Mohon tunggu...
Dewi RA
Dewi RA Mohon Tunggu... -

Let me sing your mind out more elegant | student of Uswim, Papua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada yang Lebih "Ahok" dari Ahok? Ada yang Lebih "Telolet" dari Telolet?

26 Desember 2016   14:03 Diperbarui: 26 Desember 2016   14:16 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawaban yang benar adalah 4. Dan saya yakin anda tahu 2+2 itu 4. Maaf itu teori. REALITA TIDAK BERBICARA SEPERTI ITU ! Anda yang cuma 2 orang… kalian salah. Yang benar adalah 2+2=5. Sableng koe ! Lho… ra usah protes bos…  seperti itulah realitas berbicara. 

Pernah anda sadari hal itu ?? Hal inilah saya pikir, yang menyebabkan Koh Ahok menangis ketika di pengadilan kemarin. Saat kita tahu kebenaran itu disalahkan, saat kita tahu yang salah menjadi pembenaran… saat itulah airmata keadilan mengalir. 

Bila menjadi orang baik dan benar begitu sulitnya,tak heranlah mengapa diantara kita banyak yang bahkan secara sadar memilih menjadi antagonis. Hidup ini dinamis. Ia tak seperti OS Android yang begitu-begitu aja. Hari ini mungkin kita mukmin, besok siapa yang jamin kita masih mukmin. Bahkan, sudah mati pun, potensi dikafirkan masih tetap ada. Inilah yang namanya hidup. Grafiknya kadang naik, kadang turun. Lama naiknya, sekali turun, benar-benar terjun bebas.

Kalau hidup manusia selalu dipenuhi dengan kebaikan, akan ada dua pihak yang bakal dirugikan. Pertama, adalah malaikat Atid sebagai pencatat amal buruk manusia. Ia bakal nganggur jika seluruh manusia menjadi baik kayak Pakde Jokowi. Kedua, adalah syaitan. Sebab, takdir diciptakannya syaitan adalah untuk menggoda manusia untuk mencicipi jalan-jalan keburukan. Syaitanlah yang menciptakan rasa nikmat dan ketagihan dari amal buruk manusia.

Jadi. Jangan terlalu kesal saat Bang Jonru ber-antagonis ria terhadap Pakde Jokowi di Hari Ibu kemarin. Sambil bawa-bawa “Om Telolet Om”. Itukan memang branding Bang Jonru sebagai figur antagonis. Sebab, sebagai antagonis, penggemarnya tak sedikit. Satu juta lebih orang mengikuti Halamannya Bang Jonru. Ke-istiqomah-an sebagai yang antagonis terhadap pemerintah membuahkan hasil. Gimana tak berhasil, masih banyak kok netizen yang belum bisa move on dari Pilpres 2014. Suara mereka harus terus diakomodir. Dan Bang Jonru pandai sekali melihat peluang ini.

Bang Jonru ini penyeimbang kehidupan. Eksistensinya menggenapi sebuah diktum dalam Quran. Dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu itu berpasangan. Ada yang mencinta, ada juga yang membenci. Itu sebuah keniscayaan yang sudah tergariskan jauh sebelum ditemukannya konsep “gagal move on”.

Kebencian itu harus terus ada. Sebab, nikmatnya mencinta baru benar-benar terasa, saat rasa benci juga hadir. Jadi. Seperti halnya orang baik, akan datang orang-orang baik lainnya. Begitu juga orang titik-titik tadi. Akan datang yang titik-titik juga.

Allah Swt berfirman kepada malaikat, “Aku memberi pahala kepada hambaku sesuai kadar akalnya.”  Di sinilah pentingnya akal. Bukan soal bagaimana mengakal-akali ritual-ritual atau ajaran-ajaran agama, tetapi bagaimana akal dijadikan cahaya untuk mengetahui dan memahami ritual atau ajaran-ajaran agama dengan benar.

Ibadah tak bisa menutupi fakta bahwa akal sangat terbatas. Malaikat menyangka bahwa setiap ahli ibadah pasti pahalanya banyak, ternyata tidak. Itu disebabkan karena kemampuan akalnya yang terbatas.

Dengan demikian, seseorang yang dapat berpikir dengan jernih dan dalam, akan sampai pada pengetahuan dan pemahaman dengan baik dan benar. Pada konteks inilah maksud sebenarnya dari ucapan Imam Ali bin Abi Thalib yang menyatakan bahwa agama adalah akal. Tentu saja, akal sehat. Bukan akal yang sakit-sakitan.

Hari ini, yang justru tampak banyak di depan mata adalah orang-orang yang akalnya sakit-sakitan. Mereka sangka bahwa mereka bela agama. Mereka teriakkan ibadah, ibadah, ibadah… sekaligus bunuh bunuh... mereka main sikat sana-sini atas nama bela Tuhan. Padahal, akalnya sakit-sakitan. Mereka tampakkan simbol-simbol agama begitu rupa, membuat citra seakan-akan tak ada yang lebih bertuhan daripada ketuhanan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun