Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Bung Hatta: Lelaki Kecil di Atas Bendi

20 Januari 2025   06:55 Diperbarui: 24 Januari 2025   08:41 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kubayangkan betapa bangga keturunannya menyandang nama Bung Hatta dalam darah mereka. Seorang founding fathers yang kepergiannya ditangisi jutaan masyarakat Indonesia.

Jutaan untaian doa menembus pintu langit saat itu. Seperti banggaku bisa menyapa anak kecil yang kelak ikut melukis sejarah Indonesia. Sebuah rasa haru membuncah siap meleleh di sudut mata, ketika sosok kecil itu lewat di depanku, kuraih lengannya.

"Hatta Hatta...," lidahku mendadak kelu. Ada sejuta kata-kata tak mampu terucap.

"Tante...ini Rasyid,"suara anak kecil mengagetkanku.

Sebuah suara lain menarikku dalam kesadaran penuh. Aku masih berdiri di depan jendela, sementara teman-teman seperjalananku nampak telah sibuk berfoto ria di bawah sana. Leni melambai ke arahku. Leni adalah Ibundanya Rasyid, anak kecil yang sempat kukira Bung Hatta tadi. Duh, malunya aku. 

"Mba, turun dong. Yuks, kita sholat. Tujuan kita masih banyak lho." 

Aku bergegas turun dan bergabung dengan the gank: Teteh Wien, Yuli dengan jagoannya Rayhan, dan Leni dengan jagoannya Rasyid. Matahari sedang garang-garangnya memanggang di atas kepala, ketika siraman air menyejukkan seluruh sendi. Kami berwudu di kran air yang dipasang dekat toilet wanita. 

Ada tiga toilet wanita tersedia, terpelihara dan bersih. Sepertinya toilet ini bangunan yang baru saja ditambahkan untuk kenyamanan pengunjung.

Kami segera menyapa Sang Khalik dalam sebuah rumah panggung di samping bangunan yang dulunya menjadi lumbung keluarga Bung Hatta. Bangunan inipun sengaja ditambahkan untuk tempat salat.

Selesai salat, kami berenam beranjak menantang panas matahari, ketika meneruskan perjalanan ke Ngarai Sianok. Ke Ngarai Sianok di tengah panas menyengat, maka tak banyak yang dapat kami nikmati selain berfoto ria di sela monyet yang lalu lalang seakan sengaja menggoda. Kami hanya dapat memandangi jurang membentang dikelilingi bukit dengan vegetasi hijau memukau.

Tapi kesenangan kami terkoyak, ketika tiba-tiba jeritan disertai tangisan pecah. Ternyata Rayhan. Dia menunjuk ke seekor monyet yang berlari kencang ke atas pepohanan setelah berhasil merampas botol minumannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun