Keputusan Busan untuk berkarier di DJP tak lepas dari peran orang tuanya juga. Orang tua adalah sosok panutan baginya. Suaranya bergetar ketika menceritakan sebuah kisah. Waktu itu dia sedang menuntut ilmu di Universitas Jenderal Soedirman dan jauh dari orang tua, ketika tiba-tiba pada suatu malam terbit rasa sesal atas kenakalannya saat masa remaja.
"Kalau bisa dibilang lebay ya, malam itu saya sungguh menangis,"ceritanya terharu.
Untuk menebus rasa bersalah itu, dia menjadi anak rumahan selepas dari Perguruan Tinggi dan sibuk melamar kerja ke beberapa instansi dan kantor, hingga akhirnya mendapat panggilan wawancara dari beberapa tempat sekaligus. Salah satunya dari DJP. Namun dia memutuskan untuk mengambil kesempatan berkarier di DJP, karena orang tuanya menasehati,"Kalau ada rejeki di depan mata, ambillah!"
Salah satu hobi Busan di akhir pekan ketika pandemi belum melanda adalah mengunjungi teman-teman sesama DJP di daerah lain, sekedar mengajak mereka ngopi bareng. Sering kali dia hanya bercelana pendek ala Bob Sadino. Dia mengakui, terkadang menyimpan misi tersembunyi menemui teman-temannya sekedar mengingatkan untuk menguatkan integritas.
Kebiasaan minum kopi itu, telah menginspirasi Busan untuk mendesain sebuah kaf yang nyaman di atap gedung kantor kanwil DJP yang dia pimpin sebelumnya (Kanwil DJP Jakarta Barat). Kafe itu menjadi sarana untuk menjalin silaturahmi antar pegawai di waktu istirahat dan kadang digunakan Bidang-bidang di Kanwil saat melakukan rapat. Â Â
Saat pandemi ini Busan memetik hikmah lebih dapat menikmati kualitas waktu dengan isteri dan kedua puterinya. Sebagai pejabat yang sibuk, Busan lebih mengutamakan kualitas bersama keluarga pada akhir pekan. Mereka berempat akan keluar bareng dan menghabiskan waktu bersama.
Busan mengakui tak merasa gengsi membantu pekerjaan rumah tangga, sekedar mengisi kesibukan. Dia akan memperbaiki keran air yang rusak dan menyemproti ruang-ruang di rumahnya dengan disinfektan agar steril dari virus COVID-19. Bahkan sekali waktu dia coba memperbaiki atap gentengnya yang rusak. Namun keahliannya bukan di situ, atapnya bukan semakin kuat, gentengnya malahan jebol. Busan pun tergelak mengingatnya.
Berbincang dengan Budi Susanto, penulis teringat dengan tulisan Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir 1. Dia pernah mengutip sebuah buku karya sastra jawa kuno (Wulangreh) yg isinya kira-kira begini: siapa yang ingin jadi pemimpin, ia harus ibarat laut. Ia harus berlapang hati, luas, sanggup memuat dan memangku.
Siapapun yang ingin jadi pemimpin, memang dia harus mampu menjadi "lautan" bagi lingkungannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H