Aku terdiam di rumah, sepi sendiri. Aku baru saja pulang dari rumah sakit, Percaya atau tidak, aku benar-benar botak sekarang. Aku tidak percaya Ralina menjadikan ku tumbal demi kecantikan nya. entah apa yang terjadi di malam itu, aku dan Ralina di temukan pingsan bersama di kamar, dan kulit kepalaku terkelupas. Hampir dua minggu aku menjalani perawatan di rumah sakit. Setiap aku cerita tidak ada yang percaya padaku. Mereka mengaggap aku gila.
      "Disya, ada teman kamu nih" kata mama ku, aku menoleh dan yang datang adalah Ralina. Dengan senyum licik nya. Aku meminta Mamaku untuk tidak pergi, tetapi mama tidak mendengarkanku.
Ralina mendekat, dan semakin mendekat. Dan berbisik. "Jangan suka ikut campur urusan orang, kamu memang teman ku, tapi luka yang aku rasakan tetap aku sendiri yang merasakan nya" kata Ralina. Saat dia berdiri di depan ku. Di sampingnya berdiri pula wanita yang menyeramkan itu. Ralina pergi dengan senyum kemenangan itu. Tidak tahu apa maksudnya. Samar -- samar aku mengingat mantra nya, dan aku melihat cermin. Ya Tuhan, wajahku. Ralina akan tetap cantik selama wajahku belum pulih, ingat mantra nya.
Â
"Tengah wengi, cah ayu sunggaran ing sinaran rembulan, dadio ayu lan midodareni ing sak dawane dino, sunggar-sunggar kembang, ojo balek elek yen rung ketemu wadon sing luwih ayu teko aku"
Tamat
- Sunggar -- sisir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H