Setiap individu pasti punya passion, hanya saja kadang membutuhkan waktu dan kepekaan untuk bisa menemukannya. Sama halnya dengan saya, menulis adalah passion yang telah saya temukan sejak lama. Butuh keadaan yang tidak mengenakkan untuk pada akhirnya saya menemukan apa gairah saya yang sebenarnya.
Â
Passion memiliki peranan yang amat penting dalam hidup setiap idividu. Bayangkan apa jadinya jika dalam kehidupan ini semuanya berjalan datar begitu saja, tidak ada riak air passion yang membuat semuanya menjadi lebih indah dan dinamis.
Â
Dalam kehidupan saya pribadi passion jelas telah memberikan warna tersendiri. Tidak saya katakan hidup yang saya jalani tidak indah sebelum mengikuti arus passion, namun memang ada cerita cinta yang berbeda saat saya mengikuti kemana passion mengalir dan akhirnya menemukan muaranya.
Â
Passion atau gairah adalah hal penting yang wajib ditekuni oleh setiap individu jika ingin hidupnya benar-benar hidup. Tidak berada dalam kepalsuan, keterpaksaan dan kamuflase seadanya. Hidup akan berjalan dengan indah melalui kesenangan yang kita lakukan setiap hari, namun hidup akan menjadi lebih hidup jika kesenangnan yang kita lakukan setiap hari adalah passion yang sesungguhnya.
Â
Passion saya adalah menulis, dan jelas saya tidak memilihnya, tapi menulislah yang memilih ada di dalam diri saya dan berdiam untuk selamanya. Menulis telah membukakan mata saya tentang makna hidup yang sebenarnya. Tak ada yang tak bisa ditulis, tentang kehidupan sehari-haripun. Banyak makna terpendam yang lupa terbagikan dengan sesama, namun jika dituangkan dalam sebuah tulisan, maka semuanya akan terbagi dengan sempurna.
Â
Menulis itu membahagiakan. Menulis itu menenangkan. Menulis itu adalah terapi. Dan menulis itu adalah ibadah yang paling intim antara saya dengan Tuhan saya, karena dalam setiap untaian hurufnya saya senantiasa bersama Tuhan saya yang selalu menuntun apa yang harus saya tuangkan. Agar tidak hanya sekedar deretan kata, namun diharapkan memiliki makna untuk kehidupan orang lain.
Â
Menulis adalah komunikasi yang paling haru antara saya dengan Tuhan saya. Menyampaikan semuanya kepadaNya, tanpa suara, namun kadang dengan air mata.
Â
Menulis adalah kekasih terbaik saya, yang telah mampu membuat saya bahagia, kapanpun dan dimanapun. Menulis akan selalu bersama saya.
Â
Tak banyak yang membuat saya khawatir jika suatu hari nanti saya tidak bisa menunaikan kecintaan saya ini. Hanya terbayang bila suatu saat nanti jari-jari ini tak lagi ada, mata ini tak mampu melihat lagi, bagaimana saya bisa menggelegarkan gumulan passion ini. Namun di hati yang paling dalam, tak ada yang bisa menghalangi, menulis akan tetap menemani sampai saya mati. Saya berucap, pasti nanti akan ada yang menuangkan dalam tulisan. Saya berkata, pasti nanti akan ada yang merangkaikan.
Â
Saya tidak memilih menulis. Tapi menulislah yang memilih saya. Hati saya yang terpaut dengan dunia tulis menulis ini. Jiwa saya yang telah terrasuk dengan kegiatan tulis menulis ini. Dan persatuan antara hati dan jiwa itu telah berhasil mengajak seluruh satu kesatuan diri saya yang akhirnya tak bisa menolak gairah ini. Dan kini hidup saya senantiasa ditemani dengan menulis, menulis dan menulis.
Â
Kadang keadaan hati yang kurang baik, sedang sedih misalnya, membuat saya kurang bisa menikmati keasyikan dunia tulis menulis. Ataupun kondisi raga yang amat lelah, kadang berhasil membuat saya alpa, hingga akhirnya tak satupun tulisan berhasil lahir dari jari-jari tangan ini. Otak bekerja, namun kadang tak seirama dengan hati dan raga.
Â
Tidak dalam mood yang baik memang membuat saya malas menulis, namun seharusnya tidak demikian. Awalnya saya ikuti keadaan ini. Sedang lelah, ya sudah tidak usah menulis. Sedang sedih, ya sudah lebih baik menyendiri. Walaupun jika diingat telah banyak hari terlewati tanpa ada satu ilmu terbagi melalui tulisan tangan ini.
Â
Tersadar dan tergerak, saya tidak boleh lagi seperti ini. Apapun keadaannya semua bisa menjadi satu bahan tulisan menarik dengan kemasan yang berbeda-beda. Ketika sedih, mungkin puisilah yang akan lahir. Ketika senang, apapun bisa dituliskan. Sehingga dalam keadaan apapun saya tetap bisa menulis dengan tanpa harus mengubah suasana jiwa dan raga. Ikuti saja, apa yang dirasakan itulah yang dituangkan. Bahkan dengan sentuhan rasa yang nyata, ketika dibaca sebuah tulisan akan mengandung rasa yang sesungguhnya.
Â
Karena saya percaya, saya adalah tulisan dan menulis adalah saya, sebagai apapun dan dalam keadaan apapun itu.
Â
(dnu, ditulis pas baru bangun tidur lagi-lagi tanpa sahur, 5 Juli 2015, 09.00 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H