa merayakan bersamanya.
Saat saya menghadiri suatu acara misal pengajian, pacar saya hanya mengantar dan menunggu saya di luar hingga saya selesai. Sedih? So pasti. Tapi saya masih menghormati untuk tidak mengajak-ngajak pacar mengikuti ibadah yang saya jalani. Kalau soal mengantar jemput, itu kemauan dia.
***
Pada akhirnya, menjalani pacaran beda agama adalah pacaran paling "menyiksa" hati dan pikiran saya. Bikin kalut dan kacau nggak jelas. Kalau bisa memilih, saya mungkin memilih untuk tidak dipertemukan dalam kondisi seperti itu. Seperti terombang-ambing di atas perahu berdua bersama orang yang kita cintai tapi tak tahu tujuannya mau ke mana? Nyeseknya itu di mana-mana.
Namun begitu, benar adanya bahwa panah cupid itu bisa menembus hati tanpa memilih dia itu beragama apa, dari suku apa atau keturunan siapa? Lalu bagaimana menyikapinya? Apakah cukup dengan kalimat: "kita jalani saja dulu"? Hmmm.
Saya rasa, lebih dari itu. Bertawakal kepada kehendak Tuhan adalah jalan terbaik ketika kita sudah keras berusaha dan berdoa. Tuhan semestinya jadi tempat bertanya yang paling sering kita datangi karena jawaban akhir selalu ada pada-Nya. Saya percaya itu. Jawaban terbaik datangnya pasti dari Tuhan.
Pertemuan dan perpisahan adalah bagian dari rencanaya-Nya. Yakin saja jodoh akan menemui jalannya sendiri apapun "kasus"nya, termasuk bila "kasusnya"nya seperti yang saya alami. Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya kebingungan sendiri dalam pertanyaan-pertanyaan sulit. Kalau kita bertanya pasti dijawab, masalah waktu hanya Tuhan yang paling tahu.
Ada yang sudah bertahun-tahun pacaran (walau seagama) tetapi akhirnya tidak jadi. Ada yang pada akhirnya salah satu "mengalah" pindah keyakinan demi menikahi kekasihnya (atau karena memang ada hidayah Tuhan dengan perantara kekasihnya itu). Ada juga yang akhirnya memilih berpisah karena tak menemukan solusi atas perbedaan (agama). Itulah misteri jodoh.
Saya rasa cukup segitu saja dulu. Mungkin bisa satu buku saya ciptakan untuk menceritakan tentang kisah dan lika-liku cinta beda agama yang saya alami. Tapi saya janji, someday akan saya ceritakan lebih lengkap bagaimana akhir kisah cinta saya itu.
***
~ Aku untuk kamu, kamu untuk aku...Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda...Tuhan memang satu, kita yang tak sama...Haruskah aku lantas pergi meski cinta takkan bisa pergi... (Peri Cintaku - Marcell) ~