Mohon tunggu...
Dewi RA
Dewi RA Mohon Tunggu... -

Let me sing your mind out more elegant | student of Uswim, Papua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada yang Lebih "Ahok" dari Ahok? Ada yang Lebih "Telolet" dari Telolet?

26 Desember 2016   14:03 Diperbarui: 26 Desember 2016   14:16 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akal yang sakit-sakitan. Sejalan pula dengan akal yang jongkok. Melihat perbedaan, sedikit-sedikit marah. Berteriak-teriak, menolak-nolak. Persis seperti seorang udik yang belum pernah datang ke Jakarta dan melihat monas. Ketika melihat monas, dia marah, dia tak terima, dia berteriak bahwa monas itu tak ada. Kenapa tak ada? Sebab di udiknya sana tak ada sesuatu seperti monas! Orang menjadi pesakitan hingga menolak sesuatu—disertai dengan emosi—bukan karena sesuatu itu tidak ada, tetapi karena sesuatu itu belum pernah dijangkakan oleh akalnya.

Maka, jika si ahli ibadah yang akalnya sakit-sakitan itu, di sisi Tuhan, hanya memiliki pahala yang sedikit, di sisi kita yang masih punya kewarasan ia justru akan mendatangkan banyak malapetaka. Merusak, menghina, melecehkan, merendahkan, mencaci-maki, membabi-buta mengatasnamakan agama, padahal di mata Tuhan esensi manusia itu sama. Berhati-hatilah, siapa tahu “si ahli ibadah” itu adalah tetangga anda sendiri!

Di Indonesia menyebar berita hoax itu dihitung dakwah… lihat saja situs abal-abal yang merongrong pemerintahan. Boro-boro menulis sesuatu yang mengedukasi masyarakat, ini malah memprovokasi. Bagi pembenci Ahok, setelah positif terjangkit, penderita akan segera bernafsu menjelajahi sosmed seperti fb, blog dan media lainnya, hanya untuk mencari tag Ahok. Setelah nemu, mereka seketika akan kejang-kejang, lalu mulai mencaci maki Ahok atau orang-orang yang kelihatannya mendukung Ahok, padahal tidak ada juga yang mengundang si penderita ke lapak tersebut!

Ahok memang fenomena. Populer. Kepopulerannya melebihi jamaah 212 jika digabung. Coba ketikkan di mesin pencarian Google…. Jakarta bersih karena Foke. Maka, mbah Google akan merespon, apakah yang anda maksud Jakarta bersih karena ahok ? Hahahah. Tobat, tobat. Belum lagi denger-denger Ahok menjadi salah satu kandidat penerima hadiah Nobel. Haters Ahok bisa-bisa langsung step. Wakakak.

Tanyakan pada diri kalian masing-masing, kenapa kalau urusan mendemo Ahok, mendemo Jokowi ummat mau berkumpul seperti itu, sedangkan untuk hal hal yang baik belum tentu dan saya rasa tidak akan pernah terjadi. Apa tidak malu membawa label pembela Islam, pembela Qur’an sedangkan tentang rohingya saja tidak bisa menunjukkan solidaritas sebanyak aksi kemarin? Apa tidak malu membawa label pembela Islam, pembela Qur’an tapi tidak pernah berdemo sebanyak itu untuk minta tempat maksiat ditutup? Apa tidak malu membawa label pembela Islam, pembela Qur’an tetapi menghabiskan uang 100 milyar per demo padahal banyak muslim-muslim yang kelaparan dan membutuhkan sedekah?

Saya membaca dimajalah tempo bahwa banyak agenda presiden Jokowi yang penting bagi negara ini menjadi tertunda karena beliau harus fokus mempertahankan keutuhan NKRI akibat rong-rongan dari “mob” kalian, kerumunan kalian. Apalagi sekarang sudah mulai banyak lagi provokasi baru,mulai dari broadcast2 tentang aksi lempar jumroh untuk menggulingkan pemerintah ditambah ucapan habib rizieq tentang revolusi, kalian mau bikin Indonesia menjadi seperti Suriah? Apa sih yang membuat kalian sangat terobsesi mengguling-gulingkan pemerintah yang sah?

Karena jika negara stabil maka ummat pula yang akan merasakan manfaatnya, bahkan negara yang damai dibawah rezim brutal seperti Korea Utara jauh lebih baik dibandingkan seperti Suriah sekarang yang rakyat dan pemerintahnya saling bantai.

Oke, kini bicara solusi, kerumunan tidak boleh dilawan dengan kerumunan, oleh karena itu sebenarnya saya kurang setuju dengan aksi 412 karena waktu yang begitu berdekatan pasti akan dibanding-bandingkan dengan aksi 212. Cara satu-satunya adalah negara harus tegas melakukan apa yang perlu dilakukan, elit-elit politik negara ini harus bisa menyelesaikan lewat dialog dengan para petinggi GNPF-MUI, cukup sudah waktu, tenaga, uang dan rasa aman terbuang untuk kegiatan yang (mengutip wakil ketua MUI pusat) lebih banyak mudharatnya. Maaf presiden Jokowi, waktumu yang seharusnya anda gunakan untuk membangun negri jadi terbuang untuk keadaan ini.

Kedua provokator harus ditindak sesuai hukum, tidak usah takut, negara harus tegas, hukum sesuai undang-undang yang berlaku, ini yang terpenting, jangan ragu untuk tangkap dan tindak.

Ketiga, jika mau ada aksi lanjutan berupa demonstrasi damai, silakan kepolisian izinkan, tetapi TINDAK TEGAS siapapun yang melakukan anarkisme.

Keempat, YUK BERAKTIFITAS SEPERTI BIASA, pakde kerja aja sebagaimana biasa, yang lain juga kerja saja sebagaimana biasa, demo hal yang biasa kok, memang apa bedanya kalau banyak?  Ga maju-maju negara ini kalo ribut melulu. Liatin aja sampe berapa lama sih tahan begini-begini terus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun