Mohon tunggu...
Eka Dewi Maesaroh
Eka Dewi Maesaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bimantara

15 September 2024   16:54 Diperbarui: 15 September 2024   20:21 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BIMANTARA

sejudul aksara

tentang seseorang yang hatinya seluas samudera

seseorang yang selalu mengatakan bahwa aku harus selalu baik baik saja

Meski yang kulihat dirinya seperti

harsa yang terlihat pura

Seseorang itu adalah ayahku

Laki laki tangguh yang selalu melindungiku dari berbagai jarak yang ku tempuh

Laki laki tangguh yang selalu memalingkan wajah ketika putrinya pergi ketempat jauh

seseorang itu adalah ayahku

Laki laki hebat dengan segala ambisinya yang kuat

Laki laki hebat dengan segala topeng bahagianya yang melekat

namun saat ayahku terlelap

Topeng itu kulihat tersingkap

Semuanya terungkap

dengkuran lelah

Doa yang terpanjat pasrah

bahkan tidurnya yang terlihat lemah

Ayah,,

Bagaimana bisa harsa itu terlihat nyata?

Bagaimana bisa kau mampu menyembunyikan nestapa?

Jika puramu itu karnaku

Maka maafkan aku merusak samuderamu

membuatnya tidak setenang dulu,

Katakan pada samudramu bahwa aku rindu

Rindu pada airnya yang biru

Ayah,

Mengapa senyum manismu itu menipu?

Padahal aku ingin mengadu lelah,

Tapi ternyata tubuhmu melebihi payah

aku membutuhkan senyummu ayah

Bukan senyum yang pura

Melainkan senyum dari hatimu yang nyata

Pada ayahku

Bolehkah sekali lagi aku menyatakan rindu

Pada wajahnya yang tak ada sendu?

bolehkah sekali lagi aku menyatakan maaf

sebab diriku yang membuat senyumnya menjadi pura yang berparaf paraf?

Waktunya siang malam

Seperti tak payah

Seakan putri kecilnya mengharuskan segudang emas yang indah

Ayahh

Tolong rehatlah sejenak

Agar duniamu tak begitu terlihat rusak

Tuhan

ayahku terbaring di dipan kesakitan

Bolehkah aku mengeluh bahwa ini terlalu berat sekarang?

dunia seakan menusukku dengan kuat

Mendaratkan banyak panah yang begitu dasyat

namun pada Mu aku tidak berani mendebat

Tuhan

Sembuhkan ayahku

Dengan obat yang tidak menimbulkan rasa sakit lagi

Sembuhkan ayahku

Dengan kesembuhan terbaikmu yang tanpa menimbulkan nestapa lagi

 

Malam ini sejuk udara hampiri daku

Menusuk kalbu membuatku pilu

Sebuah hari yang selama ini tidak pernah aku tunggu

Sendirian dalam sepi di depan ruang tunggu

Apakah rasa sakit ini jalanku?

Sekali lagi

Tuhan

Tolong sembuhkan BINTARAKU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun