Rindu Baitullah demikian rasa dalam rongga jiwa tak mampu ku jelaskan dengan kata-kata. Ribuan kilometer dari bumi persada Indonesia tak menyurutkan niat untuk menjejak memenuhi undangan dari Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi. Perjalanan di langit berkendara pesawat Saudi Airlines ku tempuh dalam waktu 9 jam lebih non stop Jakarta menuju Jeddah.
Bandara King Abdul Aziz dengan payung-payung putih besar menyambutku dengan ramah, walau tak begitu mudah memahami berbagai instruksi dalam bahasa Arab. Maklum saja ... Aku tak fasih menggunakan bahasa yang seharusnya dipelajari sama baiknya dengan bahasa Inggris ini. Terselip sedikit penyesalan mengapa tak menjadi pelajaran utama padahal setiap hari kita membaca Al-Qur'an yang jelas-jelas menggunakan bahasa Arab.
Kisah ibadah haji ini aku tuangkan kembali untuk mengenang dan memotivasi diri sendiri agar terus berusaha memperbaiki amal selagi masih diberi kesempatan hidup oleh Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa. Kita tidak tahu kapan akan berakhir tugas di dunia fana ini bukan? Bukan soal usia atau siapa lahir lebih awal. Kematian bisa menjemput siapa saja dan di mana saja ... Maka, persiapkanlah dengan sebaik-baiknya.
Kembali pada kisahku saat memasuki Kota Makkah yang indah. Suasananya tentu sangat berbeda dengan Kota Jakarta dan kota-kota lainnya di negara tercinta. Sepanjang jalan latar pemandangannya adalah gurun pasir, bukit dan gunung batu, sedikit sekali tampak pepohonan. Sesekali saja aku bisa melihat unta-unta sedang digembalakan. Entah apa yang mereka makan? Tak tampak rumput hijau sedikitpun ... Subhanallah ...
Aku menunaikan ibadah haji pada tahun 2006. Berangkat bulan November 2006 dan kembali ke Indonesia bulan Januari 2007. Setahun di tanah suci ... Masyaallah. Kloterku 77 dan mendapat penginapan di daerah Ma'la dekat pemakaman Bunda Khadijah istri tersayang Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam. Jaraknya sekitar 2 kilometer dari Masjidil Haram, maktab 12 nomor penginapan 135. Posisinya ada di bagian sebelah Timur dari Masjidil Haram.
Khadijah sangat suka burung merpati. Nah ... Di persimpangan jalan dekat pemakaman banyak berkeliaran burung merpati jinak. Bahkan merpati dipilih Allah Yang Mahamulia lagi Mahabaik untuk menjadi pelindung bagi Rasulullah dan sahabatnya Abu Bakar saat hijrah. Gua Tsur tempat mereka bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy ditutup dengan sarang oleh merpati. Masyaallah ...
Nabi Muhammad adalah penduduk Ma'la hingga ada perintah hijrah ke Kota Madinah. Ketika Fath Makkah (pembebasan Makkah), Beliau dan para sahabat masuk ke Kota Makkah dari arah Ma'la / Hujun. Di sini ada Masjid Jin yang selalu aku lewati saat menuju ke Masjidil Haram dan sering juga digunakan oleh kloter 76 dan 77 untuk transit mendengarkan tausiah dari KH. Abdullah Gymnastiar atau yang akrab disapa Aa Gym dan istrinya Teh Ninih.Â
Alhamdulillah ... Jarak 2 kilometer tidak menghalangi hati dan langkah kaki untuk selalu bergegas menuju Masjidil Haram dan Ka'bah. Aku lebih senang menyebutkan Ka'bah dengan Baitullah. Â Sebagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 127; 'Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Isma'il, (seraya berdo'a) "Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.'
Masjid yang dihormati dan dimuliakan di dalamnya ada Baitullah yang menjadi pusat dan titik arah kiblat umat Islam di seluruh dunia ketika melaksanakan ibadah salat. Bukan hanya ganjaran 100.000 kali pahala jika salat di sini dibanding masjid lain, tetapi aura, suasana, dan rasa sangat dekat kepada Yang Maha Pencipta Illahi Rabbi itulah yang terus menerus ingin aku dapatkan ketika berda di Masjidil Haram.Â
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam menyatakan; "Jangalah memberatkan untuk mengadakan perjalanan kecuali ketiga masjid, yaitu (1) Masjidil Haram, (2) Masjidku (Masjid Nabawi), (3) Masjidilaqsha." (HR. ad-Damiri, an-Nasa'i, dan Ahmad).
Kondisi Masjidil Haram dan Baitullah saat masa Rasulullah tentulah tidaklah seluas dan semegah sekarang. Masjid ini terus diperluas sejak masa kekhalifahan Umar bin Khatab, Usman bin Affan, kemudian diperindah lagi pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah. Tak ketinggal dinasti Otoman juga melakukan beberapa kali perbaikan. Bangunan Masjidil Haram terdiri dari dinding dan deretan tiang-tiang dengan lengkungan-lengkungan artistik mengelilingi Baitullah. Kubah-kubah kecil berjumlah 152 buah. Masing-masing tiangnya berjumlah 589 buang dengan ketinggian 20 kaki dan diameter 1,5 kaki. Tiang-tiang kokoh tersebut terbuat dari marmer putih, batu granit biasa, dkombinasikan dengan batu granit berwarna. Batu-batu alam itu diambil dari pegunungan di sekitar Kota Makkah.
Aku melaksanakan tawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 putaran. Di pelataran Baitullah ada tempat-tempat bersejarah seperti Maqam Ibrahim sebagai tanda tapak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Baitullah. Ada Hijir Ismail yang menjadi tempat untuk salat sebagaimana salat di dalam Ka'bah. Ada juga tempat berdoa yang mustajab yaitu Multazam. Di sini jamaah haji dan umroh biasanya akan meminum air zamzam sambil menghadap Baitullah dan memanjatkan doa-doa terbaiknya. Sedangkan di sisi Selatan ada bukit Shafa dan Marwa yang menjadi titik awal dan akhir Sa'i.
Oya ... Posisi favoritku saat berada di Masjidl Haram adalah sisi segaris dengan lampu hijau tanda dimulainya tawaf. Dari sini memandang Baitullah dan pusaran indah dari jamaah haji dan umroh yang sedang tawaf, Allahuakbar ... Bergetar hatiku dan pasti tak terbendung airmata akan menetes membasahi wajah hingga jilbabku kuyup. Terlebih pernah suatu hari hujan turun begitu deras selepas shalat Jumat, rasanya sungguh luarbiasa ... tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Sungguh Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf menurunkan karunia-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang taat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H