Mohon tunggu...
Dewie Sudarsh
Dewie Sudarsh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIRASWASTA

"Suka malam tetapi benci gelap, suka hujan tapi takut petir, suka warna tapi harus biru, suka es krim tapi harus trico, suka kamu tapi yang sebelum bersama dia." Dewie Sudarsh Manusia yang sering dikatain terlalu novelis, Duniaku tidak bisa diprediksi. Kadang cerah, kadang mendung, kadang juga bisa tiba-tiba badai. Jadi Harap Maklum. Tidak suka, Menyingkir saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sunggar Kuntilanak

11 April 2024   18:23 Diperbarui: 11 April 2024   18:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya Ralina, aku mengenalnya saat kita masuk di SMA yang sama. Ralina anak nya sangat pendiam, dia juga pemalu. Sedangkan aku, orang paling cuek. Sejak kecil aku hampir tidak punya teman, karena aku terlalu asyik dengan duniaku sendiri. Tetapi sejak ada Ralina, aku seperti sebuah botol yang menemukan tutup nya yang selama ini hilang. Ralina tidak seperti teman, melainkan lebih seperti ibu, dia selalu memperingatkanku tugas sekolah dan lain nya.

Suatu ketika, Ralina tidak masuk selama seminggu. Tidak ada yang tahu alamat rumah nya, alamat yang ada di sekolah adalah alamat rumah kos yang pemilik kos nya juga tidak tahu Ralina pergi kemana.

            "Selamat sore bu, Ralin ada di kos?" tanya ku saat mencari keberadaan Ralina.

            "Tidak nak, sejak hari jumat lalu, dia tidak pulang ke kos, mungkin saja dia pulang ke kampung nya" kata ibu kos.

            "Ibu tahu tidak di mana kampun Ralina?" tanyaku kemudian.

            "Maaf nak, ibu tidak tahu, waktu itu dia datang bersama bapak nya, lalu ibu juga lupa meminta alamatnya"

            "Oh, ya sudah bu. Nanti kalau Raline kembali ke kos, kabari saya ya bu, ini nomor hp saya" kataku sambil menyerahkan nomor hp pada ibu kos.

Hari itu aku pulang ke rumah dengan penuh tanya, Raline adalah anak yang rajin, pandai. Sebenarnya dia kemana, jika pulang ke rumah tidak apa-apa. Tapi kalau dia di culik, atau jadi korban tabrak lari bagaimana. Ah, pikiranku semakin kemana-kemana saja.

Malam ini aku tidak bisa tidur, aku teringat Raline. Kemana sebenarnya dia, hampir sepekan dia tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Karena tidur malam ku gelisah, aku kesiangan pergi ke sekolah. Sesampai di sekolah aku terkejut, Raline sudah ada di bangku nya dengan tersenyum. Tapi penampilan nya sungguh berbeda, dia semakin cantik, dan terlihat percaya diri.

            "Ralin, kamu baik-baik saja" tanya ku memastikan.

            "Iya aku baik, memangnya kenapa" katanya sambil tersenyum, benar-benar cantik teman ku saat ini. Sampai semua cowok senyum-senyum melihat nya.

            "Memangnya kamu kemana selama seminggu ini?"tanyaku

            "Ada deh, mau tahu aja" katanya, aku merasa ini bukan Ralina sahabatku, tapi ini orang lain.

Ku perhatika Ralina saat itu, dia yang dulu pemalu kini sangat percaya diri di hadapan teman-teman cowok. Apa mungkin alasan dia berubah penampilan adalah jatuh cinta. Ah, cinta, masa iya bisa merubah orang 190 derajat.

Hari ini ada kerja kelompok, menyelesaikan tugas sekolah. Kita menyeselesaikan di salah satu rumah teman. Tugas kita belum juga selesai hingga menjelang malam, tba-tiba saja Raline sakit kepala dan pingsan kita semua panik. Aku dan teman lain nya mengantarkan dia pulang ke kos nya, aku menjaga Ralina di kamar kos nya. kamar kos nya aneh, gelap dan tercium wewangian bunga.

Ibu kos mengetuk pintu, dan memberi teh hangat. Setelah itu buru-buru keluar. Mungkin tidak tahan dengan bau kamar Ralina yang aneh. Tidak hanya itu di atas meja rias Ralina terdapat sebuah sisir dari kayu yang di rendam air bunga. Perlahan aku mendekati sisir itu, tapi saat aku akan memegang nya, tiba-tiba saja Ralina yang sudah bangun itu langsung mencekal pundak ku.

            "Ralin" kataku kaget. Melihat mata Ralina terbelalak melotot kepadaku. Aku melangkah menjauh dari Ralina yang terlihat seperti kesurupan itu. Ralina mengambil sisir nya dan segera menyisir rambut nya. Wajah nya yang tadi pucat, tiba-tiba saja menjadi cerah, Ralina terlihat semakin cantik dan bercahaya.

            "Ralina" panggil ku. Mata Ralina yang mengerikan itu menatapku dari cermin. Kali ini tatapan nya makin mengerikan.

            "Ralin,, ka ka kamu, dapat sisir itu dari mana? Dan itu sisir apa?" tanya ku terbata. Ralina tersenyum. Dan berbalik kepadaku. Tetapi alangkah terkejutnya  aku, saat dia berbalik, wajahnya berubah menyeramkan. Penuh dengan darah di wajahnya. Dan dia bergerak cepat untuk mencekik ku. Seketika aku berteriak minta tolong dan semua sekelilingku terasa gelap.

            "Disya" panggil seseorang samar-samar.

Aku membuka mataku, dan ternyata aku masih di rumah teman ku, tempat aku kerja kelompok. Ini tidak dapat di percaya, padahal tadi aku mengingat aku berada di kamar Ralina.

            "Bangun, udah mau isya, kamu tidur terus." Kata teman ku Fani.

            "Apa? Aku tidur, bukan nya tadi kita ngantarin Rania ya? Dia kan sakit kepala?" tanyaku. Pandanganku mengarah ke arah Ralina, tatapan nya masih sama saat dia menatapku di balik cermin itu.

            "Dis, kamu ini ngigau ya, tadi itu memang Ralina sakit kepala, terus kamu bilang istirahat aja dulu, terus kamu pindah tidur di sini, di bangunin ga bisa terus dari tadi, sudah yuk pulang, sudah selesai tugasnya" kata Cici. Aku semakin bingung. Masa iya aku bermimpi.

            "Ralin, aku boleh gak nginep di kos kamu, udah malam nih kalau mau pulang ke rumahku" kataku beralasan, padahal aku penasaran, apa benar aku bermimpi.

            "Ya ampun, ini tuh masih jam 7, aku tahu kamu biasanya juga sampai rumah jam 9 malam" kata Ralina cuek.

            "Iya itu dulu, sekarang di jalan dekat rumah rawan begal, kalau sudah lewat jam 7 mending jangan lewat sana" kataku lagi beralasan, akhirnya Ralina menyetujui. Dan aku ikut ke kos nya Ralina.

Sesampai di kamar Ralina aku mencium aroma yang sama, namun aku tidak melihat sisir yang di rendam air bunga itu, meja riasnya tampak sepi.

            "Kamu mandi duluan aja, aku buatin teh ya, kamu pakai baju ku aja ini" kata Ralina. Aku menerima handuk dan sepasang baju tidur. Aku melangkah keluar ke kamar mandi. Rasanya badanku sedikit segar setelah terguyur air dingin itu. Aku menunggu Ralina sambil meminum teh hangat, suasana kamar nya sama seperti yang aku lihat tadi, tapi aku masih belum percaya kalau itu hanya mimpi. Aku melihat Ralina dengan bayangan-bayangan aneh, hingga aku susah memejamkan mataku. Tengah malam aku terbangun, samar-samar aku melihat seseorang menyisir rambutnya, itu Ralina. Tengah malam dia menyisir rambutnya, dengan sisir yang pernah aku lihat sebelum nya. Ralina terus saja menyisir rambut nya dengan sangat anggun. Aku menghampirinya dan di belakangku datang wanita mengerikan yang mencekik leherku.

Beberapa doa yang aku ingat aku baca dan meminta pertolongan Allah. Bayangan Ralina yang suka di bully terlihat jelas di hadapanku, lalu dia pergi ke orang pintar untuk memasang susuk, namun orang pintar itu memberinya sebuah sisir, yang apabila dia menyisirnya tengah malam di malam tertentu dia akan menjadi cantik. Akan tetapi, sisir itu meminta tumbal. Sebuah rambut yang indah dari para gadis. Tidak, meskipun aku tomboy, rambutku lumayan panjang dan terawat.  Dari kejahuan samar-samar Ralina seperti mengucapkan mantra.

            "Tengah wengi, cah ayu sunggaran ing sinaran rembulan, dadio ayu lan midodareni ing sak dawane dino, sunggar-sunggar kembang, ojo balek elek yen rung ketemu wadon sing luwih ayu teko kulo (tengah malah seorang gadis cantik bersisir di bawah sinar rembulan, jadikan cantik seperti bidadari sepanjang hari. Sisir-sisir bunga, jangan kembali memberi jelek jika belum bertemu gadis yang lebih cantik dari aku)." Mantra Ralina saat bersisiran.

Aku berteriak pada Ralina untuk menghantikan mantra itu, kuntilanak ini semakin menarik kepalaku. Dan aku berserah diri dengan apa yang terjadi.

                                                            ****

            Aku terdiam di rumah, sepi sendiri. Aku baru saja pulang dari rumah sakit, Percaya atau tidak, aku benar-benar botak sekarang. Aku tidak percaya Ralina menjadikan ku tumbal demi kecantikan nya. entah apa yang terjadi di malam itu, aku dan Ralina di temukan pingsan bersama di kamar, dan kulit kepalaku terkelupas. Hampir dua minggu aku menjalani perawatan di rumah sakit. Setiap aku cerita tidak ada yang percaya padaku. Mereka mengaggap aku gila.

            "Disya, ada teman kamu nih" kata mama ku, aku menoleh dan yang datang adalah Ralina. Dengan senyum licik nya. Aku meminta Mamaku untuk tidak pergi, tetapi mama tidak mendengarkanku.

Ralina mendekat, dan semakin mendekat. Dan berbisik. "Jangan suka ikut campur urusan orang, kamu memang teman ku, tapi luka yang aku rasakan tetap aku sendiri yang merasakan nya" kata Ralina. Saat dia berdiri di depan ku. Di sampingnya berdiri pula wanita yang menyeramkan itu. Ralina pergi dengan senyum kemenangan itu. Tidak tahu apa maksudnya. Samar -- samar aku mengingat mantra nya, dan aku melihat cermin. Ya Tuhan, wajahku. Ralina akan tetap cantik selama wajahku belum pulih, ingat mantra nya.

 

"Tengah wengi, cah ayu sunggaran ing sinaran rembulan, dadio ayu lan midodareni ing sak dawane dino, sunggar-sunggar kembang, ojo balek elek yen rung ketemu wadon sing luwih ayu teko aku"

Tamat

  • Sunggar -- sisir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun