Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perspektif Al-Qur'an dan Kesehatan Mental

24 November 2021   13:16 Diperbarui: 24 November 2021   13:31 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi

Perubahan sosial yang serba cepat, terutama dua tahun terakhir dengan adanya wabah pandemi COVID-19, mempunyai dampak pada kehidupan masyarakat. Selain adanya kemajuan teknologi, penggunaan internet dan sosial media, pola hubungan antar anggota keluarga dan sistem pendidikan, serta bagai hal lainnya yang tidak semua orang mampu menyesuaikan diri. 

Hingga pada gilirannya menimbulkan ketegangan dan stres pada dirinya. Stres dapat menjadi faktor pencetus, penyebab, atau akibat dari suatu penyakit, di mana kesehatan fisik dan kesehatan mental dari orang yang bersangkutan menurun. Perubahan psikososial menyebabkan perubahan nilai-nilai kehidupan di antaranya:

1. Pola hidup masyarakat dari yang semula sosial religius cenderung ke arah pola kehidupan masyarakat individual, materialistis, dan sekuler.

2. Pola hidup sederhana dan produktif cenderung ke arah pola hidup mewah dan konsumtif.

3. Struktur keluarga yang semula extended family cenderung ke arah nuclear family bahkan sampai kepada single parent family.

4. Hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat, cenderung menjadi longgar dan rapuh.

5. Nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat, cenderung berubah menjadi masyarakat modern bercorak sekuler dan serba boleh (pemissive society).

6. Lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung untuk memilih hidup bersama tanpa nikah.

7. Ambisi karier dan materi yang dapat mengganggu hubungan personal baik dalam keluarga maupun di masrakat.

Beberapa contoh tersebut dapat merupakan sumber stres psikososial dalam masyarakat.

...

Dari semua cabang ilmu kedokteran, maka ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dan kesehatan mental (mental health) adalah yang paling dekat dengan agama. Bahkan di dalam mencapai derajat kesehatan yang mengandung arti keadaan kesejateraan (well being) pada diri manusia, terdapat titik temu antara kedokteran jiwa / kesehatan mental di satu pihak dan agama di lain pihak.

Pengertian kesehatan mental menurul paham ilmu kedokteran adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan mental mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.

Organisasi kesehatan se-Dunia (WHO) tahun 1959, memberikan kriteria mental yang sehat adalah:

1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan buruk baginya.

2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.

3. Merasa lebih puas memberi daripada menerima.

4. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.

6. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk kemudian hari.

7. Menjurkan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

8. Mempunyai rasa kasih yang besar.

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah 2:153).

Dilema kehidupan akan selalu muncul dalam perjalanan hidup kita. Dalam menghadapinya tidak setiap orang dapat mengatasi dengan baik.

Pada tahun 1984, WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan elemen spiritual (agama) sehingga seharang sehat ada 4 dimensi, yaitu: bio-psiko-sosio-spiritual.

Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad (dari Jabir bin Abdullah ra.), sabdanya: "Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan ijin Allah penyakit itu akan sembuh."

Terbukti secara ilmiah melalui berbagai penelitian, bahwa kemampuan mengatasi penderitaan dan penyembuhan ternyata mereka yang religius lebih mampu mengatasi dan proses penyembuhan penyakit lebih cepat, tidak terlalu banyak mengeluh depresi, serta rasa nyeri juga lebih tahan serta mampu mengatasinya.

 Manfaat komitmen agama tidak hanya di bidang penyakit fisik, tetapi juga di bidang kesehatan mental. Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan mental ternyata juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada penderita skizofenia yang mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mengikuti kegiatan tersebut.

Bagi pasien dan keluarganya seringkali diliputi kecemasan dan ketakutan, rasa putus asa, dan depresi. Kondisi kejiwaan yang demikian dapat diatasi tidak hanya dengan obat penenang anti cemas atau anti depresi, namun Allah Yang Maha Terpuji lagi Mahateliti berfirman dalam surah Ar-Rad, ayat 28 : "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram."

Pentingnya faktor agama / psikoreligius di bidang psikiatri dan kesehatan mental, dapat dilihat dari pernyataan Prof. Daniel X. Freedman, mantan Ketua Umum APA, Guru Besar di UCLA dan selaku editor, "Archives of General Psychiatry". Menurut Daniel, di dunia ini ada dua lembaga besar yang berkepentingan dengan kesehatan manusia, yaitu profesi kedokteran di mana kedokteran jiwa (psikiatri) merupakan salah satu cabang ilmu dan lembaga keagamaan.

Dokter ahli jiwa (psikiatri) hendaknya dapat menelusuri riwayat kehidupan beragama pasiennya sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, sejauh mana pasien terikat dengan ajaran agamanya, sejauh mana kuatnya, dan sejauh mana hal ini mempengaruhi kehidupan pasien. Bagaimana pendapat pasien berdasarkan keyakinan agamanya terhadap terapi psikiatrik dan medik lainnya? Bagaimanakah pandangan agamanya terhadap bunuh diri dan lain sebagainya.

Terapi holistik yang dianjurkan adalah meliputi 4 dimensi, yaitu:

1. Terapi fisik/biologik, dengan obat-obatan psikofarmaka.

2. Terapi psikologik (psikoterapi).

3. Terapi psikosial.

4. Terapi psikospiritual/psikoreligius.

Firman Allah surah Al-Baqarah ayat 269, "Allah menganugerahkan al hikmah (kepahaman yang dalam dan tentang Al-Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengapil pelajaran (dari firman Allah)."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun