Menempuh perjalanan sejauh 200 km dari Jakarta menuju Cirebon tidak terasa membosankan karena aku ditemani sebuah buku yang sangat inspiratif. Buku ini sudah aku beli bahkan sebelum masa pandemi Covid-19. Tepatnya di bulan November sebagai hadiah ulang tahun untuk diriku sendiri.
K-Ners ... Apakah ada yang juga senang memberi hadiah buku untuk diri sendiri?
Bukan kali pertama juga aku membaca buku ini sebagai teman perjalanan, pernah aku bawa ke Yogyakarta dan Solo hingga ke Surabaya. Tidak bosan membacanya berulang kali. Bahkan ada saja fenomena kekinian yang ternyata di dalam buku ini sudah diprediksi.
Seperti ceritaku pada artikel yang ditulis kemarin. Aku menjadi narasumber pada sebuah kegiatan mahasiswa di kampus Universitas Catur Insan Cendekia (UCIC) Cirebon yang bertajuk 'Pembekalan UKM Retotik'. Senang bisa berbagi semangat dengan menunjukkan buku yang aku baca ini. Kemudian aku melanjutkan mengisi mata kuliah Manajemen Hubungan Pelanggan.
Tema pertemuan kali ini adalah Praktikum Pelayanan dengan studi kasus di cafe atau restoran. Mahasiswa diminta untuk mempraktekkan teori yang telah dipelajari selama 8 kali pertemuan. Mereka sebelumnya telah melakukan kegiatan onsite di sebuah cafe untuk mempelajari bagaimana praktik dari bisnis kuliner beserta pelayanannya?Â
Manajemen hubungan pelanggan juga dibahas di dalam buku tebal 424 halaman ini. Walaupun tidak secara eksplisit tapi dalam chapter 4 tentang Redefining Loyalty ada banyak insight yang relevan.Â
Sebelum era internet, customer path hanya 4A, yaitu aware, attitude, act, dan act again. Customer path yang dilalui mulai dari menyadari bahwa sebuah brand itu memang ada. Pemasasr percaya pesan sama yang disampaikan secara terus menerus secara vertiakl, eksklusif, dan individual akan menimbulkan positive attitute di benak audience.Â
Selanjutnya, dengan upaya sales-promotion, audience akan mencoba dan membeli. Kemudian dengan dukungan sistem loyality, maka akan terjadi act again atau repeat!
Namun itu dulu! Setelah ada internet, aware tetap menjadi tahap pertama dari customer path. Tugas pemasar selanjutnya adalah menciptakan appeal pada audience. Appealing ini sangat penting ketika jumlah pesaing sudah tidak terbatas, karena waktu audience menjadi sangat terbatas. Dampaknya mereka pun menjadi sangat mudah untuk switch ke informasi lainnya yang lebih appealing.
Hal menarik lainnya yang penting menjadi perhatian para mahasiswa dan kita yang bekerja di dunia bisnis adalah bagaimana agar barand attraction dapat terbangun dengan baik. Ini bisa diterapkan juga dalam diri seorang manusia.
Pertama: physicality atau tampilan yang menarik.
Kedua: intellectuality atau kecerdasan.
Ketiga: sociability atau kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain.
Keempat: emotionality atau kemampuan dalam mengelola emosi diri.
Kelima: personability atau kemampuan mengenali diri sendiri.
Keenam: morality atau sikap etis dan integritas seseorang.
Hermawan mengucapkan salam WOW to NOW! pada akhir pengantar buku ini. Dia menulis bahwa banyak yang meramalkan bahwa pada tahun 2030 adalah era di mana manusia dan mesin menjadi semakin tidak terpisahkan. Ada yang memprediksi bahwa robot di masa depan akan semakin mirip manusia. Robot tidak hanya dapat beroperasi baik secara fungsional, tapi juga dapat mengenali dan mengekspresikan dimensi emosional.
Marketing adalah dunia dan hidupnya Hermawan. Bahkan, dalam beberapa kesempatan dia mengatakan,"Saya sleep and dream with marketing." Hermawan mengatakan ada enam aspek yang perlu dimiliki seseorang jika ingin menjadi pemimpin yang berpengaruh yang disebut sebagai WOW Leader.
Aspek pertama adalah fisik, seorang pemimpin harus memiliki pembawaan diri secara fisik yang menarik. Tidak harus ganteng atau cantik, tetapi mengusung suatu daya tarik. Entah itu visual dengan cara berpenampilan menarik dan mampu membawa diri. Misalnya dari suara ketika berbicara yang bisa membawakan materi dengan intonasi yang jelas.Â
Aspek kedua adalah intelektual yang harus tercermin dari kempuan berpikir logis, sistematis, kreatif, sekaligus praktis alias pemikirannya bisa diaplikasikan di dunia nyata.Â
Aspek ketiga adalah emosional. Kemampuan mengontrol diri dan memiliki alasan yang kuat ketika harus marah. Seperti marah ketika karyawan kinerjanya tidak gesit, menunda-nunda pekerjaan, tidak kreatif, atau tidak produktif.
Aspek keempat adalah sosial. Nah, hal ini bisa dilihat dari jejaring pertemanan dan kemampuan memecahkan masalah tentang relasi antar manusia. Apakah kita senang bertemu dengan orang baru? Atau membangun persahabatan dengan banyak orang dari berbagai latar belakang dan kelompok?
Aspek kelima adalah personal. Kultur di dalam keluarga sejak kita kecil ternyata ada pengaruhnya terhadap diri kita sekarang. Seperti budaya belajar dan terbuka terhadap perubahan. Kita berupaya terus menerus memperbaharui diri agar tetap relevan dengan zaman yang senantiasa berubah ini.
Aspek keenam adalah moral. Aspek ini memuat tiga elemen utama yaitu integritas, tanggung jawab, dan murah hati. Kita penting untuk berusaha keras mewujudkan komitmen. Tidak membohongi orang lain dan selalu bisa menepati janji.
Pada chapter 31 yang bertema Citizen 4.0 : The Model ada ungkapan yang menarik seperti ini, anak bagaikan pohon rambat. Jika pohon rambat dibiarkan tumbuh sekehendak hatinya, maka ia akan tumbuh ke segala arah, tanpa tujuan, tak sedap dipandang, dan akan mengganggu manusia di sekitarnya. Namun, jika diarahkan dan dibentuk, maka akan tumbuhlah sesuai dengan apa yang kita arahkan. Keindahan akan terpancar dari tanaman itu dan akan berguna serta memukau orang di sekitarnya."
"Rangkailah anak kita dengan jiwa seni, kasih sayang, dan kelembutan, maka tanaman rambat itu tidak akan hanya sekadar menjadi tanaman rambat." Pada konteks pengembangan diri, kita tidak sekadar tumbuh secara biologis dan memiliki keahlian yang mumpuni.
Menurutku buku ini rekomended untuk dibaca dengan seksama. Siapkan waktu yang lapang dan pikiran yang jernih untuk mencerna chapter demi chapternya. Kesan dari Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI tentang buku ini adalah, "Membaca pemikiran dan buku-buku Pak Hermawan, kita merasa lebih gampang dalam memahaminya karena ada alur sistematis dan gamblang."
Aku sepakat dengan pendapat Ignatius Jonan, Menteri ESDM RI yang mengatakan, "Buku ini tidak hanya membuka mata kita, tapi juga mencerahkan dan memperkaya batin, serta memberi semacam panduan bagi kita dalam merespon kecenderungan global yang saat ini berlangsung, dan mewarnai masa depan.
Satu lagi yang membuatku tertarik dengan buku ini adalah halaman depan atau covernya. Ada kutipan kalimat dari Plilip Kotler, "It's may great pleasure to have spent so many years, enjoying, learning from Hermawan. Keep being yourself."
Tulisan 'Citizen 4.0; dengan warna biru dan merah dihiasi oleh 7 gambar manusia yang sedang beraktivitas yang menunjukkan era teknologi digital. Tepat sekali dengan kalimat yang berada di bawahnya, 'Menjejak Prinsip-Prinsip Pemasaran Humanis di Era Digital."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI