"Paling juga sebentar lagi datang, Mbak. Kena macet kali," hiburku.
"Iya," lagi-lagi jawabnya singkat.
"Mau minum, Mbak ?" aku menawarkan sebotol air mineral padanya.
"Tidak usah, terima kasih," tolaknya halus.
Ya sudah, aku minum sendiri saja. Aku sendiri juga haus banget gitu loh... ! Glek... glek... glek... Puji Tuhan !!! Betapa segarnya ketika air itu berpindah tempat membasahi kerongkonganku. Aku menengok ke sekeliling ruang tunggu yang ramai itu, namun tak kutemui sosok si hitam manis yang pernah mewarnai hari-hariku itu.
Terlintas lagi satu kisah, suatu hari dalam perjalananku ke Surabaya, tiba-tiba saja bus yang kunaiki oleng dan akhirnya terbalik di daerah Mojokerto. Joe menempuh perjalanan Surabaya - Mojokerto siang itu untuk menjemputku dengan motor tua kesayangannya. Aku begitu takut dan shock tiap kali mengingat hari itu. Namun aku sungguh bersyukur bahwa dalam kecelakaan yang memakan dua korban jiwa itu, Tuhan memberiku kesempatan lagi untuk melanjutkan kehidupanku. Dan diantara puluhan penumpang selamat lainnya yang mengalami luka-luka di tubuhnya, Tuhan menjagaku dengan herannya.
"Dik, kamu nggak apa-apa ? Kamu baik-baik saja kan ?" tanya Joe sambil mengusap rambutku yang penuh tumpahan oli. Aku hanya mengangguk miris menyaksikan bangkai bus yang hancur dalam posisi terbalik.
"Aku selamat, Mas..." bisikku tak percaya.
"Percayalah... tangan Tuhan merenda hidup Adik begitu indahnya," jawab Joe waktu itu.
"Satu lagi keinginanku terwujud, Dik !"
Aku tak mengerti maksud ucapan Joe itu sebelum akhirnya ia menjelaskan, "Kamu kelihatan tambah item seperti aku," candanya. Aku meninju lengan Joe dengan kepalan tangan kananku yang masih gemetaran.