Mohon tunggu...
Dewi Ghaliza
Dewi Ghaliza Mohon Tunggu... Lainnya - Tidak peduli berapa jauh diriku mundur,karena yang penting berapa langkahku maju

Saya merupakan mahasiswa dari pendidikan sosiologi A 2018.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Perjalanan Implementasi Konversi SKS dalam Program Kampus Merdeka bagi Mahasiswa pada Era Merdeka Belajar

23 Mei 2022   21:56 Diperbarui: 23 Mei 2022   22:02 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama   : Dewi Ghaliza Faraskhalipa

NIM      : 1405618082

Kelas    : Pendidikan Sosiologi A UNJ

Latar Belakang 

Saat ini teknologi dan ilmu pengetahuan tengah berkembang begitu pesatnya. Masyarakat perlu beradaptasi atas dalam situasi ini agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman. Terlebih dengan adanya pademi covid-19, teknologi menjadi alat penting dalam menyambungkan interaksi antar manusia yang tengah dibatasi dalam kebijakan social distance akibat adanya penyebaran virus ini yang secara massif berkeliaran diantara kerumunan manusia secara diam-diam. 

Berbagai lingkup masyarakat turut terdampak, baik dari social, ekonomi, maupun pendidikan. Salah satu lingkup pendidikan yang turut ikut terpengaruh adalah lingkup perguruan tinggi. Mahasiswa yang terbiasa belajar, berdiskusi, dan mengasah diri dalam lingkungan kampus turut ikut terdampak akibat kebijakan ini. Mahasiswa terpaksa mengalihkan segala aktivitas yang ada dari luring menuju daring atau bisa dikatakan dari kegiatan yang bersifat tatap muka (offline) menjadi kegiatan yang berjalan dalam dunia maya (online). 

Banyak kegiatan yang terpaksa terbatalkan, ditunda, atau dirombak ulang demi menyesuaikan diri dengan keadaan saat itu. Hal ini turut menghambat perkembangan diri mahasiswa baik dari sisi akademis maupun sisi pengembangan diri. 

Berkaca dari fenomena ini, pemerintah meluncurkan sebuah program yang diharapkan dapat melatih siswa maupun mahasiswa untuk secara aktif dapat mengimplementasikan teknologi dalam kehidupan pendidikannya yang dikemas dalam kebijakan 'Merdeka Belajar'. Salah satu program yang diluncurkan adalah program 'Kampus Merdeka'. 

Program 'Kampus Merdeka' merupakan program yang diluncurkan demi memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengasah diri dalam mempelajari berbagai bidang keilmuan yang berasal dari keilmuan yang tengah didalami maupun keilmuan diluar jurusannya.

Hal ini diharapkan menjadi sebuah wadah baru bagi mahasiwa untuk mengimplementasikan berbagai keilmuan yang ia dalami dalam perkuliahan maupun program kampus merdeka selama mengikuti program ini setelah lulus nanti. Terlebih bagi mahasiwa yang merasa salah jurusan, hal ini pula diharapkan menjadi nafas baru dalam mempelajari bidang keilmuan yang ia ingin dalami dan minati diluar keilmuan jurusannya. 

Namun tidak ada yang sempurna, apalagi program ini baru-baru ini diimplementasikan dalam lingkup perguruan tinggi. Banyak hambatan yang muncul, khususnya dari sisi tingkat program studi (Prodi) yang menjadi salah satu pihak yang terhubung langsung dengan urusan pendidikan mahasiswa dan mahasiswa selaku target dari program ini ikut terdampak akibat kendala dan hambatan ini. Tulisan ini bertujuan memenuhi penugasan ujian akhir pada mata kuliah Pengembangan Masyarakat Bidang Pendidikan.

Apa itu kebijakan "Merdeka Belajar" dan program "Kampus Merdeka"?

Pada bulan maret 2020 merupakan titik awal dari era transformasi pendidikan Indonesia, banyak hal perlu dirombang ulang dan disesuaikan demi menjaga ritme proses belajar mengajar yang tengah dialihkan dari luring menuju daring akibat dari penyebaran virus covid-19 yang begitu massif. Kurikulum 2013 pun turut diringkas dan disesuaikan dengan keadaan yang serba jaga jarak ini, penyesuaian ini akhirnya dituangkan dalam kurikulum darurat. Selepas dari kurikulum darurat, pemerintah khususnya kementerian Pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi turut mencetuskan kebijakan merdeka belajar. 

Kebijakan merdeka belajar lahir sebagai langkah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka pemulihan proses belajar yang terhambat selama pademi covid-19 dan mentransformasi pendidikan Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kebijakan ini menyentuh sector-sektor pendidikan baik dari kurikulum sampai program-program baru diluncurkan. Baik dari jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi pun turut dijajaki dalam kebijakan ini. 

Salah satu jejang yang menjadi sorotan adalah perguruan tinggi. Salah satu turunan kebijakan merdeka belajar yang menitik beratkan pada kehidupan perguruan tinggi adalah peluncuran program Kampus Merdeka dan platform Kampus Merdeka Program ini menjadi titik balik atas transformasi pendidikan yang biasanya terjadi lebih banyak dalam ruang kelas untuk dibawah kearah yang lebih praktik, melatih mahasiswa dengan turun langsung ke lapangan, dan memberikan insight baru perihal lingkungan di luar kampus. 

Hal ini diharapkan mahasiswa dapat menghadapi tantangan dunia luar saat terjun langsung dan beradaptasi dengan lingkungan baru setelah lulus nantinya dengan mempraktikan keilmuannya dan beradaptasi dengan dunia diluar kampus lebih dahulu. 

Program ini telah berjalan selama kurang lebih dua tahun, terdapat berbagai kendala dan hambatan yang perlahan mulai ditata dan disesuaikan demi memperlancar salah satu capaian tujuan program ini yaitu meningkatkan kualitas SDM dan mempersiapkan generasi muda yang berdaya saing dalam pasar tenaga kerja dan pasar ekonomi nasional maupun internasional dengan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki selepas dari mengikuti program ini. 

Terlebih dengan adanya salah satu regulasi yang menarik minat mahasiswa untuk tidak perlu khawatir akan SKS yang dimilikinya tiap semester, karena setiap mahasiswa mengikuti program ini akan mendapatkan hak untuk mengkonversi sebesar 20 SKS/semester. Sayangnya, konversi SKS ini telah menjadi akar masalah baru yang muncul dari awal gelombang pertama program kampus merdeka sampai saat ini. 

Walaupun dengan adanya pemberian sertifikat dan uang saku untuk menarik perhatian mahasiswa cukup terdengar mengiurkan. Namun bila masalah SKS ini tidak segera ditemukan titik tengahnya, maka bukan tidak mungkin akan ada sebagian mahasiswa kebingungan untuk memilih antara mengorbankan SKSnya untuk mata kuliahnya demi mengikuti kampus merdeka atau tidak, bahkan mengurungkan niatnya untuk mencoba program ini.

Analisis Kasus

Sudah terhitung kurang lebih dua tahun program Kampus Merdeka berjalan, terdapat beberapa kendala yang dihadapi selama pengimplementasian program ini baik dari sisi birokrasi (pemerintah), penyelenggara, mitra-mitra, kampus, maupun mahasiswa. Namun dalam tulisan ini saya akan mengangkat masalah dari sisi perguruan tinggi baik dari sisi tingkat program studi dan mahasiswa. 

Alasan saya mengangkat sudut pandang tingkat program studi (prodi) karena tingkat program studi (prodi) merupakan otoritas terdekat dan langsung terhubung dengan mahasiswa. Sedangkan sudut pandang mahasiswa merupakan target sasaran dari program ini dan target yang akan merasakan dampak langsung dari pelaksanaan program ini. Kedua pihak ini telah menjadi aktor penting dalam program ini.

Saat saya pertama kali mencoba mengakses platform kampus merdeka, saya dapat menelusuri berbagai program yang ditawarkan oleh kampus merdeka. 

Pertama, mahasiswa dapat menemukan lowongan magang atau studi independent terbuka dari mitra-mitra yang telah bekerja sama dengan pihak penyelenggara dan pemerintah dalam mempersiapkan ruang bagi mahasiswa untuk belajar langsung kepada tim ahli ataupun merasakan experience langsung dalam mempraktekan keilmuan yang ingin didalami melalui kegiatan magang maupun studi independent. 

Kedua, bagi mahasiswa yang ingin mendistribusikan keilmuan yang ia punya, khususnya keilmuan yang bergerak dibidang pendidikan, maka mahasiswa dapat menyalurkannya melalui program merdeka mengajar. 

Ataupun bagi mahasiswa yang ingin mengasah ilmunya diluar jurusan prodi atau kampus lain dapat mengikuti program pertukaran mahasiswa untuk belajar di luar maupun dalam negeri yang memberikan kesempatan mencoba experience langsung belajar di jurusan maupun kampus lain.

Banyak program yang cukup mengiurkan dan menarik minat para mahasiswa yang haus akan pengalaman dan pengetahuan. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah yang muncul selama program ini berlangsung. 

Dari sisi mahasiwa, beberapa kendala muncul, khususnya dari konversi SKS. Kendala ini bertumpu pada program magang dan studi independen yang meminta mahasiswa untuk setidaknya menyediakan 20 SKS yang akan dikonversikan nantinya setelah selesai menjalani kedua program ini. 

Masalah konversi SKS terjadi bila mahasiswa yang mengikuti program magang ataupun studi independen tidak memiliki SKS yang dapat di konversi ataupun SKS dari mata kuliah yang sekiranya sejalan dengan jenis ataupun keilmuan yang telah dijalani oleh mahasiswa selama mengikuti program ini. 

Walau ini bersifat sukarela sekalipun, namun mahasiswa akan menyayangkan hal ini bila hasil jerih payahnya tidak dapat dikonversi atau dihitung sebagai SKS. Padahal diawal program dikatakan bahwa apa yang ia ikuti dalam program akan terhitung sebagai pembelajaran diluar kelas dan akan masuk kedalam SKS. 

