"Tapi aku terlanjur sayang kamu dan aku mau jalani hidup aku dengan kamu, sampai tua," dia genggam tangan saya, yakinkan hati saya. Saya tak melihat ada kegombalan di sana.
"Dalam agamaku, sebagai perempuan muslim, tidak ada pernikahan beda agama dan aku juga nggak akan pernah mau memaksa siapa pun mengikuti agamaku, karena saya juga tidak mau dipaksa..." Saya jelaskan sekaligus menegaskan sedikit yang saya ketahui dalam agama yang saya anut.
"Kita jalani saja dulu yah, kan nggak tahu ke depannya bagaimana?"
Saya mengangguk. Dalam perjalanannya, antara cinta dan logika sering mengalami benturan di sana-sini. Bertahun-tahun saya "makan perasaan" karena tak pernah tahu ujung dari hubungan kami. Saya sering menangis karena usia terus bertambah dan kami masih saling cinta dalam ketidakjelasan. Kami pun tetap setia dalam keyakinan yang kami anut.
***
Dalam setiap hubungan (percintaan) apapun kondisinya, selalu ada dua sisi yang berbeda. Bisa saling bertentangan, bisa juga saling melengkapi. Di bawah ini saya memberi pandangan bila kita berhubungan a.k.a pacaran dengan orang yang berbeda agama berdasarkan pengalaman pribadi saya.
Sisi plusnya:
1. Toleransi tingkat tinggi
Saya hidup dalam lingkungan yang sejak kecil rata-rata satu keyakinan dengan saya. Baik lingkungan rumah mau pun sekolah. Ketika pada akhirnya saya harus dekat dengan orang yang berbeda keyakinan karena rasa cinta, saya berada dalam posisi yang super bijaksana terutama dalam hal keyakinan dan ritual ibadah masing-masing. Terkadang saling mengingatkan. Dulu saya terdogma untuk tidak boleh mengucapkan hari raya pada siapapun yang berbeda agama, tapi sekarang sudah tidak lagi.
2. Jarang berantem
Punya pacar beda agama itu tingkat pengertiannya begitu tinggi. Kami jarang ribut apalagi soal hal-hal kecil karena pada dasarnya kami sudah punya satu "masalah besar" yang harus kami pikirkan baik-baik tanpa melibatkan banyak emosi dalam perjalanannya. Akhirnya secara otomatis kami jadi dewasa sendiri.