Mohon tunggu...
Dewi Laxmi
Dewi Laxmi Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga

Membaca, memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

P i n j a m

3 November 2023   14:57 Diperbarui: 3 November 2023   15:22 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebegitu banyakkah dosa yang telah aku dan suami perbuat? Ya Allah, ampuni kami.

Aku dan suami terus berusaha untuk melepaskan Sinta dari mahluk terkutuk itu. Tak sedikit orang pintar atau ustaz yang kami mintai tolong, tetapi semua jawabannya hampir sama ; dia tak mengganggu. Dia hanya ingin menjaga anakku. Dan dia berasal dari leluhur suamiku.

Bulshit!

Istighfar tak henti-henti kugaungkan. Sungguh ini pengalaman yang masih belum bisa kuterima dengan akal. Beruntung di delapan tahun usia Sinta, aku bertemu seseorang yang bisa menjelaskan dengan gamblang, siapa dan apa serta dengan maksud apa dia berada dalam tubuh anakku. 

Uwak Salim, seseorang yang tak sengaja bertemu saat aku dan suami sedang kontrol ke rumah sakit karena penyakit yang diderita suamiku.

Kaget dan tak menyangka saat mendengar penjelasan dari laki-laki berusia 55 tahun itu, bahwa mahluk siluman yang berwujud setengah manusia dan setengah ular adalah putri dari kerajaan bawah laut. Dia meminjam raga Sinta agar bisa bermain-main di alam manusia. Namun, keberadaannya tentu saja bisa memberikan dampak buruk bagi perkembangan tubuh kembang dan kejiwaan Sinta, anakku. Air mata tak lagi kuasa kubendung. Aku menangisi nasib anakku.

Kepalaku bertambah berdenyut ketika mengingat itu semua. Seenaknya saja dia mengatakan meminjam raga anakku. Tak pernah dipikirkan dampak ke anakku yang mengalami perubahan tak normal.

"Sinta, kok makan ayam gorengnya banyak sekali?" tanyaku saat kami sedang makan bersama.

"Sinta lapar, Bun," jawabnya sambil mengambil potongan ke tujuh dari sepuluh potong ayam yang kusajikan di atas piring.

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

Begitupun saat dia mengambil potongan semangka yang kusajikan sebagai buah pencuci mulut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun