Belum sempat berbakti kepada orang tua itu sering membuat Bu Sari dan suami merasa sangat sedih. Jangankan orang tua mereka minta dibantu, malah sering Bu Sari dan suami yang diberi hadiah. Mereka berdua disekolahkan hingga pascasarjana. Kesehatan orang tua mereka cukup prima, sehingga sampai akhir hayat tidak mengidap penyakit yang berbahaya secara menahun. Ketika akan wafat hanya beberapa hari saja di rawat di rumah sakit, sebagai jalannya untuk berpulang kehadirat Illahi Rabbi. Jadi untuk menebusnya Bu Sari dan suami menyisihkan sepertiga dari warisan untuk diwakafkan dengan bermohon kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi Karunia agar pahalanya juga sampai kepada orang tua mereka. Â
Anak-anak Bu Sari masih sekolah di SMA, SMP, dan SD. Setiap bulan di luar kebutuhan sehari-hari, suaminya menyisihkan gaji untuk tabungan pendidikan dan program dana pensiun. Sedangkan Bu Sari lebih senang menabung dengan membeli perhiasan emas atau logam mulia untuk simpanan. Bersyukur dari warisan mereka bisa menunaikan ibadah haji di usia belum genap 40 tahun dengan maksud agar pahala harta yang digunakan beribadah itu juga sampai kepada orang tuanya. Ada juga tabungan khusus untuk ibadah umroh yang disisihkan dari uang THR.
Satu jam kemudian.
"Bu ... Bu ... Maaf sudah selesai nih pijetnya belakang. Bisa miring ... Biar yang sebelah sini dipijet juga," kata Bu Tiyah sambil menepuk punggung tangan Bu Sari.
Akhirnya setelah selesai semua bagian badan hingga kepala dan wajah. Bu Sari memberikan uang selembar seratus ribu rupiah dan beberapa potong roti sandwich sisa sarapan. "Ini ada sandwich buat Nia dan Adi ya Bu," kata Bu Sari.
"Loh ... Saya kok mirip daging dan sayuran yang dijepit roti di atas dan di bawah ya?" Bu Tiyah bergumam sambil tersenyum karena sekarang dompetnya lusuhnya telah berisi uang seratus ribu rupiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H