Terlebih bagi mahasiswa yang tengah mengikuti MBMK (Program Merdeka Belajar- Kampus Merdeka), maka hitungan 20 SKS cukup terhitung besar dan akan mempengaruhi jalannya proses belajar mahasiswa di dalam kehidupan perkuliahannya bila mahasiswa memiliki jatah SKS sebesar 20 SKS yang bersifat "paketan" atau "bundle" dari pihak program studi, maka ia akan dilema untuk memilih antara ikut dalam program ini atau tidak.

Tingkat program studi pun turut ikut dibuat kebingungan dalam mengaplikasikan sistem ini. Prodi selaku yang menaungi langsung mahasiswanya, perlu mengetahui kegiatan maupun aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswanya sebagai tolak ukur penilaian nantinya, namun terdapat beberapa kendala seperti dari sisi komunikasi yang terjadi selama kegiatan memantau mahasiswanya selama mengikuti salah satu program tersebut. 

Dimulai dari sistem pendaftaran sampai penyelesaian langsung  akan masuk ke dalam tracking kegiatan mahasiswa melalui website platform kampus merdeka, hal ini menjadi penghalang bagi tingkat program studi yang telah memiliki matriksnya sendiri dalam menentukan SKS. Terlebih bagi prodi yang melakukan sistem SKS "paketan" atau "bundle" per semester pada mahasiswanya maka akan cukup kesulitan dalam mengikuti system konversi SKS program Kampus Merdeka yang memerlukan jumlah SKS yang terbilang besar dalam melakukan konversinya. 

Konversi akan semakin sulit bila program yang diikuti oleh mahasiswanya ini tidak memiliki kecocokan atau keselarasan pada salah satu mata kuliah yang diikuti oleh mahasiswa saat itu, maka konversi ini akan terancam dibatalkan akibat berbenturannya kedua jenis SKS yang cukup kontras berbeda ini. Hal ini tentu akan balik lagi merugikan pihak mahasiswa selaku target dari program ini.

Solusi yang ditawarkan

Program Kampus Merdeka menjadi lentera harapan bagi para mahasiswa yang ingin memperdalam minat dan passion yang ia miliki. Namun, bila kendala konversi SKS ini tidak diselesaikan, maka mahasiswa pun turut mempertanyakan "apakah ia akan lebih memilih mengikuti program ini atau tidak?", hal ini disebabkan oleh ketidakpastian bila dia ikut program ini akan menjamin kehidupan perkuliahannya yang masih perlu memenuhi target SKS yang telah ditentukan oleh pihak kampus. 

Maka perlu adanya perbaikan teknis ataupun menambahkan SKS khusus demi meredam kekhawatiran mahasiswa yang berminat bahkan tengah mengikuti program ini. Mengutip dari portal berita tempo.co (3 febuari 2022) dalam artikel berita "BEM UI Minta Kementerian Pendidikan Jamin Konversi SKS Kampus Merdeka", terdapat pernyataan dari Bayu Satria Utomo selaku wakil ketua BEM UI mengungkapkan bahwa "konversi SKS seharusnya dapat lebih fleksibel dan dilakukan penyetaraan bagi setiap angkatan serta disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa". 

Hal ini dapat menjadi wujud perwakilan atas berbagai respon, kekhawatiran, dan harapan para mahasiswa akan kepastian atas perkuliahannya baik dari sisi akademis maupun sisi pengembangan dirinya bila dirinya mengikuti program kampus merdeka. 

Perlu adanya tindakan lanjut, tidak hanya dari pihak kementerian Pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi selaku pihak penyelenggara, para mitra yang bekerja sama dalam program ini, tingkat program studi maupun pihak kampus selaku otoritas yang menaungi mahasiswa, serta mahasiswa selaku target dalam program ini untuk berembuk dan membicarakan secara face to face perihal penyelesaian tengah atas masalah ini. Sehingga tidak menambah kegalauan para mahasiswa yang nantinya ingin mengikuti program ini, namun terpaksa mengurungkan niatnya akibat permasalahan SKS ini.

Kesimpulan

Program Kampus Merdeka merupakan wujud nyata dalam mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing serta memiliki semangat juang dalam menggeluti minat maupun passion mahasiswa dengan memberi wadah dan kesempatan kepada mahasiswa. 

Akantetapi, tidak semua program berjalan dengan sempurna pada awalnya, sama halnya pada program kampus merdeka, perlu adanya perbaikan dan penyesuaian demi melancarkan program ini berjalan sesuai harapan. 

Masalah konversi SKS telah menjadi polemic dari generasi pertama mahasiswa yang telah mengikuti program kampus merdeka, khususnya program magang dan studi independent. Perlu adanya diskusi lebih lanjut bersama semua pihak terkait dan perbaikan sistem konversi SKS untuk menenangkan kekhawatiran mahasiswa akan keberlangsungan perkuliahannya selama mengikuti program ini.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun