Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Sandwich Buat Bu Tiyah

3 April 2024   12:03 Diperbarui: 3 April 2024   17:02 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bu Sari sudah marfum. Segera mengambil uang dan menyerahkan kepada Bu Tiyah. "Terima kasih Bu ... Nanti pijet gak usah bayar lagi ya. Ini hutang loh!" kata Bu Tiyah girang.

Seratus ribu. Lembaran berwarna merah itu sekarang ada di dompet lusuh Bu Tiyah. Nia, anak kecil berbadan kurus itu masih terus saja melangkah terseok di pasar mengikuti Bu Tiyah. Beras lima kilo sudah enam puluh ribu. Tempe, tahu, bawang merah, bawang putih, cabe, sawi, wortel, kecap. Ya ampun ... Tinggal sepuluh ribu. Mau beli telur tapi ragu. Kosong lagi dompetnya. "Aduh ... Kalau Nia minta jajan sore pas ngabuburit gimana?" batin Bu Tiyah.

Akhirnya telur tidak jadi dibeli. Apalagi ayam, mana sanggup. Bu Tiyah bergegas menuju  rumah untuk siap-siap mencuci baju dan menjemurnya, mumpung matahari sedang terik. Dilemanya kalau siang bolong pastinya rumah Bu Tiyah akan panas karena atapnya dari asbes tanpa plafon.

Bu Tiyah sering -berulang kali mengatakan kepada para langganannya. Dia sekarang harus menanggung makan mertua, suami, anak, cucu, dan cicit. "Anak saya itu Mia gak becus kerjanya.  Pindah-pindah terus, gak betah. Kan jadinya nyusahin orang tua aja," Mia seorang janda akibat ditinggal kabur suaminya. Anaknya ikut tinggal di rumah Bu Tiyah. Sedangkan Nia adalah cicit Bu Tiyah dari cucunya yang hamil di luar nikah. 

"Duuuhhhh ... Memang riweuuuh hidup saya ini sekarang," begitu keluh kesah yang membuat pelanggannya bersyukur karena tidak mengalami nasib seperti Bu Tiyah.

"Apa ya namanya sekarang itu? Keren deh kayak roti orang bule," kata Bu Tiyah.

"Ooohhh ... Sandwich generation," sahut Bu Sari sambil memejamkan mata menikmati pijatan Bu Tiyah.

"Iiihhh ... Roti isi itu saya gak doyan," balas Bu Tiyah sambil menggeleng. 

"Ha3 ... Aku juga gak mau lah kalau harus jadi sandwich generation, walau cuma sepotong," lanjut Bu Sari.

"Iya Bu ... Jangan sampe deh kayak saya. Ribet!" kata Bu Tiyah sambil mengoleskan minyak urut di betis dan paha. Bu Sari sudah memejamkan mata lagi dan terlelap tidur.

Bu Sari seorang arsitek berusia 40 tahun bukanlah generasi sandwich. Ayahnya dokter spesialis dan ibunya dosen sekaligus pengacara. Ibu mertuanya dokter spesialis dan ayah mertuanya dosen. Bu Sari mendapat warisan setengah milyar dari orang tuanya. Begitu juga suaminya mendapat warisan dengan jumlah yang hampir sama ketika ibu dan ayahnya tiada. Semuanya itu dari tabungan, asuransi, logam mulia, penjualan aset berupa rumah dan tanah milik orang tuanya yang dibagi bersama adik dan kakak sesuai hukum Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun