Mohon tunggu...
Dewi Leyly
Dewi Leyly Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - ASN

Life is a journey of hopes.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diary Peri Gigi: Temani Aku

4 Agustus 2024   20:07 Diperbarui: 4 Agustus 2024   20:09 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : FB Love city

Diary Peri Gigi : Temani Aku...

Kisah yang kutulis ini adalah kisah yang meresahkan.

Dimulai ketika hari ini, perawat gigiku, mbak Key,  ada program UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah), melaksanakan skrening kesehatan ke sekolah. Otomatis donk, aku sendirian di poli gigi.

Pasien tak begitu ramai di hari Senin ini. Jadi, aku bisa sambil mengerjakan PR insidental, yaitu PR entry data PPS, rencana kegiatan bab 1 - 5. Awalnya dijanjikan mau dibantuin teman, tapi tugas dia pun juga banyak. Tak bisa maksimal membantu. Sementara progress penyelesaian masih 54 %.

"Ayo semangaaattt, kurang 46% lagi," batinku.

Saat asyik mengentry, pasien mulai datang. Seperti rintik gerimis, satu persatu menerpa wajah. Satu pasien selesai dikerjakan, satu lagi pasien sudah menunggu di daftar antrian.

Ketika tak ada lagi daftar antrian tertera di aplikasi antrian pasien, seorang teman perawat umum tiba tiba masuk poli gigi dan berkata, "Dok, ada yang salah kamar. Namanya Mr i,"

"Ok, diminta menunggu sebentar ya, aku masih menulis laporan rekam medis pasien sebelumnya," jawabku.

Selesai mengentri, aku memanggil Mr i. Karena tadi salah masuk kamar, panggilan antrian pasien kulakukan secara manual.

Aku berdiri di pintu poli gigi memanggil pasien, " Mr i, monggo ke poli gigi."

Seorang pria yang duduk dengan tak sopan, kakinya diangkat sebelah di kursi, seperti sedang nongkrong di warung makan menunggu hidangan datang. Ia merespon panggilanku dan masuk ke poli gigi.

Pada pandangan pertama, aku merasa tak nyaman dengan sikapnya yang seperti tak tahu sopan santun.

Kusabarkan diriku sendiri, "Mungkin dia sedang capek menunggu antrian, sehingga bertingkah laku seperti itu," batinku.

Mr i masuk dan duduk di kursi  pasien. Lalu berlanjutlah perasaan tak nyamanku. Sambil menjawab pertanyaanku, dia membuka kaosnya setengah bagian bawah kiri. Sambil mengelus ngelus perutnya, ia berkata bahwa sakit giginya sudah berlangsung 25 hari. Saking sakitnya sampai perutnya sakit karena tiap hari hanya minum air putih saja. Bobotnya pun susut lebih dari 10 kg selama sakit gigi itu.

"Lah, kalau sakit gigi lebih dari seminggu, kenapa nggak periksa," batinku kesal.

Apalagi dia mengelus ngelus perutnya terus. Pemandangan yang coba kuabaikan.

"Apa coba maksudnya seperti itu ? Kan tidak perlu sampai membuka sebagian kaosnya ?" lagi-lagi kesal berkecamuk dalam batinku.

Akhirnya pasien kupersilakan duduk di Dental unit untuk diperiksa lebih lanjut. Kuminta duduk selonjor. Saat aku menyiapkan gelas kumur dan set alat pemeriksaan gigi,  pasien itu lagi-lagi duduk dengan mengangkat satu kakinya di dental unit.

"Hadeuh, tidak sopan sama sekali," batinku lagi.

"Pak, kakinya selonjor lurus saja nggih," pintaku.

Akhirnya diluruskanlah kakinya.

Saat akan kuperiksa, kembali dia membuka kaosnya dan mengelus-elus perutnya. Kali ini yang sebelah kanan.

Aku membatin, "Tadi yang dielus-elus kiri, sepertinya lambungnya sakit. Sekarang kok ganti kanan ? Apa lambung di sebelah kanan juga ya?" Aih, kok ingatan anatomiku jadi bias ya...

"Masih sakit perutnya ya Pak ?" tanyaku.

" Iya lah. Bayangkan saja selama ini saya cuma minum air, nggak makan gara gara sakit gigi ini," jawabnya

Selesai pemeriksaan area mulut dan gigi, ternyata giginya atas goyang 2 gigi. Gusinya memerah. Sepertinya habis bengkak beberapa waktu yang lalu dan saat ini proses penyembuhan. Goyangnya gigi sudah lumayan. Yang satu gigi sudah goyang sekitar 80%, satunya mungkin sekitar 50%.

Aku memberikan alternatif tindakan perawatan yang bisa dilakukan. Pengobatan dahulu untuk meredakan radang di gusinya. Tapi pasien memaksa ingin mencabut giginya.

Kali ini dia semakin berani, tak hanya mengelus-elus perutnya, dia juga sedikit memelorotkan celana luarnya, hingga celana dalamnya yang berwarna biru tua kelihatan.

"Ya ampun, meresahkan sekali..." batinku.

Aku mencoba fokus, menjelaskan kepada pasien tentang  tata cara tindakan yang akan dilakukan padanya. Tapi bagaimana bisa, sudut mataku masih menangkap tingkah absurdnya itu.

Aku membatin, "Jangan-jangan dia punya kelainan sexual ? Bagaimana kalau dia macam-macam sama aku ? Aku kan sendirian."

"Hiks hiks hiks... Mbak Key, coba kalau ada dirimu, aku tidak akan separno ini," batinku.

Selesai memberi penjelasan kepada pasien, segera kusiapkan alat dan bahan pencabutan gigi. Dan yeay, peri gigi siap beraksi.

Demi menghindar dari kemungkinan terburuk, saat mencabut gigi,  posisi berdiriku agak menjauh dari jangkauan tangan pasien. Sudahlah, jangan tanya seperti apa modelnya, bukan pose ideal  untuk difoto. Hehehe.

Pikirku, aku melakukan tugasku dengan menjaga diriku sendiri, tak penting posisinya seperti apa.

Dan... proses pencabutan gigi dengan pose tak ideal itu, sedikit banyak menghasilkan keluaran yang tak ideal juga. Pencabutan gigi pertama berjalan mulus. Namun pencabutan gigi kedua, sedikit tak mulus.

Pikiran parno yang menghantuiku, refleks menggerakkan tangan kananku yang memegang tang gigi untuk segera mengakhiri tugasnya. Hentakan untuk mengambil gigi keduanya, menghasilkan erangan tertahan darinya.

"Aaaaaarrrggghhhh, " teriak Mr i tertahan. Kali ini tangan kanannya berpindah memegangi pipinya.

"Hmmm, rasain deh Mr, " ujarku dalam hati.

Akhirnya, sikap meresahkannya yang membuat perasaanku tak nyaman, terhenti sekejap.

"Makanya, jangan macam-macam sama peri gigi !"

Sebelum membersihkan bekas pencabutannya, kuminta Mr i berkumur satu dua kali saja. Tapi bolak balik dia meludah ke sputum bowl. Darah yang mengental keluar tiap kali ia meludah.

"Waduh, alamat bersih bersih ekstra ini, asyemmmmm.....," batinku.

Saat selesai membersihkan bekas pencabutannya, kuminta Mr i menggigit tampon gigi agar proses perdarahan cepat terhenti.
Bukannya menggigitnya, pasien malah mengunyah-ngunyah tampon giginya.

"Ya ampun, please deh Pak, jangan meresahkanku lagi dong....," rutukku.

Dan akhirnya, selesai sudah kisah meresahkan ini setelah menuliskan resep obat pada pasien. Jangan tanya berapa kecepatan yang kupakai untuk menuliskan resep kali ini. Tak ada acara menulis santai sambil berbincang dengan pasien. Karena memang aku ingin segera mengakhiri kisah meresahkan ini.

# 29.07.2024
# kisah yang ingin segera kuakhiri
# diary peri gigi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun